
Kisah Brian Acton: Ditolak Facebook, Jadi Miliarder Pendiri WhatsApp
- Brian Acton adalah sosok yang identik dengan kesuksesan di industri teknologi. Ia dikenal luas sebagai salah satu pendiri WhatsApp, aplikasi pesan instan yang digunakan oleh miliaran orang di seluruh dunia.
Tren Inspirasi
JAKARTA – Brian Acton adalah seorang pengusaha asal Amerika Serikat dengan kekayaan bersih mencapai US$3,4 miliar menurut Forbes Real Time per 26 Juli 2025.
Brian Acton adalah sosok yang identik dengan kesuksesan di industri teknologi. Ia dikenal luas sebagai salah satu pendiri WhatsApp, aplikasi pesan instan yang digunakan oleh miliaran orang di seluruh dunia.
Namun, siapakah sebenarnya Brian Acton dan bagaimana ia bisa meraih kesuksesan sebesar itu? Mari menelusuri perjalanan hidup Acton dan mengungkap rahasia di balik keberhasilannya.
- Iran Tetap Bertahan Meski 45 Tahun Dihantam Embargo, Ini Strategi Ekonominya
- 3 Pusat Pelatihan atau Akademi K-Pop di Indonesia
- Drop Rp8.000, Cek Harga Emas Antam Hari Ini
Siapakah Brian Acton dan Apa Saja Pencapaiannya?
Brian Acton lahir di Michigan pada tahun 1972 dan dibesarkan di Florida. Ia menempuh pendidikan di Universitas Stanford dan lulus dengan gelar di bidang ilmu komputer. Setelah menyelesaikan kuliah, Acton memulai kariernya di industri teknologi dengan bekerja di sejumlah perusahaan ternama seperti Apple dan Yahoo.
Dilansir dari Advisory Cloud, pada tahun 2009, ia bersama Jan Koum mendirikan WhatsApp. Lima tahun kemudian, tepatnya pada 2014, Acton menjual WhatsApp kepada Facebook dengan nilai fantastis sebesar US$19 miliar.
Kesuksesan Acton bersama WhatsApp tidak berhenti setelah penjualannya ke Facebook. Ia tetap bekerja di WhatsApp sebagai salah satu pendiri dan eksekutif hingga tahun 2017. Setelah itu, ia memutuskan untuk meninggalkan perusahaan dan mendirikan organisasi nirlaba bernama Signal Foundation.
Signal Foundation berfokus pada pengembangan teknologi privasi berbasis open-source yang dapat digunakan oleh individu maupun organisasi untuk melindungi komunikasi daring mereka.
Selain kiprahnya di dunia teknologi, Acton juga dikenal sebagai seorang filantropis. Ia telah menyumbangkan jutaan dolar untuk berbagai kegiatan amal, termasuk kepada Silicon Valley Community Foundation dan Sekolah Pascasarjana Pendidikan di Universitas Pennsylvania.
Komitmen Acton terhadap teknologi dan kegiatan sosial menjadikannya sosok yang dihormati, baik di industri teknologi maupun di kalangan yang lebih luas.
Masa Muda Brian Acton
Brian Acton lahir dari orang tua yang keduanya merupakan wirausahawan sukses. Ayahnya bekerja sebagai insinyur, sementara ibunya mengelola bisnis pengiriman barang.
Sejak kecil, Acton sudah akrab dengan dunia bisnis dan teknologi, yang kemudian membentuk minat serta cita-citanya di bidang tersebut. Pengaruh lingkungan inilah yang mendorongnya untuk menempuh pendidikan di bidang ilmu komputer di salah satu universitas terbaik di Amerika Serikat.
Pada masa mudanya, Brian Acton dikenal sebagai atlet berbakat yang aktif dalam berbagai olahraga, termasuk bisbol dan basket. Ia mengakui latar belakangnya di dunia olahraga membantunya membentuk karakter seperti kerja sama tim, disiplin, dan ketekunan.
Setelah lulus dari perguruan tinggi, Acton memulai karier di industri teknologi dengan bekerja di perusahaan-perusahaan besar seperti Yahoo dan Apple. Namun, namanya mulai dikenal luas setelah ia ikut mendirikan WhatsApp pada tahun 2009. Aplikasi pesan instan tersebut dengan cepat meraih popularitas dan menjadi andalan jutaan orang di seluruh dunia untuk berkomunikasi.
Kesuksesan WhatsApp membawa Acton masuk dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia versi majalah Time pada tahun 2014. Sejak saat itu, ia menjadi sosok penting di industri teknologi dan aktif menggunakan posisinya untuk menyuarakan pentingnya privasi dan keamanan dalam komunikasi digital.
