
Kenapa Gula Lebih Bahaya Dibanding Micin?
- Konsumsi gula yang konsisten melebihi batas menyebabkan efek sistemik yang merambat perlahan namun pasti. Tidak hanya meningkatkan risiko diabetes dan obesitas, tetapi juga memperbesar potensi penyakit jantung dan stroke.
Tren Leisure
JAKARTA - Di dapur rumah tangga Indonesia, dua bahan ini hampir tak pernah absen, gula dan penyedap rasa yang kerap disebut micin. Selama bertahun-tahun, micin dianggap sebagai musuh kesehatan, dituding sebagai penyebab menurunnya kecerdasan hingga kerusakan otak.
Namun di balik stigma yang melekat pada micin, ada satu bahan lain yang justru diam-diam memberi dampak jangka panjang yang jauh lebih berbahaya, gula. Micin, atau dalam istilah ilmiahnya monosodium glutamat (MSG), merupakan senyawa yang secara alami terdapat pada bahan makanan seperti tomat, rumput laut, dan keju.
Fungsinya sebagai penguat rasa umami menjadikannya populer di berbagai masakan. Sementara itu, gula, yang terdiri dari gabungan glukosa dan fruktosa berfungsi memberikan rasa manis, namun juga menjadi komponen utama dalam berbagai makanan dan minuman olahan.
Jika ditilik dari batas aman harian yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), konsumsi MSG diperbolehkan hingga 120 mg per kilogram berat badan, sedangkan gula dibatasi hanya sekitar 50 gram per hari. Angka ini menjadi penting ketika melihat kenyataan konsumsi masyarakat Indonesia.
Data terkini menunjukkan bahwa konsumsi micin di Indonesia rata-rata hanya sekitar 1 gram per hari, masih jauh di bawah batas aman. Hanya di wilayah tertentu seperti Puncak, Papua, yang mencatat konsumsi melebihi ambang batas.
Sebaliknya, gula dikonsumsi dalam kisaran 15 hingga 30 gram per hari, angka yang hampir menyentuh batas maksimal. Dan inilah awal dari berbagai masalah.
- Milenial Dominasi Pasar Hunian Pertama, Gen Z Masih Malu-malu
- Siap-siap War Tiket! Daftar Harga Tiket Konser NCT Dream di Jakarta Sudah Rilis
- PLN Rombak Direksi, Gimana Peluang Karier Hijau untuk Gen Z?
Dampak Jangka Panjang yang Tak Terlihat
Micin memang pernah dikaitkan dengan gejala seperti sakit kepala dan sensasi panas, yang dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome. Namun kasus ini sangat jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari populasi yang sensitif.
Bahkan lembaga-lembaga kredibel seperti WHO, BPOM, dan FDA menggolongkannya sebagai zat yang aman selama tidak dikonsumsi berlebihan.
Sebaliknya, gula terbukti menjadi pemicu berbagai penyakit degeneratif. Konsumsi berlebih dapat memicu resistensi insulin yang berujung pada diabetes tipe 2.
Organ seperti hati pun bisa terdampak karena penumpukan lemak yang dihasilkan dari fruktosa berlebih. Bahkan sejumlah studi menemukan bahwa gula menstimulasi pelepasan dopamin di otak lebih tinggi daripada MSG, membuatnya lebih adiktif dan sulit dikendalikan.
Konsumsi gula yang konsisten melebihi batas menyebabkan efek sistemik yang merambat perlahan namun pasti. Tidak hanya meningkatkan risiko diabetes dan obesitas, tetapi juga memperbesar potensi penyakit jantung dan stroke.
Dan yang lebih membahayakan, banyak produk makanan kemasan mengandung gula tersembunyi, menjebak konsumen tanpa sadar.
Micin, meski sering disalahpahami, memiliki kandungan natrium yang bahkan lebih rendah dibandingkan garam dapur biasa. Pengaruhnya terhadap tekanan darah juga relatif kecil selama tidak dikonsumsi dalam dosis besar.
Sementara itu, gula terus menggerogoti tubuh dari dalam dalam wujud energi instan yang meninggalkan kerusakan jangka panjang. Masyarakat kini dituntut untuk lebih jeli. Dalam menyusun pola makan sehat, mengurangi konsumsi gula menjadi langkah krusial yang tak bisa ditunda.
Pembatasan hingga empat sendok teh sehari menjadi salah satu strategi yang dianjurkan banyak pakar. Sedangkan micin dapat digunakan dengan lebih bijak, maksimal setengah sendok teh per hari, tanpa perlu rasa takut yang berlebihan.
Memanfaatkan bumbu alami seperti bawang putih, jahe, kunyit, dan rempah-rempah lokal menjadi solusi yang lebih aman dan sehat. Kunci utamanya bukan pada menghindari total, tetapi pada pengendalian konsumsi dan membaca dengan cermat kandungan bahan dalam produk makanan.