
Mengeksplorasi Desa Ekowisata: Inspirasi Anak Muda untuk Mengaktualisasikan Kampung Halaman
- Ekowisata di desa tidak hanya soal menjual destinasi alam, tetapi juga membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya konservasi, budaya lokal, dan perekonomian yang inklusif.
Tren Inspirasi
JAKARTA - Sebagai generasi penerus, anak-anak muda di desa memiliki potensi besar untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di lingkungan mereka sendiri. Konsep ekowisata (eco-tourism) pada dasarnya mengintegrasikan pelestarian alam, pemberdayaan komunitas, dan pengalaman wisata yang edukatif serta berwawasan lingkungan.
Ekowisata di desa tidak hanya soal menjual destinasi alam, tetapi juga membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya konservasi, budaya lokal, dan perekonomian yang inklusif.
Dengan meneladani praktik ekowisata di sejumlah desa yang sudah berjalan, pemuda desa dapat mengambil ide, strategi, dan semangat kolaborasi untuk mengembangkan potensi lokal mereka.
- Di Balik Pendapatan US$1,3 Triliun Apple dari App Store, Ada 6 Fakta Mengejutkan Ini
- 7 Destinasi Wisata Paling Ikonik di Raja Ampat
- Pulau Gag di Persimpangan: Antara Tambang Nikel dan Kelestarian Alam Raja Ampat
Apa itu Ekowisata Desa?
Ekowisata desa adalah satu bentuk pariwisata berbasis masyarakat yang menekankan:
- Pelestarian Lingkungan: Aktivitas wisata dilakukan dengan meminimalkan dampak negatif terhadap alam, serta mendukung upaya konservasi flora, fauna, ekosistem, dan sumber daya alam sekitar desa.
- Pemberdayaan Komunitas Lokal: Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui partisipasi dalam pengelolaan, penyediaan layanan (akomodasi, pemandu wisata, kerajinan, kuliner), dan pembagian manfaat ekonomi secara adil.
- Pelestarian Budaya Lokal: Mengangkat kearifan lokal, tradisi, seni, tarian, bahasa, dan pengetahuan tradisional sebagai daya tarik, sekaligus mengedukasi wisatawan terhadap nilai-nilai tersebut.
- Edukasi dan Kesadaran: Memberi pengalaman edukatif bagi wisatawan tentang pentingnya konservasi lingkungan dan pelestarian budaya, sambil memperkenalkan kehidupan masyarakat desa.
- Pengelolaan Berkelanjutan: Merencanakan, memantau, dan mengelola kegiatan wisata agar dapat berjalan dalam jangka panjang tanpa mengorbankan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.
Prinsip-prinsip di atas sejalan dengan pengembangan desa wisata pada umumnya, namun pada ekowisata desa, fokus lebih kuat pada aspek konservasi alam dan pengalaman wisata berbasis alam yang terintegrasi dengan komunitas setempat
Manfaat Ekowisata Desa bagi Anak Muda
- Peluang Kewirausahaan
Anak muda dapat mengembangkan usaha kreatif: homestay ramah lingkungan, kuliner berbasis produk lokal, kerajinan tangan, atau layanan pemandu wisata berbasis interpretasi alam. Dengan konsep ekowisata, peluang ini tidak sekadar komersial, tetapi juga mengedepankan nilai konservasi dan budaya. - Pendidikan dan Skill
Terlibat dalam ekowisata membekali pemuda dengan berbagai keterampilan: manajemen pariwisata, marketing digital (untuk promosi destinasi secara online), kemampuan berbahasa asing, komunikasi lintas budaya, hingga pengetahuan tentang konservasi dan agroekologi. - Pelestarian Identitas Lokal
Dengan mempromosikan budaya dan alam desa, pemuda turut menjaga warisan leluhur dan identitas komunitas. Hal ini mencegah “brain drain” atau migrasi berlebih tanpa meninggalkan keterikatan pada desa. - Jaringan dan Kolaborasi
Ekowisata membuka kesempatan berjejaring dengan stakeholder—pemerintah daerah, LSM konservasi, universitas, hingga investor. Anak muda dapat membangun kolaborasi yang berdampak jangka panjang. - Kesadaran Lingkungan
Melalui pengelolaan ekowisata, pemuda akan semakin sadar akan isu lingkungan: perubahan iklim, kerusakan ekosistem, hingga pentingnya pengelolaan sampah dan energi terbarukan. Pemahaman ini dapat disebarkan lebih luas di komunitas desa.
