kampung-akuarium-co-780x470.jpg
Tren Inspirasi

Merangkai Mimpi di Hunian Kolektif: Dari Menteng Sampai Kampung Akuarium

  • Rumah flat di Menteng hingga Kampung Susun Akuarium di Penjaringan menjadi bukti bahwa problem hunian bisa diupayakan bersama oleh warga. Skema koperasi bahkan memungkinkan rumah didapat dengan harga terjangkau.

Tren Inspirasi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Belum lama ini publik dibikin terpana dengan sebuah rumah flat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Bukan sembarang flat, hunian empat lantai ini menawarkan harga yang jauh di bawah harga pasar, dan tentu saja, kenyamanan. 

Ya, hampir mustahil warga bisa menemukan hunian berharga miring di Menteng yang sejak dulu dikenal sebagai kawasan elit. Saat ini saja, harga tanah di Menteng dapat mencapai Rp100 juta per meter persegi. 

Namun, harga flat di Menteng satu ini bikin orang geleng-geleng kepala. Hanya dengan Rp380 juta, warga bisa mendapatkan sebuah flat berukuran 40 meter persegi. Nominal itu setara 3,8 meter persegi tanah di Menteng jika merujuk harga pasar. 

Sementara itu, flat dengan ukuran sekitar 53 meter persegi dibanderol sekitar Rp700 juta. Mayoritas unit di flat itu memang berharga di bawah Rp1 miliar. Hanya satu unit yang harganya mencapai Rp1,2 miliar. Itu pun sudah mendapat hunian lapang seluas 128 meter persegi.  

Rumah Flat di Menteng (Rujak).

Bagaimana harga sebuah rumah di kawasan elit seperti Menteng bisa ditekan sangat dalam? Jawabannya lewat pengelolaan koperasi. Proyek hunian terjangkau tersebut diinisiasi Marco Kusumawijaya, arsitek dan pakar tata kota, bersama sejumlah keluarga.  

Menurut pembahasan di kanal YouTube Fellexandro Ruby, rumah flat tersebut terdiri dari tujuh unit dengan luas bervariasi antara 40 hingga 80 meter persegi. Yang membedakan rumah flat Menteng dengan proyek hunian lainnya adalah skema kepemilikannya. 

Melindungi dari Spekulan

Unit-unit ini tidak diperjualbelikan di pasar bebas. Dibangun melalui koperasi, biaya pembangunan ditekan agar setiap keluarga hanya perlu mengeluarkan dana di bawah Rp1 miliar. Jika suatu saat penghuni memutuskan pindah, unit akan dikembalikan kepada koperasi, dan simpanan pokok beserta bunganya dikembalikan sesuai nilai inflasi. 

Tujuan utama model ini adalah menjaga keterjangkauan dalam jangka panjang dan melindungi hunian dari spekulasi pasar. Langkah progresif tersebut dimungkinkan menyusul pemberlakuan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang. Regulasi ini membuka peluang baru untuk memanfaatkan lahan kota secara lebih padat, tapi tetap manusiawi.

Sebelum kehadiran rumah flat di Menteng, Kampung Susun Akuarium di Jakarta Utara, telah menerapkan pengelolaan perumahan berbasis koperasi. Singkat cerita, Kampung Akuarium awalnya adalah kampung kota biasa yang terletak di Penjaringan, tak jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa. 

Namun, pada tahun 2016, penduduk kampung tersebut mengalami penggusuran. Sekitar 3.000 orang kehilangan tempat tinggal. Setelah digusur, banyak dari mereka kembali mendirikan tenda-tenda di antara puing-puing bekas rumah mereka. 

Warga kampung tersebut kemudian berjejaring dengan kampung-kampung lain di Jakarta di bawah Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Rujak Centre for Urban Studies (RCUS), untuk menginisiasi hunian alternatif.

“Bagian dari advokasi mereka bersama adalah melakukan kontrak politik dengan salah satu kandidat gubernur pada saat itu, yaitu Anies Baswedan, yang ternyata menang Pilkada dan menjadi gubernur,” ujar Elisa Sutanudjaja dari RCUS, yang terlibat dalam proses advokasi, perancangan dan pembangunan Kampung Susun Akuarium. 

Baca Juga: Rumah Flat Menteng: Konsep Hunian Kota yang Kolektif dan Keren

Dikutip dari sbs.com.au, Rabu, 16 Juli 2025, Kampung Akuarium sekilas mirip rumah susun dari jumlah lantai, atau dari penggunaan sistem blok. Namun sejatinya ada perbedaan mencolok antara Kampung Susun Akuarium dengan rumah susun yang biasa dikelola pemerintah, terutama dalam pengelolaan. “Kami melihat kegagalan rusunawa menjadi rumah bagi korban penggusuran,” ujar Elisa. 

Pemerintah acapkali memindahkan warga ke rusunawa yang jauh dari tempat asalnya, sehingga mereka tercerabut dari ladang penghidupan dan kehidupan sosial sebelumnya. Selain itu, desain yang tidak inklusif membuat korban penggusuran terancam semakin miskin. “Mereka tidak diberi keleluasaan melakukan kegiatan ekonomi informal yang tadinya menjadi bagian dari kegiatan mereka di kampung.”

Kampung Susun Akuarium di Penjaringan Jakarta Utara. (Rujak)

Elisa mengatakan desain Kampung Akuarium diharapkan mampu mengakomodasi kegiatan ekonomi informal, seperti membuka warung atau toko-toko kecil. Untuk tinggal di hunian tersebut, warga wajib menjadi anggota koperasi dan merupakan bagian dari komunitas yang tergusur. 

Wadah yang bernama Koperasi Akuarium Bangkit Mandiri itu terbentuk dan mulai beroperasi medio 2018-2019. Seiring waktu berjalan, koperasi yang menaungi Kampung Akuarium makin solid. Mereka sukses mendorong Pemprov DKI Jakarta mengembalikan warga ke kampungnya dan membangun kembali hunian mereka pada akhir 2020. 

Dalam proses pembangunan lahan seluas 10.834 meter persegi tersebut, warga dilibatkan secara langsung. Desain gedung dan hunian merupakan hasil urun daya warga kampung. Capaian impresif tersebut membuat Kampung Susun Akuarium dua kali mengantarkan RCUS memenangkan penghargaan. 

Tahun 2024, mereka memenangkan Asia Pacific Innovation Award dan Gold Medal dari World Habitat Award, terkait advokasi atas hunian layak di Jakarta. “Gold medal ini menjadi penghargaan terhadap hak advokasi tentang hunian layak di Jakarta,” tutur Elisa.