Bagaimana Brian Acton Memulai Kariernya di Dunia Teknologi?
Pekerjaan pertama Brian Acton di industri teknologi adalah sebagai insinyur perangkat lunak di Apple. Setelah beberapa tahun bekerja di sana, ia memutuskan pindah ke Yahoo, tempat ia bertemu dengan Jan Koum yang kelak menjadi rekan pendirinya di WhatsApp.
Keduanya langsung menjalin hubungan baik dan menjadi sahabat dekat. Namun, seiring waktu, Acton dan Koum merasa tidak cocok dengan budaya kerja korporat di Yahoo dan akhirnya memilih meninggalkan perusahaan tersebut pada tahun 2007.
Setelah keluar dari Yahoo, Brian Acton sempat melamar pekerjaan di Facebook, namun lamarannya ditolak. Ia kemudian memutuskan untuk mengambil jeda selama setahun guna berkeliling dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan.
Selama masa tersebut, ia mencoba melamar ke sejumlah perusahaan teknologi lainnya, tetapi semuanya menolak. Pengalaman ini justru memotivasinya untuk mendirikan perusahaannya sendiri. Bersama Jan Koum, ia mulai mengembangkan ide yang kelak menjadi WhatsApp.
WhatsApp resmi diluncurkan pada tahun 2009 dan dengan cepat meraih popularitas berkat kesederhanaan, kecepatan, dan keamanannya dalam mengirim pesan. Pada tahun 2014, Facebook mengakuisisi WhatsApp dengan nilai fantastis sebesar US$19 miliar, menjadikan Acton seorang miliarder.
Namun, pada 2017, Acton memutuskan keluar dari Facebook karena adanya perbedaan pandangan dengan manajemen, terutama terkait isu privasi pengguna dan model bisnis berbasis iklan.
Pendirian WhatsApp: Kilas Balik
Setelah meninggalkan Yahoo, Brian Acton dan Jan Koum memanfaatkan waktu luang mereka untuk berkeliling Amerika Selatan.
Selama perjalanan tersebut, mereka memperhatikan banyak orang menggunakan sebuah aplikasi yang saat itu belum begitu dikenal, yaitu WhatsApp, untuk tetap berkomunikasi. Mereka terkesan dengan kesederhanaan aplikasi tersebut dan kemampuannya berjalan lancar di berbagai platform.
Pada tahun 2009, Acton dan Koum memutuskan untuk mengembangkan aplikasi pesan mereka sendiri. Mereka menamai aplikasi tersebut WhatsApp dan mulai mengerjakannya di waktu luang. Salah satu daya tarik utama WhatsApp adalah fokusnya pada privasi dan keamanan pengguna, fitur yang masih jarang ditemui pada aplikasi pesan lain di masa itu.
Dalam proses pengembangan WhatsApp, Acton dan Koum menghadapi berbagai tantangan. Mereka harus mencari cara agar aplikasi tersebut dapat berjalan dengan baik di berbagai jenis ponsel dan sistem operasi. Selain itu, mereka juga perlu memikirkan model bisnis yang memungkinkan aplikasi menghasilkan pendapatan.
Akhirnya, mereka memilih sistem berlangganan, di mana pengguna akan dikenakan biaya kecil setelah menggunakan aplikasi secara gratis selama satu tahun pertama.
Meski menghadapi berbagai kendala, WhatsApp dengan cepat meraih popularitas secara global. Pada tahun 2014, aplikasi ini telah memiliki lebih dari 400 juta pengguna aktif dan kemudian diakuisisi oleh Facebook dengan nilai sebesar US19 miliar. Saat ini, WhatsApp menjadi salah satu aplikasi pesan paling populer di dunia, dengan lebih dari 2 miliar pengguna aktif.
Pelajaran dari Kesuksesan WhatsApp
WhatsApp meraih kesuksesan luar biasa, dengan jutaan orang mendaftar hanya dalam beberapa bulan setelah peluncurannya. Kepopuleran aplikasi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kesederhanaannya, fungsionalitas yang efektif, dan fokus pada kenyamanan pengguna. Namun, salah satu pelajaran paling penting dari keberhasilan WhatsApp adalah pentingnya memilih waktu yang tepat.
Acton dan Koum meluncurkan WhatsApp pada saat penggunaan smartphone mulai meluas dan aplikasi pesan instan mulai diminati. Mereka berhasil memanfaatkan momentum tersebut dengan menciptakan aplikasi yang sangat sesuai dengan kebutuhan para pengguna ponsel pintar saat itu.
Faktor lain yang turut mendukung kesuksesan WhatsApp adalah komitmennya terhadap privasi pengguna. Di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai keamanan data, WhatsApp tampil berbeda dengan menerapkan enkripsi end-to-end dan kebijakan untuk tidak mengumpulkan data pengguna.
