ciri-ciri-burnout-dan-cara-mengatasinya.jpg
Tren Leisure

Ketika Pekerja Kreatif Ogah Diganggu di Akhir Pekan

  • Tren pekerja yang menolak dihubungi saat akhir pekan atau hari libur kian terasa di kalangan profesional muda, terutama di sektor kreatif dan digital. Banyak yang kini menuntut perusahaan memberi ruang istirahat yang jelas.

Tren Leisure

Debrinata Rizky

JAKARTA – Akhir pekan tak selalu membuat Muhamad Danu (29) merasa tenang. Kadang, notifikasi WhatsApp berbunyi Sabtu malam meminta revisi atau sekedar menanyakan “Mas, revisi desainnya bisa dicek sekarang?” Bagi desainer grafis di sebuah agensi periklanan Jakarta itu, momen tersebut jadi pemicu stres yang paling sering ia alami.

“Awalnya saya pikir wajar saja kalau dihubungi di luar jam kerja, apalagi industri kreatif kan dinamis. Tapi lama-lama saya merasa lelah. Rasanya hidup ini cuma kerja,” keluh Danu kepada TrenAsia pada Rabu, 16 Juli 2025.

Cerita Danu bukan satu-satunya. Tren pekerja yang menolak dihubungi saat akhir pekan atau hari libur kian terasa di kalangan profesional muda, terutama di sektor kreatif dan digital. Banyak yang kini menuntut perusahaan memberi ruang istirahat yang jelas. Istilahnya, No Call Weekend Policy.

Desakan ini bukan tanpa alasan. Lingkungan kerja yang serba cepat, budaya lembur, dan jam kerja fleksibel sering berujung pada kaburnya batas antara waktu kerja dan waktu pribadi. Notifikasi dari atasan atau rekan kerja bisa datang kapan saja termasuk saat akhir pekan.

Indah Putri (27), social media specialist di salah satu Startup berwarna oren, mengaku semakin sadar pentingnya work-life balance. “Dulu kalau ada brief baru malam-malam, saya langsung kerjakan. Padahal Sabtu-Minggu itu waktu saya sama keluarga. Sekarang saya sudah mulai belajar bilang tidak,” tutur Indah.

Baginya, kebijakan “No Call Weekend” atau setidaknya aturan kerja yang lebih manusiawi adalah kebutuhan, bukan fasilitas tambahan.

Bagi Zidan Maulana (27), yang bekerja remote di perusahaan teknologi, punya waktu istirahat yang benar-benar bebas adalah kunci tetap kreatif. “Kalau akhir pekan masih harus standby, saya nggak bisa recharge. Saya malah jadi cepat bosan dan kehilangan ide. Jadi buat saya, kebijakan seperti No Call Weekend itu sehat,” kata Zidan.

Zidan mengaku di kantor sebelumnya, ia kerap diminta revisi desain di Minggu malam. Kini, perusahaan barunya lebih menghargai waktu pribadi.

Apa itu No Call Weekend Policy?

No Call Weekend Policy sendiri adalah kebijakan yang membatasi atau melarang komunikasi kerja di luar jam kerja atau akhir pekan, kecuali kondisi darurat.

Beberapa perusahaan di Eropa dan Amerika Serikat sudah lama menerapkan ini. Di Indonesia, tren serupa mulai diadopsi dalam bentuk kebijakan kerja fleksibel, pengaturan jam kerja mandiri, atau larangan meeting di luar jam kantor.

Perusahaan Indonesia yang Mulai Menerapkan

Meski belum banyak yang membuat kebijakan formal No Call Weekend, sejumlah perusahaan sudah menerapkan sistem kerja yang lebih fleksibel dan ramah kesehatan mental. Berikut contohnya:

- Gojek
Menerapkan kebijakan kerja fleksibel dan hybrid. Karyawan bisa mengatur sendiri jadwal kerja dan lokasi kerja.
- Tokopedia
Sejak pandemi, Tokopedia menjalankan skema remote working permanen untuk beberapa tim.
- Traveloka
Memberlakukan kebijakan kerja hybrid dengan jadwal kantor yang fleksibel.
- Tiket.com
Mengadopsi budaya kerja fleksibel untuk mendukung work-life balance, termasuk kebebasan memilih waktu bekerja selama target terpenuhi.
- Grab Indonesia
Memperbolehkan sistem kerja hybrid dengan jadwal lebih longgar, serta mendorong pembatasan meeting di luar jam kerja resmi.

Bagi generasi muda yang ingin karier berkelanjutan, kebijakan seperti ini bukan lagi sekadar wacana. Melainkan syarat yang menentukan apakah mereka akan bertahan atau memilih pergi.