
Membedah Peran Sentral Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran
- Dalam sistem teokrasi Iran, posisinya sebagai pemimpin tertinggi adalah sumber kekuasaan utama yang membentuk wajah negara dalam dan luar negeri.
Tren Global
JAKARTA - Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, dilaporkan menolak rencana Israel untuk membunuh Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei.
Penolakan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa Iran belum secara langsung membunuh warga negara AS, menurut keterangan dari pejabat senior pemerintah Amerika.
Keputusan ini menunjukkan adanya batas tertentu dalam kerja sama keamanan antara kedua negara, meskipun keduanya dikenal memiliki hubungan strategis yang erat.
Komunikasi antara pejabat tinggi Amerika Serikat dan Israel dikabarkan berlangsung intens setelah Israel melakukan serangan besar terhadap Iran yang berkaitan dengan program nuklirnya.
Dalam prosesnya, Israel sempat mengemukakan adanya peluang untuk melakukan aksi pembunuhan terhadap Khamenei. Namun, rencana tersebut tidak memperoleh restu dari Gedung Putih.
Meskipun tidak jelas apakah penolakan tersebut disampaikan langsung oleh Trump, diketahui bahwa ia secara rutin berkomunikasi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Netanyahu enggan mengomentari secara langsung laporan tersebut.
Ia menyatakan bahwa banyak laporan media yang tidak akurat, dan menegaskan bahwa Israel akan terus mengambil tindakan yang dianggap perlu demi keamanan nasionalnya.
“Ada banyak laporan palsu tentang percakapan yang tidak pernah terjadi, dan saya tidak akan membahasnya,” ujar Netanyahu dalam komentarnya, dikutip Foxnews, Senin, 16 Juni 2025.
Seberapa Besar Peran Ayatullah Iran?
Ayatullah Ali Khamenei, merupakan Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran sejak tahun 1989. Seorang Ayatullah memegang posisi paling berpengaruh dalam struktur pemerintahan Iran.
Sebagai pemimpin spiritual dan politik tertinggi, Khamenei memiliki otoritas yang luas, mencakup bidang militer, kehakiman, media, hingga kebijakan luar negeri.
Peran Ayatullah Khamenei tak hanya simbolik. Berdasarkan Konstitusi Iran, Pemimpin Tertinggi (Wilayat al-Faqih) memiliki kekuasaan lebih tinggi dari presiden.
Ia menunjuk kepala pasukan bersenjata, pengadilan tertinggi, dan dewan penyiaran negara. Selain itu, ia memiliki kekuatan untuk mengesahkan atau membatalkan keputusan strategis presiden dan parlemen.
Dalam bidang militer, Khamenei adalah panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Iran, termasuk Garda Revolusi Islam (IRGC) yang berperan besar dalam kebijakan regional dan pertahanan negara.
Dukungan atau arahannya sangat menentukan respons Iran terhadap isu-isu seperti sanksi internasional, konflik di Timur Tengah, dan program nuklir nasional.
Ayatullah Khamenei juga memegang pengaruh besar dalam politik domestik. Ia mengawasi pemilihan umum melalui Dewan Wali (Guardian Council), yang anggotanya dipilih atau disetujui olehnya. Dewan ini memiliki kewenangan untuk menyaring kandidat presiden, parlemen, dan lembaga-lembaga lainnya.
Selama beberapa dekade, Khamenei telah membentuk arah ideologis dan politik Iran dalam menghadapi tekanan internasional, serta mempertahankan sistem pemerintahan berbasis Islam Syiah.
Ia dikenal keras terhadap pengaruh Barat, namun juga mengatur diplomasi strategis seperti kesepakatan nuklir JCPOA (meskipun dengan kritik keras terhadap AS).
Pengaruhnya tetap kuat meski usianya kini menginjak 85 tahun. Dalam transisi kepemimpinan mendatang, siapa yang akan menggantikannya menjadi pertanyaan besar, mengingat posisi tersebut sangat menentukan masa depan Iran secara politik, sosial, dan keagamaan.
Ayatullah Ali Khamenei bukan sekadar pemuka agama, melainkan tokoh sentral yang memegang kendali penuh atas arah kebijakan Iran. Dalam sistem teokrasi Iran, posisinya sebagai Pemimpin Tertinggi adalah sumber kekuasaan utama yang membentuk wajah negara dalam dan luar negeri.