
Mengenal Sosok di Balik Pop Mart, Brand Mainan Favorit Anak Muda
- Wang Ning adalah pendiri visioner sekaligus CEO Pop Mart, perusahaan asal China yang berhasil mengubah mainan vinyl koleksi dan budaya blind box menjadi fenomena global. Ia telah membangun merek disruptif yang menarik perhatian konsumen Gen Z maupun para investor.
Tren Leisure
JAKARTA – Ini kisah yang tak biasa, seorang milenial memutuskan bahwa membuka toko mainan, hal yang terdengar aneh bagi sebagian orang namun langkah terbaik untuk menjadi miliarder, dan ternyata dia benar-benar berhasil.
Beberapa tahun lalu, Pop Mart nyaris tak dikenal siapa pun. Kini, antrean panjang menyambut kehadirannya di berbagai negara, mainannya menjadi fenomena viral, dan nilai perusahaan diperkirakan mencapai US$40 miliar. Bagaimana semuanya bermula? Perusahaan raksasa ini berawal dari ide seorang lulusan baru yang bertekad mengubah inspirasinya menjadi kenyataan. Inilah pendiri Pop Mart, Wang Ning.
Dilansir dari CEO Today, Wang Ning adalah pendiri visioner sekaligus CEO Pop Mart, perusahaan asal China yang berhasil mengubah mainan vinyl koleksi dan budaya blind box menjadi fenomena global. Ia telah membangun merek disruptif yang menarik perhatian konsumen Gen Z maupun para investor.
Wang Ning pria kelahiran Henan, China, lahir pada tahun 1987. Ia menempuh pendidikan di bidang periklanan dan lulus dari Universitas Zhengzhou pada tahun 2009. Setelah lulus, ia bekerja di Sina Corporation, perusahaan yang memiliki situs microblogging terkenal di China, Weibo. Namun, setelah satu tahun bekerja, ia memutuskan untuk merintis usahanya sendiri.
Dilansir dari Prestige, dalam sebuah perjalanan ke Hong Kong, Wang Ning menemukan toko-toko yang menjual produk-produk yang sedang tren. Ia pun menyadari toko semacam itu belum ada di China. Berbekal ide tersebut, ia memutuskan untuk membuka toko pertamanya di sana.
Maka lahirlah Pop Mart pada tahun 2010, dengan gerai pertamanya dibuka di kawasan pusat teknologi ternama, Zhongguancun, di Distrik Haidian, Beijing. Karena menghadapi banyak tantangan dalam mengelola bisnisnya, dia memutuskan untuk kembali menimba ilmu dan mendaftar di Guanghua School of Management, Universitas Peking, pada tahun 2014.
Pada masa itu, Wang mulai memfokuskan bisnisnya hanya pada penjualan mainan. Ia juga mengambil langkah berani dengan menjual mainan dalam bentuk blind box, kemasan misteri di mana pembeli tidak tahu figurine apa yang akan mereka dapatkan. Meskipun terbilang berisiko, strategi ini justru menjadi kunci keberhasilan Pop Mart dan hingga kini menjadi ciri khas utama produk mereka.
Wang juga mulai menjalin kerja sama dengan para seniman. Salah satu seniman pertama yang diajak bekerja sama adalah Kenny Wong dari Hong Kong. Hasil kolaborasi tersebut melahirkan karakter Molly, figurine lucu bermata besar, yang turut mendongkrak penjualan secara signifikan hingga mencapai US$73 juta pada tahun 2018.
Pada tahun 2020, Pop Mart resmi melantai di Bursa Efek Hong Kong. Kini, nilai perusahaan tersebut diperkirakan mencapai US$40 miliar, dengan jaringan toko yang tersebar di berbagai negara di Asia, Oseania, hingga Eropa. Sementara itu, kekayaan pribadi Wang dan keluarga diperkirakan mencapai US$21,4 miliar menurut Forbes per 13 Juli 2025, lonjakan luar biasa dibandingkan saat ia pertama kali merintis Pop Mart 15 tahun lalu.
