
Kopdes Merah Putih Ancam Bank Himbara Senasib BUMN Karya? Ini Solusi Ekonom
- Ekonom khawatir kebijakan Koperasi Desa Merah Putih mengakibatkan Bank BUMN bernasib sama seperti BUMN Karya era Jokowi. Mampukah perbankan nasional menanggung beban program populis ini?
Tren Pasar
JAKARTA – Sebuah program raksasa dari pemerintah, Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih, bersiap untuk memulai masa uji cobanya pada 19 Juli 2025. Program ambisius ini bertujuan untuk memperkuat ekonomi desa dengan membentuk hingga 80.000 koperasi di seluruh Indonesia.
Di balik tujuan mulianya, skema pendanaan program ini cukup membuat para pelaku pasar menahan napas. Bank-bank BUMN yang tergabung dalam Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) diwajibkan untuk mengucurkan kredit dengan nilai total yang sangat fantastis.
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar bagi para investor, terutama pemegang saham bank-bank BUMN. Apakah program ini akan menjadi sumber pertumbuhan baru, atau justru menjadi 'beban' yang berisiko menggerus keuntungan di masa depan?
- Menguat, Harga Emas Antam Hari ini jadi Segini
- Gold’s Gym Tutup, Berikut 9 Cara Memilih Membership Gym yang Tepat
- Saat Pasar Goyang, JP Morgan Justru Borong BBRI
1. Apa Itu Program Kopdes Merah Putih?
Pertama, mari kita pahami dulu apa itu Kopdes Merah Putih. Ini adalah program inisiatif pemerintah untuk membangun sebuah ekosistem ekonomi yang terintegrasi di level desa, dengan koperasi sebagai pilar utamanya dan ditargetkan beroperasi resmi pada 28 Oktober 2025.
Setiap Kopdes didorong untuk memiliki berbagai unit usaha yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar. Unit usaha tersebut mencakup hal-hal esensial seperti gerai sembako, apotek desa, klinik desa, unit simpan pinjam, hingga layanan logistik dan fasilitas cold storage.
2. Bagaimana Skema dan Jaminan Pendanaan?
Untuk mendanai puluhan ribu koperasi ini, pemerintah mewajibkan bank-bank Himbara untuk memberikan plafon kredit hingga Rp3 miliar per koperasi. Pinjaman ini akan diberikan dengan bunga yang sangat rendah, yaitu hanya sebesar 6% per tahun.
Dengan target 80.000 unit Kopdes, maka total dana yang berpotensi dikucurkan oleh Himbara bisa mencapai Rp241 triliun. Sebuah angka yang sangat masif yang kabarnya akan menggunakan plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sudah ada.
Pemerintah juga telah menyiapkan 'jaring pengaman' untuk risiko ini. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan bahwa dana desa akan menjadi jaminan jika terjadi gagal bayar oleh koperasi yang menerima pinjaman dalam program tersebut.
3. Pandangan Kritis Ekonom
Di tengah optimisme pemerintah tersebut, Ekonom INDEF dan Chief Economist BPP HIPMI, Ariyo Irhamna, mengapresiasi niat pemerintah mengangkat kembali peran koperasi. Namun, ia mengingatkan bahwa membangun 80.000 unit dalam waktu singkat adalah target yang sangat ambisius dan berisiko.
Menurutnya, jika hanya fokus pada kuantitas tanpa diiringi pembinaan SDM dan tata kelola yang baik, koperasi bisa menjadi lembaga kosong. Ia khawatir skema pendanaan ini bisa membuat bank BUMN senasib seperti BUMN Karya di era sebelumnya.
"Bukan tidak mungkin, Bank BUMN dapat senasib seperti BUMN karya di rezim Jokowi yang dipaksa membangun proyek infrastruktur tanpa perencanaan dan studi kelayakan yang baik," ujar Ario dalam keterangannya pada Selasa, 8 Juli 2025.
4. Tiru Model Sukses dari Luar Negeri
Alih-alih membentuk puluhan ribu unit baru dari nol, Ariyo menyarankan solusi yang lebih realistis dan terukur. Menurutnya, fokus seharusnya ada pada penguatan koperasi-koperasi yang sudah ada dan terbukti berjalan baik dan sehat selama ini.
Ia mengusulkan model di mana bank Himbara (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk) membentuk Badan Usaha Koperasi Sekundersebagai anak usaha. Badan usaha ini kemudian akan merangkul, membina, dan menyalurkan pembiayaan ke koperasi-koperasi primer yang sudah teruji.
Model seperti ini, menurutnya, telah terbukti sukses di negara lain. Ia mencontohkan Rabo Bank di Belanda yang berawal dari koperasi pertanian, serta Desjardins Group di Kanada, yang keduanya tumbuh menjadi raksasa keuangan berbasis koperasi.
5. Waspadai Eksekusi dan Tekanan Margin
Kekhawatiran serupa juga datang dari para analis pasar modal, seperti yang diungkapkan oleh Tim Research Stockbit Sekuritas. Dari kacamata investor, faktor penentu keberhasilan program ini adalah eksekusi dan pengelolaannya di lapangan yang harus berjalan dengan baik.
Meskipun ada jaminan dari Dana Desa, masalah dalam penyaluran dan pengawasan tetap bisa menimbulkan ketidakpastian yang akan memengaruhi kinerja saham perbankan. Selain itu, ada potensi tekanan terhadap profitabilitas atau Net Interest Margin (NIM) bank.
Tim Research Stockbit Sekuritas juga menambahkan pandangannya terhadap pasar saham secara umum. "Pada pasar saham, penguatan diprediksi berlanjut tetapi secara lebih terbatas,” tulis mereka dalam publikasi risetnya pada Senin, 7 Juli 2025.
6. Peluang atau Bom Waktu?
Untuk itu, bagi Anda yang memegang saham bank BUMN, program ini adalah sentimen dua sisi yang wajib dipantau secara ketat. Ini bisa menjadi sebuah peluang besar, namun di saat yang sama juga bisa menjadi 'bom waktu' jika tidak dikelola dengan benar.
Jika program ini berhasil dieksekusi dengan baik, penyaluran kredit masif ini bisa menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perbankan. Namun, jika eksekusinya bermasalah, ini berisiko menjadi sumber kredit macet yang akan membebani laporan keuangan bank.
Untuk saat ini, sikap terbaik adalah wait and see. Perhatikan bagaimana pemerintah merilis aturan main yang lebih detail, bagaimana uji coba program ini berjalan mulai 19 Juli, dan yang terpenting, pantau terus angka NPL perbankan di kuartal-kuartal berikutnya.