
Kenalan dengan Fatahillah, Sosok di Balik Berdirinya Jakarta
- Dalam lintasan sejarah, Fatahillah merupakan tokoh kunci dalam transformasi kawasan pelabuhan Sunda Kelapa menjadi pusat kekuatan Islam dan politik baru di pesisir barat Jawa pada awal abad ke-16.
Tren Leisure
JAKARTA - Menjelang Hari Ulang Tahun Jakarta ke-498 yang jatuh pada tanggal 22 Juni 2025, perhatian publik kembali tertuju pada sosok Fatahillah. Namanya melekat dalam narasi berdirinya Jayakarta, cikal bakal ibu kota Indonesia.
Dalam lintasan sejarah, Fatahillah merupakan tokoh kunci dalam transformasi kawasan pelabuhan Sunda Kelapa menjadi pusat kekuatan Islam dan politik baru di pesisir barat Jawa pada awal abad ke-16.
Fatahillah, yang memiliki nama asli Fadhillah Khan atau Maulana Fadhillah, lahir sekitar tahun 1471 di wilayah Kesultanan Pasai, salah satu pusat awal Islam di Nusantara. Ia berasal dari keluarga ulama, ayahnya seorang mufti, sedangkan ibunya memiliki garis keturunan dari Nabi Muhammad.
Nama Fatahillah muncul dalam beragam transliterasi di sumber Eropa dan lokal, termasuk Falatehan dalam kronik Portugis. Pendidikan Fatahillah mencakup ilmu keislaman dan strategi militer.
Sebelum bergerak ke Jawa, ia diketahui terlibat dalam perlawanan terhadap ekspansi Portugis di Sumatra, khususnya setelah jatuhnya Kesultanan Pasai ke tangan bangsa Eropa pada tahun1521. Pengalamannya tersebut menjadikannya sosok yang strategis dalam jaringan pertahanan maritim Islam di Asia Tenggara.
- Belum Nikah Tapi Sudah Investasi Buat Anak? Tren Baru Anak Muda Korea & Jepang!
- Penutupan LQ45 Hari Ini: PGEO dan MDKA Terjun Bebas
- Jelang Akhir Pekan, IHSG Hari Ini Belum Beranjak dari Level 6.000-an
Penaklukan Sunda Kelapa dan Awal Mula Jayakarta
Peristiwa penting yang mengukuhkan peran Fatahillah dalam sejarah Jakarta terjadi pada tanggal 22 Juni 1527. Saat itu, atas perintah Sultan Trenggana dari Kesultanan Demak, Fatahillah memimpin ekspedisi militer yang bersekutu dengan pasukan dari Cirebon dan Banten untuk merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari kendali Portugis.
Upaya ini merupakan reaksi terhadap perjanjian tahun 1522 antara Kerajaan Sunda Pajajaran dan Portugis, yang memungkinkan pembangunan benteng Portugis di wilayah tersebut.
Serangan dilakukan dari laut dan darat secara terkoordinasi. Armada Demak menggunakan kapal lancaran dan penjajap, sementara pasukan darat mengepung dari pedalaman.
Dalam pertempuran tersebut, armada Portugis yang dipimpin oleh Francisco de Sá berhasil dipukul mundur, dan rencana pembangunan benteng Portugis gagal total. Sebagai penanda kemenangan, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berasal dari bahasa Sanskerta dan berarti “kemenangan yang sempurna”.
Pergantian nama ini menandai transisi penting dari pelabuhan dagang Hindu-Buddha ke pusat kekuasaan Islam. Tanggal 22 Juni kemudian diresmikan sebagai hari jadi kota Jakarta.
Peran dalam Islamisasi dan Pembangunan Sosial
Setelah penaklukan, Fatahillah memainkan peran aktif dalam penyebaran Islam di wilayah pesisir barat Jawa. Ia turut mengonsolidasikan kekuatan Demak, Cirebon, dan Banten dalam jaringan maritim Islam yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan strategis di Nusantara.
Beberapa sumber menempatkannya dalam kelompok Wali Sanga, meskipun posisinya dalam struktur tersebut masih diperdebatkan. Ia dikenal sebagai pelopor dalam pembentukan sistem ekonomi berbasis syariah dan institusi sosial Islam, termasuk pengembangan pesantren, wakaf, dan jaringan ulama lokal.
Di masa kepemimpinannya, wilayah pesisir tidak hanya menjadi titik perdagangan, tetapi juga pusat dakwah dan pendidikan. Jejak Fatahillah masih terasa kuat dalam lanskap budaya Jakarta.
Museum Sejarah Jakarta yang terletak di kawasan Kota Tua, dikenal pula sebagai Museum Fatahillah, menjadi simbol penting pelestarian sejarah kolonial dan praja Islam di Batavia. Kawasan Taman Fatahillah, yang mengelilingi museum, kini berfungsi sebagai ruang publik budaya dan wisata sejarah.
Nama Fatahillah juga diabadikan dalam kapal perang TNI AL, KRI Fatahillah, serta menjadi nama sejumlah institusi pendidikan, jalan utama, dan lokasi strategis lain di Jakarta. Sumbangsih tokoh ini dalam sejarah nasional diakui dengan penetapannya sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia.
- Belum Nikah Tapi Sudah Investasi Buat Anak? Tren Baru Anak Muda Korea & Jepang!
- Penutupan LQ45 Hari Ini: PGEO dan MDKA Terjun Bebas
- Jelang Akhir Pekan, IHSG Hari Ini Belum Beranjak dari Level 6.000-an
Kontroversi Sejarah
Meskipun peran Fatahillah sebagai penakluk Sunda Kelapa diakui dalam berbagai sumber, narasi mengenai Jayakarta tidak sepenuhnya konsisten. Sejarawan JJ Rizal mengemukakan Jayakarta justru mengalami kemunduran setelah penaklukan, hanya menjadi pelabuhan kecil sebelum bangkit kembali di bawah kendali Banten dan kemudian Belanda.
Perspektif lain, seperti dari Ridwan Saidi, mengajukan bahwa kehancuran Sunda Kelapa lebih disebabkan bencana alam seperti tsunami ketimbang perang besar. Dari sisi sumber sejarah, catatan Portugis seperti Décadas da Ásia karya João de Barros mencatat serangan terhadap kapal Portugis, memberikan validasi terhadap narasi penaklukan.
Sementara itu, naskah-naskah lokal seperti Purwaka Caruban Nagari dan Negarakertabhumi memberikan rincian silsilah dan legitimasi politik tokoh ini dalam konteks lokal.
Dalam beberapa tahun ke depan, Jakarta akan memasuki usia lima abad. Pemerintah telah mengisyaratkan rencana untuk menjadikan kota ini sebagai pusat urban global yang tidak hanya modern secara infrastruktur, tetapi juga kuat dalam identitas historis.
Dalam konteks ini, figur Fatahillah menjadi representasi penting dari fase pembentukan kota sebagai penyeimbang antara warisan Islam, perlawanan terhadap kolonialisme, dan perkembangan kota pelabuhan yang kosmopolitan.
Dengan pemahaman sejarah yang komprehensif dan kritis, masyarakat Jakarta dapat memaknai ulang peristiwa 22 Juni 1527 bukan hanya sebagai penaklukan militer, tetapi juga sebagai momen integrasi sosial, budaya, dan keagamaan yang membentuk identitas kota hingga hari ini.