
Kenapa IHSG Gagal Bertahan di Level 8.000? Ini Saran Analis Biar Gak Salah Langkah
- Kegagalan IHSG untuk bertahan di level psikologis 8.000 disebabkan oleh kombinasi sinyal jenuh beli secara teknikal dan realita kinerja fundamental emiten yang boncos. Namun, di tengah kondisi ini, analis tetap merekomendasikan saham-saham pilihan dengan fundamental kuat seperti TLKM, BBCA, dan ICBP.
Tren Pasar
JAKARTA, TRENASIA.ID – Pasar saham Indonesia mencatatkan momen bersejarah pada perdagangan Jumat, 15 Agustu 2025, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk pertama kalinya berhasil menembus level psikologis 8.000. Namun, pesta pora tersebut ternyata tidak berlangsung lama dan gagal bertahan hingga penutupan.
Di balik reli yang didorong oleh sentimen dan saham-saham likuiditas tinggi ini, ada sebuah realita yang kontras. Laporan riset terbaru dari salah satu sekuritas menunjukkan bahwa dapur atau kinerja fundamental mayoritas emiten pada kuartal kedua 2025 justru melemah.
Fenomena ini menyajikan sebuah dilema besar: pasar sedang berpesta, tapi fundamentalnya lesu. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana investor harus menyikapinya? Mari kita bedah tuntas.
1. Drama Saham DCII dan Momentum Politik
Motor penggerak utama di balik momen IHSG 8.000 ternyata adalah saham emiten data center, PT DCI Indonesia Tbk (DCII). Saham ini 'mengamuk' dan rebound dahsyat hingga mencetak rekor harga tertinggi baru, yang menjadi pemicu krusial lonjakan indeks.
Momen ini terasa semakin spesial karena terjadi tepat saat Presiden Prabowo Subianto memulai Pidato Kenegaraan di Gedung MPR, Senayan Jakarta. Namun, pencapaian level psikologis ini secara alami langsung memicu aksi ambil untung dari para pelaku pasar, membuat IHSG gagal bertahan.
Memasuki sesi kedua, perhatian pasar kini beralih. Para investor menantikan pidato Presiden mengenai Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Arah kebijakan fiskal dan proyeksi ekonomi pemerintah tahun depan akan menjadi sentimen utama yang menggerakkan pasar sore ini.
2. Sinyal Jenuh Beli
Kalangan analis teknikal dari Phintraco Sekuritas sebenarnya sudah melihat adanya sinyal kelelahan pasar. Kenaikan tajam yang terjadi secara beruntun membuat beberapa indikator teknikal menunjukkan sinyal jenuh beli atau overbought, yang seringkali memicu aksi ambil untung.
Kondisi overbought ini, ditambah dengan momentum libur panjang (long weekend) pada Senin, 18 Agustus 2025, semakin memperkuat potensi terjadinya aksi jual. Investor cenderung mengamankan keuntungan dan mengurangi posisi sebelum libur untuk menghindari risiko ketidakpastian.
Gagalnya IHSG bertahan di atas 8.000 adalah konfirmasi dari sinyal teknikal dan sentimen pasar ini. “Indikator MACD yang sideways dan Stochastic RSI yang berada di area overbought mengindikasikan adanya potensi konsolidasi,”jelas mereka pada Jumat, 15 Agustus 2025.
3. Realita Dapur Emiten
Info saja, reli IHSG telah mencapai lebih dari 10% sejak Juli hingga Agustus, bahkan berhasil mencatatkan rekor tertinggi baru, ternyata menyajikan sebuah kontras yang tajam. Di balik euforia pasar, fundamental mayoritas emiten justru menunjukkan cerita yang berbeda.
Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia, Prasetya Gunadi, kinerja mayoritas emiten pada kuartal II-2025 ternyata lemah. Ia mengungkapkan bahwa laba bersih inti gabungan dari perusahaan yang mereka pantau tercatat turun 5,9% secara tahunan.
Pelemahan kinerja ini terasa di beberapa sektor kunci. Prasetya merinci, sektor perbankan mencatatkan penurunan laba gabungan sebesar 3,4% akibat kenaikan provisi, sementara sektor konsumer juga ikut terkoreksi 1,7% akibat tekanan margin.
4. Dua Wajah Target IHSG
Melihat kondisi fundamental yang lemah ini, Samuel Sekuritas mempertahankan target fundamental IHSG akhir 2025 di level 7.400. Angka ini mencerminkan kinerja riil dari para emiten yang sedang dalam tekanan.
Namun, mereka juga menyajikan skenario kedua, yaitu target berbasis likuiditas (liquidity driven) yang berpotensi menembus 8.120. Skenario optimistis ini mempertimbangkan momentum kuat dari saham-saham milik konglomerat berkapitalisasi besar dengan valuasi premium.
“Target liquidity driven 8.120 mempertimbangkan momentum saham dengan kapitalisasi besar seperti DSSA, TPIA, DCII, BRPT, CDIA, PANI, PTRO, BREN, AMMN, dan BYAN,” ucap Prasetya dalam risetnya pada Kamis, 14 Agustus 2025.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Dengan demikian, kondisi ini menunjukkan adanya dua dunia yang berbeda di pasar saat ini. Ada dunia fundamental yang sedang lesu, dan ada dunia likuiditas yang didorong oleh euforia saham-saham konglomerat sejak reli bulan Juli.
Bagi investor, pesannya jelas: jangan terbawa euforia secara membabi buta. Pahami bahwa kenaikan pasar saat ini tidak sepenuhnya didukung oleh kinerja fundamental mayoritas emiten. Kunci utamanya adalah selektif dalam memilih saham.
Samuel Sekuritas merekomendasikan saham-saham dengan fundamental pilihan seperti BBCA, TLKM, ICBP, AMRT, dan JPFA. Ini menjadi pengingat bahwa di tengah pasar yang didorong sentimen, kembali ke fundamental yang kuat tetap menjadi strategi yang paling bijak.