court-hammer-books-judgment-law-concept.jpg
Perbankan

Korupsi BJB dan Bank Jatim Terkuak, OJK 'Beres-beres' BPD

  • Tak hanya mengandalkan internal, OJK juga menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperkuat sistem pencegahan korupsi. Kerja sama ini difokuskan pada identifikasi titik-titik rawan korupsi dalam proses bisnis perbankan.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA — Kasus korupsi kembali mencoreng wajah perbankan daerah. Terbaru, dugaan penyelewengan dana iklan di Bank BJB dan skandal kredit fiktif di Bank Jatim menjadi sorotan publik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun angkat bicara terkait upaya penguatan pengawasan terhadap Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa kegiatan usaha Lembaga Jasa Keuangan (LJK), termasuk BPD, memang rentan terhadap risiko fraud atau kecurangan.

“Kegiatan usaha LJK dapat terpapar risiko terjadinya fraud yang berdampak kerugian baik kepada industri jasa keuangan maupun kepada masyarakat,” ujar Dian melalui jawaban tertulis, dikutip Selasa, 29 April 2025.

Ia menegaskan pentingnya penguatan pada dua sisi, yakni internal lembaga dan pengawasan eksternal, guna meminimalisasi terjadinya tindak fraud.

Penguatan Sistem Pengendalian Internal Melalui Strategi Anti-Fraud

Dian menjelaskan bahwa OJK telah mendorong seluruh LJK, termasuk BPD, untuk memperkuat sistem pengendalian internal mereka. Hal ini dilakukan melalui penerapan Strategi Anti-Fraud sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2024.

“Penguatan dilakukan pada sistem pengendalian internal melalui penerapan strategi anti-fraud. Ini menjadi bagian penting untuk mencegah potensi penyimpangan dari dalam,” jelasnya.

Strategi ini mencakup pencegahan, deteksi, investigasi, serta tindak lanjut atas indikasi fraud, sehingga lembaga keuangan dapat membangun budaya kerja yang transparan dan berintegritas.

Fokus Pengawasan Khusus untuk Cegah Korupsi di BPD

Di sisi pengawasan, OJK juga meningkatkan pendekatan dengan metode yang lebih terfokus. Menurut Dian, pengawasan dilakukan melalui pendekatan berbasis risiko dan fokus pada area-area rawan fraud.

“Koordinasi pengawasan dan pengawasan dengan fokus tertentu senantiasa dilakukan untuk meminimalisir fraud pada LJK, termasuk BPD,” kata Dian.

Dengan pendekatan ini, OJK berupaya mengidentifikasi potensi penyimpangan lebih awal dan mengambil langkah pencegahan yang tepat sebelum menimbulkan kerugian besar.

OJK Gandeng KPK Identifikasi Titik Rawan Korupsi

Tak hanya mengandalkan internal, OJK juga menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperkuat sistem pencegahan korupsi. Kerja sama ini difokuskan pada identifikasi titik-titik rawan korupsi dalam proses bisnis perbankan.

“Dalam meningkatkan koordinasi kelembagaan, OJK juga berkoordinasi dengan KPK dalam mengidentifikasi simpul kerawanan korupsi,” ungkap Dian.

Melalui kolaborasi ini, OJK berharap potensi terjadinya tindak pidana korupsi di sektor perbankan, khususnya di lingkungan BPD, dapat ditekan secara signifikan.

Evaluasi dan Tindak Lanjut Jadi Prioritas

Dengan munculnya kasus-kasus korupsi yang melibatkan bank daerah, OJK kini menempatkan evaluasi dan penguatan pengawasan sebagai prioritas utama. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap prosedur yang telah ada, tetapi juga terhadap efektivitas implementasi strategi anti-fraud di setiap institusi.

Langkah-langkah ini diharapkan mampu membangun kembali kepercayaan publik terhadap BPD yang memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah.

Skandal Kredit Fiktif Bank Jatim: Kerugian Mencapai Rp569,4 Miliar

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta mengungkap skandal kredit fiktif di Bank Jatim Cabang Jakarta. Fitri Kristiani, pegawai dari Bun Sentoso (pemilik PT Indi Daya Group), resmi ditetapkan sebagai tersangka keempat pada 4 Maret 2025. 

Penetapan ini menambah daftar tersangka yang sebelumnya sudah mencakup Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, Benny; Direktur PT Indi Daya Rekapratama, Agus Dianto Mulia; dan Bun Sentoso sendiri.

Fitri berperan aktif dalam memfasilitasi manipulasi dokumen dan pelaporan proyek fiktif. Ia bertugas menyiapkan identitas dan perusahaan nominee yang digunakan untuk mengajukan kredit modal kerja, mendampingi analis kredit saat verifikasi lokasi, hingga membuat laporan progres proyek yang tidak pernah ada.

Investigasi mengungkap bahwa sejak awal 2025, sebanyak 65 kredit utang dan 4 kredit kontraktor dicairkan menggunakan jaminan dari perusahaan BUMN palsu. Total nilai kredit mencapai Rp569,4 miliar. Proyek-proyek yang dijanjikan tidak pernah terealisasi.

Benny selaku Kepala Cabang Bank Jatim diduga memfasilitasi proses pencairan dengan mengabaikan ketentuan perbankan. Penyidik Kejati juga menggeledah beberapa lokasi penting, termasuk rumah dan kantor Bun Sentoso, dan menemukan sejumlah dokumen penting terkait praktik korupsi tersebut.

Korupsi Dana Iklan Bank BJB: Rp222 Miliar Dana Nonbudgeter

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka konstruksi perkara dugaan korupsi dana iklan oleh Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB). Lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp222 miliar.

Lima tersangka dalam kasus ini adalah:

  • Yuddy Renaldi (mantan Direktur Utama Bank BJB)
  • Widi Hartoto (Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB)
  • Kin Asikin Dulmanan (Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri)
  • Suhendrik (Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE)
  • Raden Sophan Jaya Kusuma (Pengendali PT CKSB dan CKMB)

 

Antara 2021 hingga pertengahan 2023, Bank BJB menggelontorkan dana promosi sebesar Rp409 miliar. Namun, hanya sekitar Rp100 miliar yang digunakan untuk iklan riil, sementara Rp222 miliar diduga dikorupsi dan digunakan sebagai dana nonbudgeter.

Yuddy dan Widi disebut sengaja menyusun dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berbentuk fee agensi, bukan nilai pekerjaan sebenarnya, guna menghindari proses lelang. Proses pengadaan juga dilakukan dengan penunjukan langsung dan manipulasi data penyedia.

KPK telah menggeledah sedikitnya 12 lokasi, termasuk rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Beberapa dokumen serta deposito senilai Rp70 miliar diamankan untuk penyidikan lebih lanjut.