Pendekatan ini berhasil membangun kepercayaan di kalangan pengguna dan menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan pesat aplikasi tersebut.
Peran Ketekunan dalam Perjalanan Sukses Brian Acton
Kesuksesan WhatsApp tidak terjadi dalam semalam. Brian Acton dan Jan Koum harus bekerja keras untuk membangun dan mengembangkan aplikasi mereka. Di masa-masa awal, mereka mengalami kesulitan dalam menarik investor dan menghadapi berbagai tantangan.
Namun, berkat ketekunan dan semangat pantang menyerah, mereka akhirnya mampu menjadikan WhatsApp sebagai aplikasi yang sukses di tingkat global.
Acton kerap menekankan pentingnya ketekunan dalam meraih kesuksesan. Ia meyakini bahwa siapa pun bisa mencapai tujuannya asalkan mau mencurahkan waktu dan usaha yang dibutuhkan.
Salah satu tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah persaingan ketat dari aplikasi pesan lainnya. Untuk tetap unggul, mereka harus terus berinovasi dan menyempurnakan fitur-fitur dalam WhatsApp. Hal ini menuntut kerja keras dan dedikasi tinggi, namun mereka tidak pernah menyerah.
Selain itu, keberhasilan mereka juga didukung oleh komitmen kuat terhadap privasi pengguna. Dengan memastikan keamanan aplikasi dan perlindungan data, mereka berhasil membangun kepercayaan dan loyalitas dari para pengguna.
Pentingnya Jaringan dan Membangun Relasi dalam Dunia Bisnis
Kesuksesan Brian Acton juga tidak lepas dari kemampuannya dalam membangun jaringan dan menjalin relasi. Ia memanfaatkan koneksi yang telah dimilikinya dari pengalaman kerja di Apple dan Yahoo untuk membentuk tim yang berisi individu-individu berbakat yang kemudian membantunya menciptakan WhatsApp.
Acton meyakini membangun hubungan adalah hal yang sangat penting untuk meraih keberhasilan di industri mana pun. Ia menyarankan agar seseorang aktif menghadiri acara networking, membangun kehadiran yang kuat di dunia digital, serta mencari kesempatan untuk terhubung dengan profesional lain di bidangnya.
Selain membuka peluang bisnis baru, menjalin relasi juga penting untuk mempertahankan hubungan yang sudah ada. Dengan menjaga komunikasi dengan klien, mitra, dan rekan kerja, relasi bisnis akan tetap kuat dan saling menguntungkan.
Mencari masukan dan saran dari jaringan yang dimiliki juga dapat membantu dalam meningkatkan kualitas produk atau layanan serta tetap unggul dalam persaingan.
Kehidupan Pribadi dan Kegiatan Filantropi
Brian Acton tinggal di Palo Alto, California, bersama istrinya, Tegan. Pasangan ini aktif dalam kegiatan filantropi melalui organisasi Wildcard Giving serta melalui tiga yayasan afiliasinya: Sunlight Giving, Solidarity Giving, dan Acton Family Giving.
Dilansir dari Celebrity Net Worth, salah satu yayasan mereka, Sunlight Giving, yang didirikan pada tahun 2014, berfokus membantu keluarga berpenghasilan rendah dengan anak-anak kecil di wilayah Bay Area, terutama dalam hal akses terhadap perumahan, gizi, dan layanan kesehatan.
Menurut laporan Forbes pada tahun 2019, keluarga Acton telah menyumbangkan lebih dari US$1 miliar untuk berbagai kegiatan amal hingga saat itu.
Properti
Selama lima tahun, Brian Acton menghabiskan sekitar US$86 juta untuk membangun sebuah kompleks hunian di Palo Alto, dekat Universitas Stanford. Ia membeli tujuh rumah yang berada di jalan yang sama. Dalam beberapa transaksi, Acton membayar jauh di atas nilai pasar.
- Harga Sembako di Jakarta Hari Ini: Tepung Terigu Turun!
- Jin Keluar dari Botolnya, Upaya Menciptakan DNA Manusia Buatan Dimulai
- 14 Film Indonesia Tayang di Bioskop Juli 2025, Ada Agen +62
Salah satu contohnya adalah ketika ia membeli properti yang sebelumnya dinilai sekitar US$1,5 juta oleh pemerintah daerah, namun ia bayarkan sebesar US$30 juta, hingga membuat tetangga mengira itu adalah kesalahan ketik.
Hingga kini, ia baru merobohkan satu dari tujuh rumah tersebut untuk membangun hunian bergaya kontemporer miliknya sendiri. Kompleks miliknya ini terletak kurang dari satu mil dari properti serupa milik Mark Zuckerberg.