
Kurban Bukan Sekadar Tradisi, Ini Cara Bijak Membagikan Daging Kurban
- Ibadah kurban bukan cuma soal menyembelih hewan dan membagikan daging. Lebih dari itu, kurban adalah bentuk ibadah yang sarat nilai tanggung jawab sosial.
Tren Leisure
JAKARTA – Ibadah kurban bukan cuma soal menyembelih hewan dan membagikan daging. Lebih dari itu, kurban adalah bentuk ibadah yang sarat nilai tanggung jawab sosial.
Apalagi di bulan Zulhijah, ketika Iduladha dirayakan umat Islam sebagai momen besar untuk berbagi dan meneladani keikhlasan Nabi Ibrahim AS.
Namun, masih banyak pertanyaan muncul seputar tata cara pembagian daging kurban. Siapa yang berhak menerima? Bolehkah sebagian dijual? Dan bagaimana memastikan kurban tak kehilangan esensi spiritualnya?
- Menguat Rp14.000 per Gram, Cek Harga Emas Antam Hari Ini
- Jelang Iduladha, Begini Cara Turunkan Kolesterol Tinggi akibat Daging Berlebih
- Dari SPG hingga Live Streaming, Ini Berbagai Inovasi Pemasaran Hewan Kurban untuk Tarik Pembeli
Berikut panduan membagikan daging kurban dengan benar, ala Dompet Dhuafa:
Tiga Porsi: Diri Sendiri, Fakir Miskin, dan Kerabat
Syariat Islam membagi hasil kurban menjadi tiga bagian:
- Pertama sepertiga untuk keluarga: Boleh dikonsumsi shohibul kurban dan keluarga, selama kurban itu bukan nadzar.
- Sepertiga untuk fakir miskin: Ini porsi wajib. Prioritaskan mereka yang benar-benar membutuhkan.
- Sepertiga untuk kerabat dan tetangga: Tak harus miskin. Tujuannya mempererat hubungan sosial dan silaturahmi.
Tak Semua Boleh Dijual
Daging, kulit, maupun bagian tubuh hewan kurban tidak boleh diperjualbelikan oleh yang berkurban. Termasuk menjadikannya sebagai “upah” untuk panitia penyembelihan.
Namun jika daging telah diberikan kepada orang lain (mustahik), mereka boleh menjualnya karena sudah menjadi miliknya. Intinya, selama masih dalam tanggung jawab shohibul kurban, semuanya harus diniatkan sebagai bentuk ibadah, bukan sumber keuntungan.
Maka, hukumnya tidak dapat dibenarkan untuk menjual daging kurban. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al Hajj: 28)
Etika Distribusi: Jangan Hanya Simbolik
Dalam berkurban ada adab penting yang tak boleh dilupakan, pertama niat karena Allah, hindari niat pamer atau formalitas. Dua, distribusi tepat sasaran, di mana harus memastikan penerima adalah orang yang layak.
Lalu tidak merendahkan, berikan dengan sikap penuh hormat dan tanpa kesan mengasihani. Dan jangan memonopoli artinya kurban bukan ajang membagikan ke orang-orang dekat saja.
Makna Besar di Balik Kurban
Lebih dari sekadar tradisi tahunan, kurban adalah latihan jiwa, mengorbankan ego, harta, dan kemelekatan duniawi demi kebaikan yang lebih besar. Maka, saat membagikan daging kurban, kita sejatinya sedang memperkuat ikatan sosial, membangun keadilan pangan, sekaligus menjalankan perintah Tuhan dengan tulus.
Ingat, tujuan utama dari kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah dan berbagi rezeki dengan sesama. Jadi, pastikan setiap langkahmu dalam berkurban tetap dalam jalur yang diridai.