Konpers Kinerja PT Pertamina (Persero), Graha Pertamina.jpg
Tren Ekbis

Kurangi Impor LPG, Pertamina Genjot Produksi Domestik dan Perluas Jaringan Gas

  • Sepanjang 2024, kinerja keuangan Pertamina tetap solid di tengah dinamika sektor energi global. Perseroan mencatatkan laba bersih sebesar US$3,13 miliar atau sekitar Rp49,54 triliun sepanjang tahun 2024.

Tren Ekbis

Debrinata Rizky

JAKARTA Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri membeberkan strategi perusahaan dalam mengurangi defisit neraca migas nasional yang disumbang oleh tingginya impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Di sisi lain, Simon juga memastikan bahwa Indonesia masih memiliki potensi produksi yang bisa dimaksimalkan untuk menghadapi defisit migas.  Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), selama Januari-Mei 2024 sektor migas mengalami defisit US$8,07 miliar.

Simon mengatakan kebutuhan LPG nasional saat ini mencapai lebih dari 8 juta metrik ton per tahun, sementara produksi dalam negeri hanya sekitar 1,6 juta ton. 

Sehingga, untuk menutupi kesenjangan itu, Indonesia perlu melakukan impor LPG dari negara lain.“Untuk menutupi gap itu kita perlu impor,” ujarnya dalam Konpers Kinerja Pertamina di Grha Pertamina pada Jumat, 13 Juni 2025.

Pertamina saat ini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meningkatkan produksi LPG domestik. Potensi tambahan produksi sebesar 1 juta metrik ton diperkirakan masih bisa digarap, sehingga total produksi bisa mencapai 2,6 juta ton per tahun.

Selain meningkatkan produksi, Pertamina juga fokus pada dua strategi lain, yakni mendorong pemanfaatan Dimethyl Ether (DME) sebagai bahan bakar alternatif dan memperluas jaringan gas rumah tangga.

Namun, Simon mengakui perluasan jaringan gas menghadapi tantangan, terutama di wilayah kepulauan. Meskipun di Jawa dan Sumatera, penambahan jargas diyakini dapat membantu menghadirkan energi alternatif bagi kebutuhan rumah tangga.

“Kita targetkan 200.000 sambungan rumah tangga per tahun. Saat ini yang terealisasi baru sekitar 60.000,” ungkapnya.

Kinerja 2024 

Sepanjang 2024, kinerja keuangan Pertamina tetap solid di tengah dinamika sektor energi global. Perseroan mencatatkan laba bersih sebesar US$3,13 miliar atau sekitar Rp49,54 triliun sepanjang tahun 2024. Dalam laporan keuangan terbarunya, Pertamina juga membukukan pendapatan hingga US$75,33 miliar sekitar Rp1.194 triliun dan EBITDA senilai US$10,79 miliar setara Rp171,04 triliun.

Kinerja positif ini turut didukung oleh produksi migas yang tembus 1 juta barel setara minyak per hari. Capaian ini menjadikan Pertamina sebagai penyumbang utama produksi migas nasional—yakni 69% untuk minyak dan 37% untuk gas.

Transisi Energi Pertamina

Sebagai perusahaan energi nasional, Pertamina tidak hanya fokus pada sektor migas, tetapi juga aktif dalam mendukung agenda transisi energi menuju masa depan rendah karbon. Pertamina telah mengelola berbagai sumber energi bersih dan terbarukan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam sektor panas bumi (geothermal), Pertamina mengelola 13 wilayah kerja, menjadikannya salah satu pemain utama dalam pengembangan geothermal nasional. Di sektor pembangkit, Pertamina juga mengoperasikan PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap) serta PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), dengan total kapasitas terpasang mencapai 2.502,12 Megawatt.

Pertamina juga menjadi pionir dalam produksi biofuel berstandar tinggi. Produk seperti B35—campuran biodiesel 35%—telah menjadi bagian dari solusi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, Pertamina mulai memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dan Pertamax Green 95, varian bahan bakar rendah emisi yang dirancang untuk mesin modern.