Perusahaan ini tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda melambat. Dengan hadirnya figurine viral seperti Labubu yang ikonik, para penggemar masih rela mengantre panjang demi mendapatkannya. Wang juga baru-baru ini dinobatkan sebagai orang terkaya ke-10 di China. Baik Wang maupun Pop Mart, keduanya tampak terus melaju menuju puncak.
Berbeda dengan para miliarder yang gemar pamer kemewahan, Wang dikenal lebih memilih untuk menginvestasikan kembali keuntungannya ke dalam ekosistem kekayaan intelektual (IP) Pop Mart, bukan untuk membeli barang-barang mewah. Kekayaannya pun terus berkembang. Pada tahun 2023, satu kolaborasi saja dengan merek mewah Moncler berhasil mendongkrak harga saham Pop Mart dan menambah US$200 juta ke kekayaannya hanya dalam waktu satu minggu.
Kekuatan Wang bukan sekadar pada penjualan mainan, melainkan pada kemampuannya menciptakan kelangkaan, membangun narasi yang digerakkan oleh seniman, dan membentuk budaya kolektor. Wang Ning tidak sekadar membangun sebuah perusahaan mainan, ia tengah menciptakan sebuah gerakan budaya.
Keberhasilan Pop Mart tidak hanya berasal dari kemasan yang menarik, tetapi juga dari pemahaman mendalam terhadap budaya estetika, psikologi kelangkaan, dan kekuatan cerita yang otentik. Sementara banyak merek besar mencoba meniru konsep ini namun gagal, Pop Mart terus berkembang dan memimpin pasar.
Apa yang Membuat Labubu Menjadi Fenomena Global?
Menurut psikoterapis Jordan Conrad dari Madison Park Therapy, daya tarik Labubu bukan terletak pada desainnya yang inovatif, melainkan pada unsur kelangkaannya. Rasa eksklusif inilah yang menjadikan mainan ini sangat diminati dan menjadi tren populer.
Dilansir dari Tatler Asia, di media sosial, para influencer dan selebritas kerap memamerkan koleksi Labubu mereka, bahkan sering memodifikasinya menjadi gantungan tas atau aksesori ransel yang unik. Beberapa edisi terbatas bahkan pernah terjual hingga US$170.000 di pelelangan.
Antusiasme luar biasa ini memicu efek berantai yang turut mendorong lonjakan harga saham Pop Mart secara signifikan.
Seorang psikoterapis yang berbasis di London Daren Banarse, meyakini daya tarik Labubu melampaui bentuk fisiknya. Lebih dari sekadar mainan, Labubu memberikan sebuah pengalaman, yakni kepuasan emosional dan rasa senang.
Baik Banarse maupun Conrad sepakat bahwa Labubu bukanlah simbol kekayaan dan tidak memiliki fungsi praktis. Namun, di tengah masa-masa penuh ketidakpastian, kehadirannya mampu menghadirkan kebahagiaan dan menciptakan rasa kebersamaan, terutama bagi mereka yang sedang merasa kesepian atau menghadapi tantangan pribadi.
- Riset Mengejutkan: Asisten AI Coding Justru Perlambat Programmer Berpengalaman
- Harga Sembako di DKI Jakarta Senin, 14 Juli 2025, Cabe Merah Besar (TW) Naik, Cabe Rawit Merah Turun
- Lirik Lagu dan Link Download ‘Hari Baru’ Jingle MPLS Ramah 2025
Seorang psikolog di Thrive Wellbeing Centre Sarah Rasmimenjelaskan konsep blind box pada Labubu, di mana pembeli tidak mengetahui versi mana yang akan mereka dapatkan, memicu mekanisme psikologis yang dikenal sebagai variable ratio reinforcement.
Unsur kejutan ini mendorong keinginan untuk terus membeli, dengan harapan mendapatkan figur tertentu. Proses ini meningkatkan kadar dopamin, yaitu neurotransmitter yang berperan dalam rasa senang, sehingga memperkuat sensasi kesenangan dalam “perburuan” bagi para penggemar Labubu.