Contoh Desa yang Mengusung Konsep Ekowisata di Indonesia
Berikut adalah beberapa contoh desa di Indonesia yang dikenal menerapkan prinsip ekowisata atau wisata pedesaan berkelanjutan. Data diambil dari berbagai sumber resmi sebagai titik awal informasi tentang praktik dan capaian.
1. Desa Penglipuran (Bali)
Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali, adalah salah satu contoh desa tradisional yang sukses mengembangkan wisata berkelanjutan dengan aspek budaya dan lingkungan yang kuat. Masyarakat mempertahankan arsitektur tradisional, pengolahan lahan berdasarkan konsep Tri Hita Karana (keseimbangan manusia, alam, dan spiritual), serta menjaga kebersihan desa hingga menjadi ciri khas daya tarik wisatawan.
- Capaian / Prestasi:
- Mendapatkan penghargaan Kalpataru pada tahun 1995 dari Pemerintah Indonesia atas upaya pelestarian hutan bambu di ekosistem local.
- Terkenal secara nasional dan internasional sebagai desa tradisional yang ramah lingkungan dan budaya yang terjaga.
- Praktik Ekowisata:
- Pelestarian Lingkungan: Pengelolaan sampah yang konsisten, pelestarian pohon bambu, dan penggunaan material ramah lingkungan untuk bangunan.
- Pelestarian Budaya: Rutin menggelar upacara adat, kesenian Bali (tari, gamelan), serta mengajak wisatawan belajar budaya secara partisipatif.
- Pemberdayaan Warga: Homestay dikelola oleh penduduk setempat, wisatawan ikut berinteraksi dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti berkebun atau belajar memasak makanan tradisional.
Inspirasi bagi pemuda: Belajar bagaimana menjaga tradisi sekaligus menciptakan nilai ekonomi. Anak muda bisa mengambil studi kasus ini untuk mengembangkan standar kebersihan, konservasi bambu, atau modul pelatihan bagi desa lain.
2. Desa Wisata Koanara (Flores, Nusa Tenggara Timur)
Desa Koanara, dekat kawasan Taman Nasional Kelimutu, mengusung pendekatan konservasi arsitektur tradisional serta pengembangan atraksi budaya. Penduduk memuseumkan rumah tradisional, menata jalur trekking, dan menyediakan homestay sederhana bagi wisatawan yang ingin mendaki Gunung Kelimutu atau mengeksplor ekosistem sekitar.
- Capaian / Prestasi:
- Diakui sebagai contoh konservasi rumah tradisional untuk tujuan wisata budaya oleh sejumlah studi dan Kementerian Pariwisata (umumnya disebutkan dalam laporan UNDP/WTO terkait desa wisata).
- Menjadi model bagi desa lain di Flores untuk menggabungkan konservasi budaya dengan atraksi alam.
- Praktik Ekowisata:
- Pelestarian Budaya: Rumah tradisional dijaga sebagai aset (direstorasi, museum desa) sehingga wisatawan dapat belajar langsung tentang arsitektur lokal.
- Atraksi Alam Berkelanjutan: Trekking ke Kelimutu dilakukan dengan pemandu lokal yang terlatih, menekankan etika pendakian, pengelolaan sampah, dan penghormatan terhadap alam.
- Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Homestay, warung makan, dan kerajinan tangan dijalankan oleh warga, hasil pendapatan dibagi merata sesuai mekanisme komunitas.
Inspirasi: Pemuda di daerah dengan atraksi alam dapat mencontoh Koanara dalam merangkai paket paket wisata berbasis konservasi bangunan tradisional dan interpretasi ekosistem lokal.
3. Desa Sade (Lombok, Nusa Tenggara Barat)
Desa Sade adalah kampung suku Sasak yang mempertahankan rumah tradisional, kain tenun, serta tradisi lokal. Meskipun lebih dikenal sebagai desa budaya, elemen ekowisata dapat dilihat dari pengelolaan sampah, penggunaan material lokal, dan skema wisata yang relatif skala kecil sehingga dampak lingkungan dan sosial dapat terjaga.
