
Kesepakatan Dagang Indonesia-AS Tentukan Nasib Gen Z Miliki Rumah, Ini 2 Skenarionya
- Kesepakatan perdagangan Indonesia-AS yang mencakup pemangkasan tarif dan investasi mineral dinilai mampu membuka peluang bagi Gen Z untuk membeli rumah. Simak dua skenario dampaknya terhadap harga rumah, KPR, dan strategi cerdas yang bisa diambil generasi muda.
Tren Global
JAKARTA - Kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat dilaporkan tidak memerlukan negosiasi tarif putaran kedua karena dokumen tarif Indonesia dinilai sudah sesuai dengan keinginan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto setelah negosiasi sebelumnya dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick pada bulan April 2025. Perjanjian tersebut mencakup pemangkasan tarif, impor energi, dan investasi di sektor mineral, dan diperkirakan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
"Karena kita sudah kirim dokumen tambahan yang mereka minta, dan pada saat pertemuan dengan Ambassador Jamieson Greer, dari USTR (United States Trade Representative) di sela sidang OECD, mereka menyatakan dokumennya sudah cukup," ungkap Airlangga di Jakarta, Selasa, 10 Juni 2025.
Bila Indonesia sukses meredam gejolak perang tarif Amerika Serikat, hal tersebut berpotensi membuka peluang Gen Z untuk membeli rumah. Generasi muda yang selama ini menghadapi tantangan besar dalam kepemilikan rumah karena tekanan biaya hidup dan melonjaknya harga properti, kini menantikan hasil perjanjian ini sebagai penentu masa depan mereka.
Dua Skenario Utama
Skenario 1: Kesepakatan Berhasil, Peluang Melebar.
Jika kesepakatan dagang ini berhasil dan tarif ekspor Indonesia ke AS dipangkas dari 32% menjadi di bawah 20%, maka beberapa keuntungan besar dapat segera dirasakan.
Pertama, stabilitas nilai tukar rupiah akan lebih terjaga karena tekanan eksternal berkurang, yang pada gilirannya membantu menjaga inflasi bahan bangunan dan menahan kenaikan suku bunga KPR.
Kedua, sektor ekspor seperti tekstil dan elektronik berpotensi mengalami peningkatan permintaan hingga 20% jika tarif Indonesia lebih rendah dari Vietnam.
Ini membuka peluang kerja baru bagi Gen Z dengan penghasilan yang cukup untuk memenuhi syarat KPR. Ketiga, investasi Amerika di sektor mineral kritis seperti nikel dan tembaga akan menyerap ribuan tenaga kerja muda, khususnya dengan latar belakang keahlian teknis.
Gaji di sektor ini diperkirakan mencapai Rp 8–12 juta per bulan, cukup untuk mencicil rumah tipe 36 di kawasan industri seperti Cikarang atau Karawang.
Skenario 2: Kesepakatan Gagal, Peluang Menyempit.
Sebaliknya, jika kesepakatan ini gagal, dampak negatifnya akan langsung terasa. Nilai tukar rupiah diprediksi melemah, memicu inflasi hingga 1–2%.
"Kenaikan inflasi bisa 1 hingga 2 persen dan kontraksi GDP sebesar 0,5 hingga 1 persen," ujar Ekonom IPB University, Hermanto Siregar Hermanto dalam acara diskusi 'Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global' di Jakarta, Minggu, 13 April 2025.
Harga bahan bangunan seperti semen dan baja bisa naik, sehingga akan mendongkrak harga rumah. Selain itu, sektor ekspor seperti tekstil dan elektronik yang bergantung pada pasar Amerika Serikat akan terpukul.
Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri, memperkirakan potensi PHK mencapai 280 ribu orang, banyak di antaranya adalah Gen Z, akan terkena PHK, khususnya di kawasan ekspor seperti Jawa Barat dan Batam.
"Prediksi dan potensi korban PHK yang akan terjadi untuk tahun 2025 sekitar 280 ribu korban. Ini baru prediksi," ujar Zuhri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR, Selasa, 20 Mei 2025.
Kondisi ini tidak hanya menurunkan pendapatan, tapi juga menggerus tabungan yang seharusnya digunakan untuk uang muka rumah. Ditambah lagi, Bank Indonesia kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50–75 basis poin untuk menahan inflasi, yang berarti cicilan KPR rumah Rp 500 juta bisa naik hingga Rp 800.000 per bulan, beban yang berat bagi pekerja muda.
Strategi Cerdas Gen Z Hadapi Ketidakpastian
Jika Kesepakatan Sukses, Gen Z perlu segera bergerak cepat. Langkah pertama adalah memanfaatkan program perumahan subsidi dari pemerintah seperti FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang menawarkan bunga tetap 5% per tahun.
Program ini memungkinkan pembelian rumah bersubsidi dengan cicilan terjangkau. Kedua, Gen Z disarankan untuk mempertimbangkan pembelian properti di kawasan industri ekspor seperti Karawang, Morowali, atau Kawasan Berikat Nusantara. Jika ekspor tumbuh, permintaan sewa di wilayah-wilayah ini juga akan meningkat, sehingga properti yang dibeli bisa menjadi aset produktif.
Jika Kesepakatan Gagal, Gen Z perlu mengadopsi strategi bertahan. Salah satunya adalah dengan mengalihkan pilihan ke properti yang lebih hemat, seperti rumah subsidi di bawah Rp 500 juta, atau skema co-living space dengan pembelian patungan bersama teman.
Strategi ini dapat menekan beban uang muka dan cicilan. Selain itu, mereka juga dapat mencari penghasilan tambahan dari pekerjaan digital, khususnya yang dibayar dalam dolar AS seperti UI/UX design, digital marketing, dan pekerjaan freelance lainnya. Penghasilan dolar dapat mempercepat akumulasi tabungan untuk DP rumah, terutama jika rupiah melemah.