
Liburan ke Karimunjawa Kini Bisa Terbang Pakai Susi Air
- Maskapai Susi Air membuka rute reguler ke Karimunjawa dan Bandung–Yogyakarta. Akses makin cepat, potensi pariwisata dan ekonomi lokal diprediksi meningkat tajam.
Tren Ekbis
JAKARTA – Maskapai penerbangan perintis Susi Air kembali menarik perhatian publik, khususnya para pelaku industri pariwisata domestik. Kali ini, maskapai yang identik dengan pesawat kecil dan rute terpencil tersebut membuka jalur penerbangan reguler menuju Kepulauan Karimunjawa, destinasi wisata bahari unggulan Jawa Tengah yang selama ini dikenal indah tetapi sulit dijangkau.
Selama bertahun-tahun, wisatawan yang ingin menikmati pasir putih dan laut jernih di Karimunjawa harus menempuh perjalanan darat ke Jepara, lalu bergantung pada kapal cepat yang rawan dibatalkan jika cuaca buruk. Alternatif lewat udara pun selama ini terbatas, tidak reguler, dan hanya tersedia pada momen-momen tertentu.
Namun sejak Jumat, 4 Juli 2025, Susi Air resmi meluncurkan penerbangan reguler dari dan ke Semarang serta Yogyakarta menuju Bandara Dewadaru, yang terletak di pulau utama Karimunjawa. Jadwal penerbangan ditetapkan tiga kali seminggu, yakni setiap Senin, Jumat, dan Minggu, menjadikan perjalanan ke Karimunjawa lebih singkat—hanya sekitar 40 hingga 60 menit—dan jauh lebih mudah diakses dibanding sebelumnya.
Kehadiran jalur udara ini disambut hangat oleh para pelaku pariwisata setempat. Tak hanya mempercepat waktu tempuh, penerbangan ini diyakini mampu mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan serta membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat lokal, mulai dari sektor perhotelan, makanan, hingga logistik dan layanan darurat.
Tak berhenti di Karimunjawa, Susi Air juga membuka rute baru lainnya yang dinilai strategis, yakni Bandung–Yogyakarta melalui Bandara Adisutjipto. Rute ini menyasar wisatawan antarkota di Pulau Jawa yang kerap mencari alternatif cepat untuk bepergian tanpa harus terjebak kemacetan di jalur darat atau menunggu jadwal kereta api. Pada musim libur atau akhir pekan, jalur Bandung–Jogja sering kali penuh sesak, dan kehadiran pesawat kecil yang efisien ini menjadi solusi menarik.
Segmen penumpang yang disasar pun beragam, mulai dari pelancong yang ingin melakukan perjalanan singkat ke kota budaya seperti Jogja, wisatawan mancanegara yang memerlukan konektivitas cepat antarkota, hingga para pelaku bisnis yang mengandalkan mobilitas tinggi.
Sebagai maskapai, Susi Air memang memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan pemain besar seperti Garuda Indonesia atau Lion Air. Maskapai ini mengusung model bisnis perintis yang mengandalkan armada kecil seperti Cessna Grand Caravan dan Pilatus Porter, yang mampu mendarat di landasan pendek, terpencil, bahkan di daerah yang belum tersentuh maskapai komersial lainnya. Rute yang dilayani pun kerap kali berada di wilayah yang tidak menguntungkan secara komersial, tetapi vital secara sosial dan logistik.
Dengan fleksibilitas tinggi, Susi Air kerap menjadi satu-satunya jembatan udara bagi kawasan terisolasi. Dari pedalaman Papua, gugusan pulau kecil di Maluku dan Nusa Tenggara Timur, hingga wilayah perbatasan di Kalimantan Utara, maskapai ini memainkan peran penting dalam membuka akses dan menggerakkan roda kehidupan masyarakat.
Langkah ekspansi ke Karimunjawa dan Bandung–Jogja menunjukkan bahwa Susi Air mulai mengincar potensi besar di sektor pariwisata, terutama di destinasi yang sedang tumbuh. Selain dua rute tersebut, Susi Air juga melayani jalur seperti Semarang–Cepu untuk mendukung industri migas, Bali–Lombok dan Bali–Bima untuk kebutuhan wisata, serta Bandung–Jakarta yang cocok bagi pelaku usaha yang mencari moda transportasi cepat.
Tren pariwisata yang kini semakin menyebar ke luar destinasi utama seperti Bali dan Yogyakarta menjadi peluang besar bagi Susi Air. Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang tertarik mengeksplorasi tempat-tempat baru yang masih alami, sepi, namun indah—dan untuk itu, konektivitas menjadi kunci utama.
Dengan membuka rute-rute ini, Susi Air tidak hanya menjadi penghubung antarwilayah, tetapi juga turut mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata, meningkatkan akses logistik, dan memperkuat ekosistem transportasi udara di Indonesia yang selama ini masih terkonsentrasi pada kota-kota besar.