
Kontroversi Wilmar Group: dari Korupsi Sawit hingga Beras Oplosan
- Setelah terseret kasus korupsi ekspor sawit, nama Wilmar Group kembali mencuat kali ini dalam kontroversi beras oplosan yang merugikan jutaan konsumen.
Tren Ekbis
JAKARTA – Setelah terseret kasus korupsi ekspor sawit, nama Wilmar Group kembali mencuat kali ini dalam kontroversi beras oplosan yang merugikan jutaan konsumen. Polisi kini memeriksa empat produsen besar, salah satunya Wilmar Group pemilik merek populer seperti Sania, Sovia, dan Fortune. Selain Wilmar, ada juga Food Station dan PT Belitang Panen Raya yang diselidiki.
Temuan di lapangan pun bikin tercengang. Dari 268 merek beras yang diuji, 85% tak sesuai standar mutu. Lebih dari 60% dijual di atas harga eceran tertinggi (HET). Bahkan sekitar 20% kemasan ditemukan tidak sesuai timbangan. Artinya, bukan cuma kualitas yang dikorbankan harga dan berat pun dimanipulasi demi meraup untung.
Produksi Beras Naik, Harga Kok Tetap Tinggi?
Kasus ini mencuat di tengah stok beras nasional yang justru melimpah. Menurut data FAO, panen tahun ini mencapai 35 juta ton. Menteri Pertanian sendiri bilang tak ada kelangkaan, masalahnya murni “penyimpangan”. Akibat ulah segelintir pihak yang memainkan harga dan kualitas di belakang layar, kerugian rakyat ditaksir mencapai hampir Rp99 triliun. Sebuah angka yang fantastis untuk sebuah komoditas kebutuhan pokok.
Yang bikin miris, ini bukan kali pertama nama Wilmar Group terseret kasus hukum. Sebelumnya mereka pernah terlibat dalam pusaran kasus korupsi ekspor sawit. Kini kembali bermasalah di sektor beras. Pada Juni 2025, perusahaan membayar US$725 juta atau setara dengan Rp11,8 triliun sebagai jaminan di tengah persidangan korupsi termasuk tuduhan suap untuk pengurusan izin ekspor sawit tahun 2022 .
Dalam kasus tersebut, tiga hakim dan seorang panitera didakwa menerima suap Rp60 miliar untuk membebaskan Wilmar. Negara pun menarik gugatan dan menahan jaminan tersebut. Kini, setelah urusan korupsi dan beras oplosan, reputasi Wilmar kembali mendapat sorotan tajam.
Berikut daftar perusahaan dan merek beras yang diduga melakukan pelanggaran mutu dan takaran :
1. Wilmar Group : Sania, Sovia dan Fortune
2. PT Food Station Tjipinang Jaya : FS Japonica, FS Setra Ramos, FS Beras Sego Pulen, FS Sentra Wangi, Alfamart Sentra Pulen, hingga Indomaret Beras Pulen Wangi.
3. PT Belitang Panen Raya, yakni untuk kualitas premium ada Raja Ultima, Raja Platinum, RajaKita, sementara kualitas ekonomis ada merek RAJA.
4. Japfa Group yaitu merek Ayana.
- Baca Juga: Dugaan Kartel Minyak Goreng, Ini Daftar 27 Perusahaan yang Dilaporkan Ada Musim Mas hingga Wilmar
Siapa Pemilik Wilmar Group?
Keberadaan Wilmar Group tak lepas dari Martua Sitorus, yang kini sudah tidak lagi bergabung dalam grup tersebut. Martua Sitorus kembali ramai jadi perbincangan setelah Wilmar Group, perusahaan sawit global yang ia bidani, terseret kasus korupsi izin ekspor minyak goreng senilai Rp11,8 triliun.
Martua Sitorus lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara 18 Februari 1960, Martua sempat menjadi loper koran dan penjual udang demi membiayai sekolahnya. Pertemuannya dengan pengusaha kayu asal Malaysia tersebut membuka kesempatan untuk membalik nasibnya sedikit demi sedikit, ke arah yang lebih baik.
Pertemuan itu menghasilkan ide bisnis untuk pengolahan kelapa sawit. Martua yang kuliah di Universitas HKBP Nommensen Medan kemudian merintis bisnis sawit kecil-kecilan.
Hingga pada 1991, dia bersama Kuok Khoon Hong membentuk perusahaan. Perusahaan pertama yang dibentuk adalah Wilmar Trading Pte Ltd. yang memiliki modal disetor sebesar 100.000 dolar Singapura dan hanya punya lima karyawan.
Perusahaan ini pun diberi nama Wilmar Internasional yang diambil dari gabungan nama depan mereka William dan Martua, Wil-Mar. Korporasi ini akhirnya membawa Martua pengusaha menjadi kelas kakap.
Martua Sitorus memilih hengkang dari Wilmar pada Juli 2018. Dia dan saudaranya, Ganda kemudian mendirikan KPN Corporation, sebuah bisnis yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, pengembangan properti, dan manufaktur semen.
Selain kelapa sawit, Martua Sitorus bersama keluarga juga memiliki perusahaan semen Cemindo Gemilang yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia pada 2021 dan memperoleh US$77 juta. Selain itu, perusahaan rumah sakit milik Martua Sitorus dan keluarga yakni Murni Sadar juga memperoleh dana US$21 juta melalui IPO pada 2022.