
Membandingkan Sistem Pendidikan Amerika vs Indonesia: Kenapa Murid di Sana Lebih Siap Jadi Founder?
- Di Indonesia, siswa lebih sering mengejar nilai dan mengikuti perintah—mirip kultur buruh. Lalu, sistem mana yang lebih relevan dengan dunia modern? Yuk, kita bedah bareng.
Tren Leisure
JAKARTA, TRENASIA.ID - Kenapa banyak startup sukses lahir dari Amerika, sementara di Indonesia jumlah pendirinya masih bisa dihitung jari? Jawabannya bisa jadi ada di sistem pendidikan.
Di Amerika, sejak bangku sekolah siswa sudah terbiasa membuat proyek, memecahkan masalah, dan bahkan pitching ide bisnis.
Sementara di Indonesia, siswa lebih sering mengejar nilai dan mengikuti perintah—mirip kultur buruh. Lalu, sistem mana yang lebih relevan dengan dunia modern? Yuk, kita bedah bareng.
Perbedaan Fundamental Sistem Pendidikan Amerika dan Indonesia
Di permukaan, sekolah di mana pun memang punya tujuan serupa: mencerdaskan anak bangsa. Tapi kalau dilihat lebih dalam, metode dan pendekatannya jauh berbeda antara Amerika dan Indonesia.
Amerika: Pendidikan Berbasis Proyek yang Mendorong Inovasi
Salah satu ciri khas sistem pendidikan di Amerika adalah project-based learning atau pembelajaran berbasis proyek. Sejak usia dini, murid diajak untuk:
- Menyelesaikan masalah nyata
- Bekerja sama dalam tim
- Presentasi di depan publik
- Membangun solusi dengan pendekatan kreatif
Misalnya, di tingkat SMP saja, murid bisa diminta membuat rencana bisnis sederhana, mendesain produk, bahkan belajar coding. Di SMA, banyak yang sudah mulai ikut kompetisi inovasi, atau membuat startup kecil-kecilan dengan bimbingan guru.
Hasilnya? Mental untuk jadi founder atau pencipta solusi sudah terbentuk sejak dini.
Indonesia: Fokus pada Nilai, Ujian, dan Kepatuhan
Sebaliknya, pendidikan di Indonesia masih sangat berorientasi pada hasil akhir berupa nilai ujian. Siswa diajarkan untuk:
- Menghafal materi pelajaran
- Mengikuti perintah guru secara ketat
- Takut salah dan jarang diberikan ruang berdebat
- Fokus ke Ujian Nasional dan masuk perguruan tinggi
Akibatnya, siswa cenderung menjadi pasif dan reaktif, bukan proaktif. Kemandirian dalam berpikir masih minim, dan kemampuan problem-solving seringkali baru diasah ketika sudah memasuki dunia kerja.
Baca Juga: Potensi Donasi RI Tembus Rp600 T, Bisa Biayai 3 Juta Beasiswa LPDP!
Kenapa Sistem Pendidikan Amerika Lebih Mendorong Jadi Founder?
1. Membangun Growth Mindset Sejak Dini
Di Amerika, gagal adalah bagian dari proses belajar. Murid diajarkan untuk menerima kegagalan sebagai umpan balik, bukan aib. Ini yang membentuk growth mindset, alias pola pikir berkembang. Ini penting banget buat dunia startup, di mana kegagalan adalah bagian dari perjalanan.
Sementara itu, di Indonesia, gagal seringkali dianggap memalukan. Nilai rendah bisa jadi momok besar, bahkan bisa memicu tekanan dari keluarga. Ini menumbuhkan fixed mindset—takut mencoba hal baru karena takut gagal.
2. Kurikulum yang Fleksibel dan Eksploratif
Di Amerika, siswa bisa memilih mata pelajaran yang sesuai minat dan bakat, bahkan sejak SMA. Ada pelajaran wirausaha, desain produk, hingga teknologi. Mereka didorong untuk menjelajah banyak hal sebelum akhirnya memilih jalur karier.
Bandingkan dengan Indonesia, di mana jurusan IPA dan IPS masih jadi penentu masa depan. Kurikulum relatif kaku, dan pelajaran kewirausahaan—kalau pun ada—lebih banyak teori daripada praktik.
3. Dukungan Ekosistem Pendidikan yang Kolaboratif
Sekolah-sekolah di Amerika sering bekerja sama dengan industri dan komunitas lokal. Mereka menghadirkan mentor, menyediakan internship, dan membuka akses ke laboratorium teknologi. Inilah yang membuat ide siswa tidak hanya berhenti di kelas, tapi bisa berkembang di dunia nyata.
Indonesia mulai mengarah ke sana, tapi masih terbatas di sekolah-sekolah unggulan atau swasta dengan biaya tinggi.
Dampak Nyata: Founder Amerika Melimpah, Indonesia Tertinggal
Data menunjukkan, lebih dari 50% startup unicorn dunia lahir di Amerika, didirikan oleh anak muda yang semasa sekolahnya sudah akrab dengan tantangan nyata. Mereka tidak takut gagal, terbiasa mempresentasikan ide, dan memiliki akses ke teknologi.
Menurut data terbaru dari berbagai indeks global seperti Global Unicorn Index serta laporan Dealroom atau Startup Guru Lab, Indonesia memiliki sekitar 10 unicorn startup pada tahun 2025, dari total lebih dari 1.550 unicorn di seluruh dunia
Kalau dihitung persentasenya secara kasar, kontribusi Indonesia terhadap kelahiran unicorn global:
- 10 unicorn dari Indonesia ÷ 1.550 unicorn global = 0,6%.
Artinya, kurang dari 1% unicorn lahir di Indonesia — ini sangat berbeda dibandingkan Amerika Serikat yang menyumbang hampir sekitar 780 unicorn.