
Mendamba Demokratisasi di Perusahaan Transportasi Berbasis Aplikasi, Mungkinkah?
- Perusahaan transportasi berbasis aplikasi atau transportasi online didorong mendemokratisasi pengelolaannya sebagai solusi jangka panjang terhadap bisnis jasa tersebut. Hal itu menyusul polemik antara aplikator dan pengemudi ojek online (ojol) yang terus berulang tanpa ada titik temu.
Transportasi dan Logistik
JAKARTA—Perusahaan transportasi berbasis aplikasi atau transportasi online didorong mendemokratisasi pengelolaannya sebagai solusi jangka panjang terhadap bisnis jasa tersebut. Hal itu menyusul polemik antara aplikator dan pengemudi ojek online (ojol) yang terus berulang tanpa ada titik temu.
Terkini, ratusan ribu driver ojol di berbagai daerah di Indonesia menggelar mogok massal bertajuk Aksi 205 pada Selasa, 20 Mei 2025. Mereka menuntut pemotongan komisi dibatasi menjadi maksimal 10%, revisi skema tarif penumpang yang tidak berkeadilan, hingga mendorong RUU Transportasi Online.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, mengatakan konflik berkepanjangan antara driver ojol dan aplikator adalah bukti ketidakberdayaan pemerintah pada entitas bisnis.
“Demonstrasi berulang kali digelar tapi selalu kembali ke masalah yang sama. Pengemudi ojol dan tenant UMKM tetap saja dalam kondisi tidak berdaya,” ujar Suroto dalam keterangannya kepada TrenAsia.com, Rabu, 21 Mei 2025.
Perlu Solusi Fundamental
Pihaknya melihat perusahaan transportasi online sangat dominan dalam menentukan biaya jasa dan potongan tarif yang dibebankan pada mitra ojol. Jika hal ini terus terjadi, imbuhnya, potensi konflik akan terus berulang di jasa ride hailing.
“Butuh solusi yang permanen dan fundamental untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan antara driver ojol dan aplikator,” ujarnya. Suroto mendorong upaya demokratisasi dalam pengelolaan perusahaan ojek online sehingga mitra hingga konsumen memiliki keterlibatan dalam kebijakan aplikator.
Menurut dia, demokratisasi dapat dilakukan dengan menuntut pemerintah memberikan bagian saham perusahaan penyedia aplikasi kepada pengemudi ojol, tenant, pekerja logistik, call center hingga konsumen. “Sebab hukumnya jelas, apa yang tidak kita miliki itu tidak mungkin dapat kita kendalikan,” tutur lelaki yang juga pegiat koperasi tersebut.

Dengan demokratisasi, Suroto mengatakan rapat umum perusahaan akan menjadi tempat yang paling menentukan dalam pembuatan kebijakan. Aplikator, imbuhnya, tak lagi bisa semena-mena menetapkan tarif dan potongan tanpa transparansi dan keadilan. “Tarif ditentukan bersama, keuntungan dibagi bersama dan beban ditanggung bersama,” ujar dia.
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sejatinya sudah memulai inisiatif memberikan sejumlah sahamnya pada mitra ojol lewat program Saham Gotong Royong. Program yang dirilis seiring initial public offering (IPO) GOTO pada 2022 itu membagikan hampir 1 miliar saham untuk sekitar 600 ribu mitra driver Gojek.
Adapun saham GOTO yang beredar sekitar 1,2 triliun lembar. Kepemilikan saham yang seupil praktis tak memberikan posisi tawar pada mitra ojol. Informasi yang dihimpun TrenAsia.com, GOTO mengeluarkan dana hingga Rp310 miliar untuk bagi-bagi saham tersebut. Saat pembagian, harga per lembar saham GOTO sebesar Rp388 per lembar.
Baca Juga: Ojol Matikan Aplikasi, Seberapa Besar Kontribusi Mitra Driver untuk UMKM dan Ekonomi Nasional?
Kini harga per lembar saham GOTO nyungsep di angka Rp70 per lembar. Sempat meraih penghargaan internasional dari Fast Company pada 2023, belum diketahui kelanjutan program Saham Gotong Royong saat ini.