- Capaian / Prestasi:
- Sering dijadikan destinasi pembelajaran budaya untuk wisata domestik/internasional (umumnya muncul di laporan pariwisata NTB).
- Memberikan contoh pengelolaan homestay dan pemasaran tenun ikat secara berkelanjutan.
- Praktik Ekowisata:
- Pelestarian Budaya: Demonstrasi proses menenun tradisional, penjelasan filosofi motif, serta keterlibatan wisatawan dalam workshop tenun.
- Pengelolaan Lingkungan Sederhana: Warga mempraktikkan penggunaan sumber daya secara hemat (misalnya air dan energi), pantau limbah domestik, serta menjaga tata letak desa yang bersih.
- Pemberdayaan Komunitas: Anak muda dilibatkan sebagai pemandu, pengajar workshop, atau mengelola media sosial promosi desa, sehingga skill digital mereka terasah.
Inspirasi: Anak muda di desa lain dapat mengambil modul workshop keterampilan tradisional sebagai atraksi edukatif, diiringi pengelolaan lingkungan yang rapi.
4. Desa Wisata Wolotopo (Flores, Nusa Tenggara Timur)
Wolotopo mengintegrasikan atraksi alam (pemandangan laut), budaya lokal, dan kerajinan tenun ikat Flores. Homestay, restoran sederhana, hingga atraksi kebun dan dermaga perahu turut dikelola warga.
- Capaian / Prestasi:
- Disebut sebagai contoh pengembangan desa wisata dengan akomodasi yang dikelola komunitas, meski capaian spesifik (penghargaan) biasanya tercatat dalam laporan pemerintah daerah atau publikasi penelitian pariwisata
- Menjadi rujukan studi kasus untuk desa wisata lain di Flores.
- Praktik Ekowisata:
- Atraksi Alam & Budaya: Kombinasi trekking pantai, observasi ekosistem pesisir, workshop tenun, dan pertunjukan budaya lokal.
- Pengelolaan Lingkungan: Protokol konservasi pesisir, kegiatan penanaman mangrove atau pembersihan pantai, pengelolaan sampah plastik.
- Pemberdayaan Ekonomi: Warga terlibat langsung dalam operasional homestay, penyediaan makanan lokal, dan penyelenggaraan tur edukatif tentang ekosistem pesisir.
Inspirasi: Desa pesisir di daerah lain dapat meniru model Wolotopo dengan menekankan konservasi pesisir, ekowisata laut kecil-kecilan, plus budaya setempat.
5. Contoh Lain (Studi Umum dari Riset & Program Pemerintah)
Selain contoh konkret di atas, banyak desa di Indonesia yang berpotensi atau telah mulai mengusung ekowisata, misalnya desa dengan hutan pendidikan, desa dengan agrowisata organik (perkebunan kopi, buah, sayur), desa konservasi satwa (misalnya di Kalimantan/Sumatera), dan desa dengan potensi geowisata (gunung, gua, batuan unik). Beberapa program pemerintah (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; dan instansi terkait) rutin mengadakan pelatihan dan lomba desa wisata, di mana beberapa desa meraih penghargaan sebagai “Desa Wisata Terbaik” tingkat provinsi atau nasional.
- Contoh Atraksi Agrowisata Berbasis Konservasi: Desa kopi organik di Aceh atau Sumatera Utara yang menerapkan sistem agroforestry, mengajak wisata kopi edukatif, workshop memanen dan mengolah kopi, sambil menanam pohon peneduh untuk konservasi tanah dan habitat.
- Desa Hutan Pendidikan: Desa di wilayah Jawa atau Kalimantan yang membentuk jalur edukasi hutan bagi wisatawan/pelajar, dipandu pemuda setempat yang terlatih.
- Desa Konservasi Satwa: Misalnya desa di sekitar cagar alam atau suaka margasatwa, yang mengemas kunjungan berbasis interpretasi konservasi burung atau primata, dengan pengelolaan ketat agar gangguan minimal.
Meski capaian spesifik tiap desa bervariasi, umumnya yang berhasil mendapat penghargaan program desa wisata dari pemerintah daerah atau nasional, serta mendapatkan liputan media sebagai model desa berkelanjutan. Hal ini menandakan peluang nyata bagi pemuda untuk mencari dukungan (pendanaan, pelatihan, sertifikasi) melalui jalur pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat.
