PT Bank Central Asia Tbk 2.jpg
Tren Pasar

Laba BBCA Tumbuh Solid, Tapi Kamu Perlu Cermati Lampu Kuning Ini

  • Di balik laba solid BBCA yang tumbuh 8%, ada 'lampu kuning' pada kualitas kredit. Apa artinya dan investor ritel harus bagaimana?

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA,TRENASIA.ID – PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) baru saja merilis rapor kinerjanya untuk semester I-2025. Emiten raksasa ini berhasil membukukan laba bersih yang solid sebesar Rp29 triliun, atau tumbuh 8% secara tahunan (year on year).

Kinerja ini secara umum sejalan dengan ekspektasi pasar dan didorong oleh pertumbuhan laba operasional sebelum provisi (PPOP) yang sehat. Mesin bisnis inti BBCA terbukti masih berjalan dengan sangat kuat dan efisien di tengah tantangan ekonomi.

Namun di balik angka laba yang solid tersebut, ada beberapa catatan penting mengenai kualitas aset dan langkah antisipatif manajemen. Lantas, seperti apa potret lengkapnya? Mari kita bedah tuntas lima poin kunci dari laporan keuangan BBCA.

1. Rapor Laba Bersih: Tumbuh Solid Sesuai Ekspektasi

BBCA membukukan laba bersih Rp29 triliun pada semester I-2025, tumbuh 8% secara tahunan dan 5% secara kuartalan. Kinerja ini sejalan dengan estimasi analis, mencapai 50% dari target setahun penuh, menunjukkan performa yang sesuai jalur.

Kekuatan utama datang dari laba operasional sebelum provisi (PPOP) yang tumbuh kuat 9%. Hal ini ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih (NII) sebesar 7% dan pendapatan non-bunga yang juga tumbuh solid sebesar 11%.

2. Pertumbuhan Kredit Merata, Tapi Akan Melambat

Penyaluran kredit bruto tercatat masih tumbuh kuat sebesar +13% secara tahunan. Pertumbuhan ini ditopang oleh hampir semua segmen, menunjukkan ekspansi bisnis yang merata di berbagai lini pinjaman yang dimiliki oleh bank.

Segmen korporasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar +16% YoY, diikuti oleh segmen komersial +13% dan UMKM +11%. Segmen konsumer tumbuh paling lambat, yaitu sebesar +8% YoY, sebuah sinyal adanya potensi perlambatan.

Manajemen BBCA mempertahankan guidance pertumbuhan kredit yang lebih konservatif di 6-8% untuk setahun penuh. Hal ini mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan kredit yang kencang di semester pertama diperkirakan akan mengalami normalisasi di semester kedua.

3. Lampu Kuning Kualitas Aset & Kenaikan Provisi

Sinyal kewaspadaan utama datang dari kualitas aset. Rasio kredit bermasalah atau NPL Gross tercatat naik ke level 2,2%pada kuartal kedua, dari sebelumnya 2,0%. Penurunan kualitas ini terutama terjadi pada segmen pinjaman UKM dan konsumer.

Sebagai respons, manajemen mengambil langkah proaktif dengan menaikkan beban provisi secara signifikan sebesar +43% YoY. Langkah ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap kondisi makroekonomi yang dinilai masih penuh ketidakpastian oleh pihak manajemen.

Langkah kehati-hatian ini juga terlihat dari rasio Loan at Risk (LAR) yang meskipun terus membaik ke level 5,7%, masih dipantau secara ketat. Rasio cakupan LAR kini berada di level 69%, menunjukkan pencadangan yang memadai.

4. Fondasi Pendanaan & Valuasi yang Kokoh

Kekuatan utama BBCA tetap pada fondasi pendanaannya yang murah. Rasio dana murah (CASA) masih sangat tinggi di level 83%, menjaga Cost of Funds (CoF) tetap rendah di 1,2%, meskipun sedikit mengalami kenaikan.

Dengan dana pihak ketiga yang tumbuh 6% YoY, rasio pinjaman terhadap simpanan atau Loan-to-Deposit Ratio (LDR) tercatat naik menjadi 81%. Kenaikan LDR ini turut membantu menjaga margin bunga bersih (NIM) tetap stabil di 5,8%.

Dari sisi valuasi, saham BBCA diperdagangkan pada P/B 3,8x, sejalan dengan rata-rata 10 tahunnya. Sementara P/E di level 18,0x, lebih rendah dari rata-rata historisnya di 21,3x, mengindikasikan valuasi yang masih wajar.

5. Pandangan Para Analis: Kompak 'Buy' Meski Hati-hati

Meskipun ada sinyal kehati-hatian, para analis dari berbagai sekuritas ternama tetap kompak memberikan pandangan optimistis. Tim Riset Stockbit Sekuritas menyoroti langkah proaktif manajemen menaikkan guidance biaya pencadangan (CoC) sebagai sikap yang bijak.

Analis Mandiri Sekuritas, Kresna Hutabarat dan Boby Kristanto Chandra, juga mempertahankan rekomendasi "Buy" dengan target harga Rp11.000. Mereka menilai momentum pertumbuhan kredit tetap solid dan tren perbaikan kualitas aset (NPL & LAR) masih terus berlanjut.

Pandangan serupa datang dari analis Indo Premier Sekuritas, yang dipimpin oleh Jovent Muliadi. Mereka juga merekomendasikan "Buy", dengan alasan utama pertumbuhan PPOP yang kuat dan kualitas aset yang masih terbaik di sektor perbankan.