SSIA_-_kota_industri.jpg
Tren Pasar

Membongkar Harta Karun SSIA: Alasan di Balik Aksi Borong Prajogo dan Djarum

  • Aksi saling 'rebut' saham ini terjadi di saat kinerja SSIA secara umum masih mencatatkan kerugian. Ini tentu membuat investor bertanya: apa 'harta karun' yang mereka lihat? Mari kita bedah enam poin penting di balik fenomena ini.

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA – Saham emiten properti PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) tengah menjadi sorotan utama di bursa. Harganya terus melesat, di mana pada perdagangan hari ini, Kamis, 17 Juli 2025, sahamnya bertengger di level Rp2.590, setelah dalam sebulan terakhir melejit lebih dari 96%.

Kenaikan eksponensial tersebut didorong oleh dua investor paling berpengalaman di Indonesia. Pada Selasa, 15 Juli 2025, Prajogo Pangestu melalui PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) tercatat memborong 284,85 juta lembar saham, membuatnya kini menggenggam 6,05% saham SSIA.

Tidak hanya Prajogo Pangestu, pada akhir bulan lalu, Grup Djarum melalui kendaraan investasinya, PT Dwimuria Investama Andalan, juga terus menambah porsi kepemilikannya menjadi 5,89%. Aksi borong yang dilakukan hampir serentak ini menjadi validasi kuat atas prospek cerah perusahaan.

Namun menariknya, ada juga pemain besar yang justru melakukan aksi sebaliknya. Henan Putihrai Asset Management tercatat melepas 10 juta lembar saham SSIA, menunjukkan adanya pandangan yang berbeda di antara para manajer investasi profesional.

Aksi saling 'rebut' saham ini terjadi di saat kinerja SSIA secara umum masih mencatatkan kerugian. Ini tentu membuat investor bertanya: apa 'harta karun' yang mereka lihat? Mari kita bedah enam poin penting di balik fenomena ini.

1. Fondasi Keuangan Super Sehat

Daya tarik pertama dan paling fundamental dari SSIA adalah kondisi neraca keuangannya yang sangat kokoh. Di tengah kondisi ekonomi yang menantang, perusahaan ini memiliki 'bantalan' keamanan yang sangat tebal untuk bertumbuh dan berekspansi.

Kekuatan utamanya terletak pada tingkat utang yang sangat rendah, dengan rasio utang terhadap modal (DER) hanya 0,35x. Likuiditasnya juga sangat baik dengan quick ratio 2,76x, artinya perusahaan punya banyak aset lancar untuk membayar kewajiban jangka pendeknya.

Meskipun laba bersihnya masih dalam proses pemulihan, fondasi keuangan yang kuat ini memberikan perusahaan 'amunisi' yang lebih dari cukup untuk mendanai semua rencana ekspansinya ke depan dengan aman.

2. Valuasi Menarik dan Rapor Profitabilitas Unik

Jika kita bedah, 'rapor' keuangan SSIA menunjukkan gambaran yang sangat kontras. Di satu sisi, neraca keuangannya terlihat sangat sehat dan kuat, yang mungkin menjadi salah satu alasan para raksasa ini tertarik untuk masuk.

Namun, jika kita melihat sisi profitabilitasnya, ceritanya menjadi lebih kompleks. Meskipun net profit margin terlihat tinggi di 21,29%, operating profit margin-nya atau keuntungan dari bisnis utama ternyata sangat tipis, hanya 0,59%.

Ini mengindikasikan bahwa laba bersih yang besar kemungkinan besar bukan berasal dari aktivitas bisnis inti, melainkan dari pos-pos non-operasional. Arus kas per saham yang negatif juga menjadi sinyal peringatan mengenai efisiensi pengelolaan kas perusahaan.

Dari sisi valuasi, saham SSIA juga tergolong mahal dengan rasio Price to Earnings (PER) di level tinggi 52,14x. Ini menunjukkan pasar sudah menghargai saham ini jauh di atas kinerja laba operasionalnya saat ini.

3. Penjualan Lahan dan Uang di Muka Ratusan Miliar

Pilar bisnis properti, terutama penjualan lahan industri, menjadi salah satu 'mesin uang' utama SSIA. Unit bisnis utamanya, PT Suryacipta Swadaya (SCS), melaporkan kenaikan pendapatan sebesar 10,5% pada kuartal pertama tahun ini.

Pertumbuhan ini terutama didorong oleh kenaikan penjualan lahan di Suryacipta Karawang yang naik 31,4% menjadi Rp88 miliar. Lebih penting lagi, perusahaan juga memiliki backlog atau 'uang di muka' dari penjualan lahan yang belum dibukukan sebesar Rp325,4 miliar.

4. (Konstruksi): Laba Melejit, Tapi Ada 'Catatan Merah'

Anak usaha SSIA di bidang konstruksi, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), menunjukkan kinerja yang sangat cemerlang. Pendapatan konsolidasiannya naik 24,4% secara tahunan, dan laba bersihnya bahkan berhasil meroket 46,1%.

Info saja, emiten yang menggunakan kode saham NRCA terus mendapatkan proyek-proyek besar dan strategis. Beberapa di antaranya adalah pembangunan Pabrik Baru AHM di Cikarang dan pekerjaan infrastruktur di Subang Smartpolitan.

Namun, ada satu 'catatan merah' yang perlu dicermati oleh para investor. Perolehan kontrak baru NRCA pada kuartal pertama ini justru tercatat turun 49,1% dibandingkan tahun sebelumnya, yang bisa menjadi indikasi adanya potensi perlambatan.

5. (Perhotelan & Aset Digital): Beban vs. 'Permata Tersembunyi'

Beban utama yang menekan kinerja SSIA secara konsolidasi datang dari bisnis perhotelan. Sektor ini mengalami penurunan pendapatan hingga 57,3% akibat tingkat keterisian kamar di beberapa hotel utama mereka yang menurun.

Namun, di dalam portofolio SSIA, ada satu 'permata tersembunyi' yaitu platform penyewaan properti Travelio.com. Platform ekonomi digital ini terus bertumbuh pesat dan didukung oleh investor-investor teknologi kelas dunia seperti Temasek dan Samsung Ventures.

Hingga akhir Maret 2025, Travelio telah mengelola lebih dari 15.472 unit apartemen dan mencatatkan pertumbuhan Gross Merchandise Value (GMV) sekitar 14% secara tahunan, menunjukkan potensi besar dari aset digital ini.

6. Jadi, Apa Harta Karun yang Dilihat Para Raksasa?

Setelah membedah semuanya, kita bisa mulai menebak apa yang ada di pikiran para investor besar. Kemungkinan besar, mereka tidak terlalu fokus pada kinerja operasional jangka pendek yang masih berjuang atau valuasi yang terlihat mahal.

Mereka melihat gambaran yang lebih besar: sebuah perusahaan dengan neraca keuangan super sehat (utang rendah & kas tebal), yang memiliki bisnis inti properti industri dan konstruksi yang bertumbuh, serta memiliki 'harta karun' berupa aset digital (Travelio) dengan potensi pertumbuhan tinggi.

Mereka bertaruh pada nilai jangka panjang dari aset-aset produktif ini (sum-of-the-parts). Ini adalah sebuah strategi investasi yang membedakan investor institusional dari investor ritel yang seringkali hanya melihat angka laba-rugi sesaat.