Capaian / Prestasi Umum Desa Ekowisata
Walaupun capaian spesifik berbeda pada tiap desa, beberapa prestasi yang sering disebutkan meliputi:
- Penghargaan Desa Wisata Terbaik: Penghargaan tingkat kabupaten/provinsi/nasional yang diberikan pemerintah (melalui Kemenparekraf atau Kementerian Desa) berdasarkan kriteria: kelestarian budaya, konservasi lingkungan, partisipasi masyarakat, inovasi atraksi, dan manajemen keuangan.
- Sertifikasi Pariwisata Berkelanjutan: Beberapa desa memperoleh sertifikat dari lembaga atau asosiasi pariwisata yang menilai aspek keberlanjutan (misal indikator green tourism atau eco-label).
- Kalpataru atau Penghargaan Lingkungan Lainnya: Seperti Desa Penglipuran yang meraih Kalpataru atas pelestarian hutan bambu.
- Pengakuan Media Nasional/Internasional: Liputan media cetak, televisi, atau portal online sebagai destinasi “wajib kunjung” atau contoh pariwisata berkelanjutan.
- Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat: Diukur bukan hanya pendapatan (bertambah), tetapi juga kualitas hidup: akses layanan publik, keterampilan, kesiapan menghadapi krisis (seperti pandemi), hingga kemampuan adaptasi dengan teknologi digital (promosi online, reservasi, virtual tour).
- Kolaborasi Riset dan Pendidikan: Beberapa desa menjadi lokasi riset perguruan tinggi atau pusat pelatihan konservasi, menandakan kapabilitas desa dalam mendukung studi ilmiah.
Prestasi-prestasi tersebut bukan tujuan akhir, tetapi cerminan bahwa model ekowisata dapat berjalan berkelanjutan jika komunitas solid, diikuti manajemen yang baik, dan dukungan eksternal (pemerintah, LSM, akademisi) tersedia.
Baca Juga: Inovasi Desain Penting untuk Siasati Menciutnya Rumah Subsidi
Langkah-Langkah dan Tips untuk Pemuda Desa Memulai/Mengembangkan Ekowisata
Berdasarkan praktik-praktik di desa-desa inspiratif, anak muda di desa dapat meniru desa-desa tersebut dengan melakukan hal-hal berikut:
- Pemetaan Potensi Lokal
- Inventarisasi aset alam (hutan, air terjun, pantai, pegunungan, lahan pertanian unik).
- Inventarisasi budaya: kesenian, tradisi upacara, kerajinan tangan, kuliner khas, cerita rakyat.
- Identifikasi pihak-pihak terkait: tokoh adat, pemerintah desa, pelaku usaha lokal, generasi tua sebagai pengetahuan tradisional.
- Pelatihan dan Capacity Building
- Ikuti pelatihan manajemen pariwisata berkelanjutan (bisa dari Pemda, Kemenparekraf, LSM konservasi).
- Pelajari dasar-dasar konservasi lingkungan: sistem pengelolaan sampah, air bersih, energi terbarukan sederhana (mis. panel surya untuk penerangan homestay).
- Keterampilan digital: pembuatan konten media sosial, website desa, booking online, fotografi/videografi destinasi.
- Pelatihan pemandu lokal: storytelling, interpretasi alam, safety dan pertolongan pertama.
- Perencanaan Bisnis Ekowisata
- Susun konsep paket wisata: misalnya trekking edukatif, workshop kerajinan, homestay, wisata kuliner berbasis produk lokal.
- Hitung biaya dan potensi pendapatan: pastikan skema berbagi hasil menguntungkan masyarakat (transparan, adil).
- Pertimbangkan kapasitas lingkungan: berapa banyak wisatawan per periode untuk menjaga kelestarian (carrying capacity).
- Rencanakan promosi dan branding: gunakan nama khas yang memuat unsur “ekowisata”, tagline yang catchy, dan visual yang menarik di media sosial.
- Kolaborasi dan Jaringan
- Libatkan instansi pemerintah desa dan kabupaten untuk mendapat dukungan regulasi, perizinan, dan fasilitas publik (jalan, sanitasi, DST).
- Cari mitra LSM atau universitas untuk pendampingan konservasi, riset potensi, evaluasi dampak.
