
Mengupas Kembali Regulasi Antidiskriminasi Rekrutmen Kerja
- Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, SE tersebut lahir sebagai bentuk penegasan atas prinsip nondiskriminatif yang menjadi dasar hukum ketenagakerjaan nasional.
Nasional
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan tengah mengupayakan penguatan regulasi terkait larangan diskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Setelah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/V/2025, pemerintah kini berencana untuk meningkatkan kekuatan hukum aturan tersebut ke dalam bentuk regulasi yang lebih mengikat.
Langkah ini dilakukan untuk memperkuat komitmen negara dalam menciptakan pasar kerja yang lebih inklusif, adil, dan bebas dari praktik perekrutan yang diskriminatif.
“Bahkan kalau bisa kita atur lebih tinggi lagi (daripada SE). Tapi, itu semua butuh proses, ya,” jelas Menaker Yassierli kepada awak media di Jakarta, Rabu, 4 Juni 2025.
Peningkatan status SE menjadi regulasi yang lebih tinggi bukanlah proses yang instan. Butuh waktu dan kolaborasi antarlembaga serta kementerian untuk memastikan substansi aturan dapat berjalan efektif dan mengikat.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, SE tersebut lahir sebagai bentuk penegasan atas prinsip nondiskriminatif yang menjadi dasar hukum ketenagakerjaan nasional.
“Tentu untuk keluar dengan regulasi yang lebih tinggi itu perlu waktu dan kami sedang menyiapkan itu. Ini membutuhkan harmonisasi di lintas kementerian. Jadi itu sedang kita siapkan,” tambah Yassierli.
- Rebound, IHSG Ditutup Menguat 24 Poin
- Saham Tambang Perkasa, LQ45 Hari Ini Ditutup Naik ke 796,63
- Mengintip Strategi Dekarbonisasi MIND ID
Macam Diskriminasi Pekerjaan
Dalam konteks rekrutmen tenaga kerja, diskriminasi dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik eksplisit maupun terselubung. Misalnya, persyaratan usia maksimal, permintaan penampilan menarik, hingga ketentuan berdasarkan warna kulit, suku, atau latar belakang agama.
Bahkan penyandang disabilitas pun kerap kali terpinggirkan hanya karena keterbatasan fisik yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kemampuan kerja.
SE yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan secara tegas melarang seluruh bentuk diskriminasi tersebut dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Rekrutmen harus dilakukan secara objektif, berbasis kompetensi, dan menjunjung tinggi asas kesetaraan.
Selain itu, dunia usaha dan pemerintah daerah juga didorong untuk menerapkan prinsip transparansi dalam rekrutmen serta membuka akses yang setara bagi semua pencari kerja tanpa terkecuali.
Larangan diskriminasi usia menjadi salah satu poin penting yang disorot dalam SE. Praktik membatasi usia pelamar kerja kerap kali menyulitkan pencari kerja, terutama mereka yang baru lulus atau memiliki pengalaman kerja terbatas.
- Rebound, IHSG Ditutup Menguat 24 Poin
- Saham Tambang Perkasa, LQ45 Hari Ini Ditutup Naik ke 796,63
- Mengintip Strategi Dekarbonisasi MIND ID
Padahal, kriteria usia sering kali tidak relevan dengan jenis pekerjaan yang ditawarkan. Demikian pula dengan syarat “berpenampilan menarik” yang dinilai subjektif dan membuka ruang bagi bias terhadap penampilan fisik.
Selain itu, pembatasan berdasarkan ras, suku, agama, atau warna kulit sangat bertentangan dengan nilai-nilai keberagaman dan kesetaraan yang dijunjung dalam sistem ketenagakerjaan nasional.
Dalam SE tersebut, penegasan juga diberikan terkait inklusivitas bagi penyandang disabilitas, bahwa mereka memiliki hak yang sama untuk bersaing di dunia kerja selama dapat menjalankan tugas yang ditetapkan.
Langkah pemerintah ini menjadi angin segar bagi generasi muda yang kerap menemui hambatan dalam proses mencari kerja. Banyak lulusan baru dari perguruan tinggi dan pendidikan vokasi yang menghadapi tantangan tidak hanya dari kompetisi ketat, tetapi juga dari syarat-syarat rekrutmen yang tidak proporsional.