
Mengapa Apple Masih Tak Bisa Lepas dari China?
- China hingga kini menjadi satu-satunya negara yang mampu menyediakan ekosistem manufaktur elektronik terintegrasi dalam skala sangat besar.
Tren Global
JAKARTA - Meskipun gencar mengumumkan strategi diversifikasi produksi ke India, Vietnam, bahkan Amerika Serikat, raksasa teknologi Apple Inc. tampaknya masih belum bisa lepas dari jerat ketergantungannya pada China. Dari sisi manufaktur, rantai pasok, hingga pasar konsumen, Negeri Tirai Bambu tetap menjadi simpul vital dalam ekosistem bisnis Apple.
China hingga kini menjadi satu-satunya negara yang mampu menyediakan ekosistem manufaktur elektronik terintegrasi dalam skala sangat besar. Kawasan industri seperti Shenzhen dan Guangdong menjadi rumah bagi ratusan pemasok komponen penting, dari baterai, casing logam, hingga modul layar sentuh yang memungkinkan Apple memproduksi jutaan unit iPhone secara cepat dan efisien.
Pada tahun 2025, 60% komponen iPhone masih berasal dari China. Meski Apple menargetkan produksi 20% iPhone di India, varian premium seperti iPhone Pro Max tetap bergantung pada kapasitas produksi tinggi China.
Upah buruh di China juga tetap kompetitif, berkisar 30–50% lebih murah dibanding AS, menjadikan biaya produksi iPhone jauh lebih ekonomis. Jika iPhone diproduksi penuh di Amerika Serikat, harga jualnya bisa melonjak dari $999 menjadi sekitar $1.350 per unit, menurut simulasi biaya terbaru.
- Tarif Trump, Apakah Langganan Netflix dan Spotify Tetap Jadi Prioritas?
- Tarif AS Jadi 19%, Indonesia Unggul di ASEAN, Siap Serap Investasi
Relokasi Produksi Tak Semudah Klaim Publik
Apple menghadapi sejumlah kendala teknis dalam upaya relokasinya. Pabrik chip TSMC di Arizona, yang menjadi andalan dalam strategi produksi dalam negeri AS, baru beroperasi penuh pada 2027-2030. Sementara itu, Apple masih bergantung pada 19 miliar unit chip dari China untuk memenuhi permintaan global pada 2025.
Di India, Apple memang meningkatkan kapasitas produksi, tetapi belum bisa menandingi kualitas dan efisiensi China. Tingkat defect produk iPhone buatan India masih 2,1% pada kuartal I 2025, lebih tinggi dibanding China yang hanya 0,8%. Belum lagi infrastruktur logistik dan tenaga kerja yang belum sepenuhnya siap.
Politik juga menjadi faktor besar, ancaman tarif dari Presiden Donald Trump, yang bisa mencapai 25% untuk produk yang tidak dirakit di AS, justru menciptakan dilema baru bagi Apple karena merusak margin keuntungan tanpa memberikan solusi jangka pendek.
Ketergantungan pada Pasar Konsumen China
Tak hanya sebagai pusat produksi, China juga merupakan salah satu pasar konsumen terbesar Apple. Pada tahun fiskal 2025, negara ini menyumbang sekitar 16-18% dari total pendapatan Apple, atau setara dengan $66 miliar.
Meskipun Apple sempat kehilangan pangsa pasar karena tekanan dari Huawei dan regulasi ketat, diskon besar-besaran dan subsidi dari pemerintah China mampu membalikkan tren penurunan penjualan.
Namun, Apple masih tertahan dalam peluncuran fitur Apple Intelligence karena belum mendapat izin dari regulator China. Tanpa kehadiran fitur AI, produk Apple kalah bersaing dari produsen lokal seperti Huawei yang sudah mengintegrasikan kecerdasan buatan berbasis teknologi dalam negeri.
Situasi geopolitik yang memanas antara AS dan China semakin menambah kompleksitas posisi Apple. Meskipun beberapa produk konsumen seperti iPhone sempat dikecualikan dari tarif tinggi, tarif kumulatif 145% atas barang asal China tetap menjadi ancaman serius.
- Tarif Trump, Apakah Langganan Netflix dan Spotify Tetap Jadi Prioritas?
- Tarif AS Jadi 19%, Indonesia Unggul di ASEAN, Siap Serap Investasi
Sebagai strategi mitigasi, Apple memangkas margin keuntungan hingga 0,8% pada 2025 atau setara $3,3 miliar demi mempertahankan harga produk tetap kompetitif. Langkah ini hanya dimungkinkan karena Apple memiliki cadangan kas besar—sekitar $80 miliar per tahun.
Ketergantungan Apple pada China bukan semata persoalan biaya, melainkan karena efisiensi skala besar dan keterpaduan sistem produksi yang belum bisa ditandingi negara lain.
Kemampuan memproduksi hingga 2 juta unit iPhone per hari di China tidak dapat direplikasi dalam waktu dekat oleh negara lain. Dukungan pemerintah China berupa subsidi langsung ke konsumen, seperti potongan 500 yuan untuk pembelian iPhone, juga membantu menjaga daya saing Apple di pasar domestik.
Selain itu, relasi timbal balik antara Apple dan lebih dari 200 pemasok di China menciptakan ekosistem industri yang saling bergantung dan sulit dipindahkan.