- Bangun komunitas pemuda desa: buat kelompok kerja atau unit usaha bersama agar inisiatif tak hanya bergantung pada individu.
- Jalin kerja sama dengan agen perjalanan, platform digital, atau influencer yang sesuai untuk promosi.
- Pelaksanaan dan Monitoring
- Mulai dengan skala kecil (soft launching), evaluasi respons wisatawan dan dampak lokal.
- Kumpulkan feedback: survei kepuasan wisatawan, diskusi rutin dengan warga tentang efek kegiatan (ekonomi, sosial, lingkungan).
- Terapkan sistem pemantauan kelestarian: misalnya catat volume sampah, kondisi ekosistem (flora/fauna), dan perubahan perilaku masyarakat.
- Fleksibel menyesuaikan paket atau protokol sesuai temuan lapangan (misalnya menambah rambu konservasi, memperbaiki fasilitas sanitasi, atau mengatur jadwal kunjungan).
- Peningkatan Berkelanjutan
- Kembangkan inovasi baru: misalnya virtual tour edukasi untuk pasar jauh, produk olahan inovatif dari hasil alam (oleh anak muda kreatif).
- Pertahankan dan perkuat narasi konservasi di setiap aktivitas: agar wisatawan memahami pentingnya keberlanjutan.
- Dokumentasi: buat rekaman foto/video berkala untuk portofolio dan laporan perkembangan desa.
- Rencanakan adaptasi menghadapi perubahan iklim atau krisis (misalnya pandemi): diversifikasi kegiatan, penguatan ekonomi lokal non-wisata jika tiba-tiba kunjungan menurun.
Kisah Inspiratif Anak Muda yang Berperan Aktif
Walaupun tidak disebut per nama individu karena data spesifik seringkali berada di laporan internal desa atau platform berita lokal, umumnya kisah inspiratif pemuda desa meliputi:
- Mendirikan Komunitas Digital Desa, yang mengelola website dan media sosial untuk mempromosikan ekowisata, membuat konten video, virtual tour 360°, atau kampanye #VisitDesaAku.
- Mengorganisir Pelatihan Konservasi untuk warga, seperti workshop pembuatan kompos, daur ulang plastik, budidaya tanaman endemik, atau penanaman pohon.
- Menjadi Pemandu Ekowisata berlisensi (jika ada pelatihan resmi), mengasah kemampuan menjelaskan nilai ekosistem, budaya, dan etika berwisata.
- Inovasi Produk Lokal Bernilai Tambah: misalnya olahan pangan tradisional dengan kemasan ramah lingkungan, kerajinan yang memadukan motif tradisional dan tren modern, hingga souvenir yang bercerita tentang keunikan desa.
- Melakukan Riset Kolaboratif dengan universitas: memetakan potensi biodiversitas, membuat modul edukasi bagi wisatawan, atau mempublikasikan hasil riset untuk meningkatkan kredibilitas desa.
- Mengembangkan Event Tematik Berbasis Alam dan Budaya: festival budaya, lomba fotografi alam desa, lomba lari lintas alam (trail running), atau workshop fotografi satwa/flora lokal.
Keterlibatan pemuda seperti di atas tidak hanya memberikan nilai ekonomi langsung, tetapi juga memperkuat rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap kelestarian jangka panjang desa.
- Harga Ethereum Melonjak 40 Persen saat Bitcoin Turun, Ini Penyebabnya
- Beda Arah Ara dan Fahri Hamzah Soal Rumah Subsidi
- Link Live Streaming Timnas Indonesia Vs China di Kualifikasi Piala Dunia 2026, Cek Rekor dan Skuad Kunci
Kesimpulan
Ekowisata desa membuka peluang besar bagi anak-anak muda di desa untuk berkontribusi langsung pada pelestarian lingkungan dan budaya sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan meneladani contoh-contoh sukses seperti Desa Penglipuran (Balinese tradition + Kalpataru 1995) dan model konservasi arsitektur di Koanara, Sade, Wolotopo, pemuda dapat merancang inisiatif lokal yang sesuai potensi desa masing-masing.
Kunci keberhasilan adalah: partisipasi komunitas, perencanaan yang matang, manajemen berkelanjutan, serta promosi digital yang efektif.