
Ketika Tapera pun Menolak Rumah Subsidi 18 Meter Persegi
- Menurut BP Tapera, rumah dengan ukuran 18 meter persegi dianggap terlalu kecil dan dinilai tidak memenuhi standar kelayakan hunian layak menurut standar nasional maupun internasional.
Tren Ekbis
JAKARTA - Pemerintah tengah menggulirkan wacana baru dalam kebijakan perumahan subsidi, yakni opsi hunian dengan luas bangunan minimal 18 meter persegi.
Gagasan ini muncul dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) sebagai respons atas tingginya harga lahan di perkotaan dan terbatasnya ruang untuk pembangunan hunian terjangkau.
Rumah berukuran mini ini ditargetkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, terutama generasi muda dan pekerja lajang yang ingin tinggal dekat pusat kota.
"Dekat dengan aktivitas kerja, otomatis tanahnya akan menjadi lebih tinggi (harganya), maka kemudian desain yang lebih kecil tetapi tetap kita mengutamakan kenyamanan dan lain-lain," ujar Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati, dikutip Kamis, 12 Juni 2025.
Dalam draf aturan baru yang disiapkan tahun 2025, rumah subsidi dirancang memiliki luas bangunan antara 18 hingga 36 meter persegi dengan luas tanah antara 25 hingga 200 meter persegi.
Subtansi draf tersebut berbeda dengan ketentuan sebelumnya dalam Kepmen PUPR tahun 2023 yang menetapkan luas bangunan minimal 21 meter persegi dan tanah minimal 60 meter persegi. Kendati demikian, rumah berukuran 18 meter persegi hanya menjadi opsi tambahan, bukan pengganti aturan lama.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah menyediakan hunian yang lebih terjangkau dan lebih dekat ke pusat aktivitas ekonomi dan sosial, seperti perkantoran, fasilitas umum, dan transportasi publik. Pemerintah berharap opsi ini dapat memperluas jangkauan rumah subsidi ke wilayah metropolitan dan kawasan aglomerasi, tidak terbatas di Jabodetabek saja.
- Dirjen Bea Cukai Djaka Diharapkan Terapkan Moratorium Kenaikan Cukai Rokok 3 Tahun Demi Optimalkan Penerimaan Negara
- Panduan Investor Muda: Peluang di Balik Saham ICBP dan SIDO Saat Ekonomi Global Galau
- PT GAG Masih ‘Bernapas’ di Pulau Kecil, Kebijakan Prabowo Dikritik ‘Diskriminatif'
Memicu Pro-Kontra
Namun, wacana ini memicu perdebatan di media sosial. Menurut BP Tapera, rumah dengan ukuran 18 meter persegi dianggap terlalu kecil dan dinilai tidak memenuhi standar kelayakan hunian layak menurut standar nasional maupun internasional.
“Luas tanah minimal sebaiknya tidak kurang dari 30 meter persegi agar selaras dengan ketentuan dalam PP 12/2021 dan PMK 60/2023,” jelas Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, dalam rapat konsultasi publik di Jakarta, dikutip Kamis, 12 Juni 2025.
Beberapa pengembang menyamakan rumah ini dengan unit apartemen studio tanpa sekat, yang hanya menyediakan satu ruang multifungsi untuk tidur, makan, dan beraktivitas, serta dilengkapi kamar mandi berukuran kecil dan dapur semi outdoor yang menyatu dengan area jemur.
Dari sisi regulasi teknis, ukuran rumah tersebut masih dianggap sesuai dengan standar kebutuhan ruang berdasarkan SNI. Dalam perhitungan yang digunakan, luas 18 meter persegi dinilai cukup untuk dua orang dewasa atau keluarga kecil dengan satu anak, sesuai dengan standar kebutuhan ruang per jiwa yang telah ditetapkan oleh lembaga berwenang.
- Dirjen Bea Cukai Djaka Diharapkan Terapkan Moratorium Kenaikan Cukai Rokok 3 Tahun Demi Optimalkan Penerimaan Negara
- Panduan Investor Muda: Peluang di Balik Saham ICBP dan SIDO Saat Ekonomi Global Galau
- PT GAG Masih ‘Bernapas’ di Pulau Kecil, Kebijakan Prabowo Dikritik ‘Diskriminatif'
Dari segi harga, rumah 18 meter persegi memang menawarkan keunggulan tersendiri. Jika dibangun di atas lahan dengan harga sekitar satu juta rupiah per meter persegi, harga jualnya dapat ditekan hingga kisaran Rp105 juta hingga Rp110 juta.
Namun, apabila rumah dibangun di lokasi yang lebih strategis, harganya bisa mendekati rumah subsidi berukuran lebih besar. Usulan ini berangkat dari keinginan pemerintah untuk membuka lebih banyak peluang bagi masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah, sekaligus mengatasi tantangan keterbatasan lahan di kawasan perkotaan.
Untuk memastikan kelayakannya, rencana ini masih akan dibahas lebih lanjut bersama asosiasi pengembang, arsitek, serta pemangku kepentingan lainnya. Hingga kini, rumah subsidi 18 meter persegi masih menjadi perdebatan.
Di satu sisi, kebijakan ini membuka ruang bagi kelompok masyarakat yang selama ini kesulitan mengakses hunian. Di sisi lain, tantangan utama tentu berkisar pada aspek kenyamanan dan kelayakan hidup di ruang terbatas.
Pertanyaan mendasar pun muncul, apakah rumah sekecil ini dapat benar-benar disebut sebagai tempat tinggal yang layak huni, atau justru hanya menjadi kompromi dari keterbatasan yang ada?