<p>Salah satu konglomerat terkaya Asia, pemilik Alibaba, Jack Ma / Reuters</p>
Tren Pasar

Kenapa Kekayaan Jack Ma Anjlok? Ada Faktor Saham BABA

  • Salah satu penyebab paling nyata anjloknya kekayaan Jack Ma adalah penurunan tajam nilai saham Alibaba (BABA), yang terkoreksi lebih dari 30% sepanjang 2024 hingga pertengahan 2025.

Tren Pasar

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Jack Ma, pendiri Alibaba yang sempat menjadi simbol kesuksesan industri teknologi China, kini mengalami penurunan signifikan dalam jumlah kekayaannya. Berdasarkan data Hurun China Rich List 2024 kekayaan Jack Ma merosot menjadi US$26,5 miliar (sekitar Rp413 triliun), turun drastis dari puncaknya akibat gabungan tekanan regulasi, lesunya saham Alibaba, hingga pergeseran tren investasi global. 

Lalu, apa saja penyebab utama anjloknya kekayaan sang taipan?

Salah satu penyebab paling nyata adalah penurunan tajam nilai saham Alibaba (BABA), yang terkoreksi lebih dari 30% sepanjang 2024 hingga pertengahan 2025. Pertumbuhan pendapatan Alibaba hanya mencapai +9% secara kuartalan, sangat jauh tertinggal dibanding kompetitor seperti Pinduoduo yang mencatatkan pertumbuhan +94% dalam periode yang sama. 

Selain itu, restrukturisasi besar-besaran yang memecah Alibaba menjadi enam entitas terpisah, termasuk Cloud Intelligence Group dan Cainiao Logistics justru menciptakan ketidakpastian strategi di mata investor. 

Akibatnya, banyak investor menjual saham mereka, sehingga kapitalisasi pasar Alibaba menyusut sekitar US$200 miliar sejak puncaknya di awal 2024. Hal ini tentu berdampak besar pada kekayaan pribadi Jack Ma, yang sebagian besar bersumber dari saham Alibaba.

Tekanan Regulasi Pemerintah China Semakin Berat

Faktor kedua yang memperparah kondisi kekayaan Jack Ma adalah tekanan regulasi dari pemerintah China yang tidak kunjung reda. Pembatalan IPO Ant Group pada 2023, yang merupakan anak usaha Alibaba di sektor fintech, menghilangkan potensi valuasi lebih dari US$34 miliar yang seharusnya turut memperkuat aset kekayaan Jack Ma. 

Tidak hanya itu, Alibaba juga harus membayar denda antitrust senilai US$2,8 miliar akibat tuduhan praktik monopoli. Pembatasan lebih lanjut terhadap ekspansi Alibaba di sektor cloud computing dan layanan keuangan pun menekan ruang pertumbuhan perusahaan. 

Sementara itu, kebijakan nasional “Common Prosperity” yang mendorong redistribusi kekayaan dan kontribusi sosial dari perusahaan-perusahaan besar juga turut menekan margin laba bisnis e-commerce di China.

Ekosistem Tech China Tertekan secara Global

Tekanan terhadap sektor teknologi China tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari lingkungan global. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang terus berlanjut menyebabkan terbatasnya ekspor chip dan komponen penting lainnya. 

Hal ini mempengaruhi layanan Alibaba Cloud dan memperlemah valuasinya di pasar internasional. Di sisi lain, lesunya konsumsi global akibat resesi di Eropa dan Amerika Serikat turut mengurangi performa platform cross-border Alibaba seperti AliExpress dan Lazada. 

Tak kalah penting, munculnya pesaing agresif seperti TikTok Shop dan Pinduoduo dengan model diskon besar-besaran semakin menekan pertumbuhan Alibaba, yang kini memasuki zona stagnasi.

Penurunan kekayaan Jack Ma adalah hasil dari kombinasi “badai sempurna” yang berasal dari dalam dan luar negeri. Di satu sisi, ada regulasi ketat pemerintah China yang membatasi ruang ekspansi perusahaan teknologi besar. 

Di sisi lain, ada transformasi internal Alibaba yang menimbulkan ketidakpastian strategi serta pergeseran global ke sektor energi hijau yang lebih menjanjikan secara jangka panjang.