
Memahami Delirium, Gejala Baru Covid-19
JAKARTA – Delirium disebut sebagai salah satu tanda peringatan dini infeksi Covid-19 pada orang dewasa yang lebih tua. Gejala baru itu menjadi temuan penting dalam penelitian yang baru terbit pada 19 November 2020. Dari 817 pasien lebih tua yang terjangkit Covid-19, sebanyak 226 pasien mengalami delirium. Delirium menjadi gejala keenam yang paling umum terjadi pada […]
Gaya Hidup
JAKARTA – Delirium disebut sebagai salah satu tanda peringatan dini infeksi Covid-19 pada orang dewasa yang lebih tua.
Gejala baru itu menjadi temuan penting dalam penelitian yang baru terbit pada 19 November 2020. Dari 817 pasien lebih tua yang terjangkit Covid-19, sebanyak 226 pasien mengalami delirium.
Delirium menjadi gejala keenam yang paling umum terjadi pada seseorang yang terinfeksi Covid-19. Sebanyak 37 pasien bahkan mengalami delirum sebagai gejala utama Covid-19.
Sebelumnya, gejala paling umum seseorang terinfeksi Covid-19 yakni demam, batuk kering, dan kelelahan. Adapun, gejala kurang umum antara lain sakit tenggorokan, diare, sakit kepala, kehilangan rasa atau bau, dan ruam pada kulit.
Apa Itu Delirium?
Penelitian tersebut mendefinisikan delirium seabgai keadaan kebingungan akut, ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, disorientasi, kurangnya perhatian, dan gangguan kognitif lain. Delirium ini umumnya mempengaruhi orang tua.
Sementara, merujuk pada Medical News Today, delirium adalah perubahan tiba-tiba pada fungsi mental seseorang yang meliputi cara berpikir dan perilaku atau tingkat kesadarannya. Perubahan ini sering kali memengaruhi daya ingat dan konsentrasi.
Para ahli medis belum sepenuhnya memahami delirium, tetapi tampaknya delirium terkait dengan usia yang lebih tua, penarikan alkohol, dan kondisi medis tertentu. Orang yang berusia di atas 70 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena delirium.
Disinyalir ada hubungan antara delirium dan kesehatan yang kurang baik, seperti perawatan di rumah sakit yang cukup lama, penurunan kognitif yang lebih cepat, dan kemungkinan lebih tinggi terkena demensia.
Para ahli medis tidak mengetahui secara pasti penyebab delirium. Namun, kemungkinan disebabkan radang otak, ketidakseimbangan neurotransmiter, dan stres kronis.
Penyebab delirium bisa meliputi:
- infeksi seperti pneumonia dan infeksi saluran kemih
- ketidakseimbangan kadar asetilkolin atau dopamin
- tumor otak
- trauma kepala
- gagal ginjal atau hati
- penyalahgunaan alkohol, obat, atau obat-obatan terlarang
- obat-obatan tertentu, seperti obat tekanan darah, pil tidur, dan obat penenang
- paparan zat beracun
- kurang tidur yang ekstrim
Jenis dan Gejala
Dokter dapat mendiagnosis orang dengan salah satu dari tiga jenis delirium yang memiliki gejala berbeda. Pertama, delirium hipoaktif, yakni orang kemungkinan merasa lelah atau depresi atau bergerak lebih lambat dari biasanya.
Jenis kedua yakni delirium hiperaktif. Pada jenis ini orang mungkin merasa gelisah, atau agresif. Dan, jenis ketiga delirium campuran, yakni orang secara bergantian antara keadaan hipoaktif dan hiperaktif.
Beberapa orang yang mengigau tidak mengalami gejala fisik apa pun. Dokter akan menyebut bentuk delirium ini sebagai delirium tanpa gejala motorik.
Semua jenis delirium dapat mencakup gejala berikut:
- kebingungan atau disorientasi
- hilang ingatan
- bicara cadel atau kesulitan berbicara secara koheren
- kesulitan berkonsentrasi
- halusinasi
- perubahan pola tidur
- perubahan mood atau kepribadian