
Katanya Musuh, tapi Barat Terus Membantu Rusia Mendanai Perangnya Melawan Ukraina
- Pada tahun 2024 pendapatan Rusia dari bahan bakar fosil turun hanya 5% dibandingkan dengan tahun 2023. Bersamaan dengan penurunan serupa sebesar 6% dalam volume ekspor.
Dunia
JAKARTA- Pada tahun keempat invasi skala penuhnya, Rusia masih menghasilkan miliaran dolar untuk perangnya di Ukraina dengan menjual bahan bakar fosil ke luar negeri
Data menunjukkan Rusia terus meraup miliaran dolar dari ekspor bahan bakar fosil ke Barat. Hal ini membantu membiayai invasinya Ukraina.
Sejak dimulainya invasi itu pada Februari 2022, Rusia telah menghasilkan lebih dari tiga kali lipat uang dengan mengekspor hidrokarbon daripada yang diterima Ukraina dalam bentuk bantuan yang dialokasikan oleh sekutunya.
Data yang dianalisis oleh BBC menunjukkan, sekutu Barat Ukraina telah membayar Rusia lebih banyak untuk hidrokarbonnya daripada bantuan yang mereka berikan kepada Ukraina. Para pegiat mengatakan pemerintah di Eropa dan Amerika Utara perlu berbuat lebih banyak untuk menghentikan minyak dan gas Rusia yang memicu perang dengan Ukraina.
Hasil yang diperoleh dari penjualan minyak dan gas adalah kunci untuk menjaga mesin perang Rusia tetap berjalan. Minyak dan gas menyumbang hampir sepertiga pendapatan negara Rusia dan lebih dari 60% ekspornya.
- COVID-19 Merebak Lagi, Pernah Bikin Rugi RI Rp1.356 T dalam Setahun
- Anggaran Cekak, Pemerintah Batal Beri Diskon Tarif Listrik 50 Persen
- Trailer Squid Game Season 3: Lebih Mematikan dengan Sederet Kejutan
Setelah invasi Februari 2022, sekutu Ukraina memberlakukan sanksi terhadap hidrokarbon Rusia. Amerika dan Inggris melarang minyak dan gas Rusia. Sementara Uni Eropa melarang impor minyak mentah Rusia melalui jalur laut, tetapi tidak gas.
Meskipun demikian, hingga 29 Mei, Rusia telah menghasilkan lebih dari 883 miliar Euro pendapatan dari ekspor bahan bakar fosil sejak dimulainya invasi. Termasuk 228 miliar Euro dari negara-negara yang memberikan sanksi. Angka ini diungkap Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) .
Bagian terbesar dari jumlah tersebut, 209 miliar Euro, berasal dari negara-negara anggota Uni Eropa. Negara-negara Uni Eropa terus mengimpor gas pipa langsung dari Rusia hingga Ukraina menghentikan transit pada Januari 2025. Dan minyak mentah Rusia masih disalurkan ke Hungaria dan Slowakia.
Gas Rusia masih disalurkan ke Eropa dalam jumlah yang meningkat melalui Turki. Data CREA menunjukkan volumenya naik sebesar 26,77% pada bulan Januari dan Februari 2025 dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024. Hongaria dan Slowakia juga masih menerima gas pipa Rusia melalui Turki.
Meskipun ada upaya dari Barat, pada tahun 2024 pendapatan Rusia dari bahan bakar fosil turun hanya 5% dibandingkan dengan tahun 2023. Bersamaan dengan penurunan serupa sebesar 6% dalam volume ekspor. Tahun lalu juga terjadi peningkatan sebesar 6% dalam pendapatan Rusia dari ekspor minyak mentah. Juga peningkatan sebesar 9% dari tahun ke tahun dalam pendapatan dari gas pipa.
Perkiraan Rusia menyebutkan ekspor gas ke Eropa meningkat hingga 20% pada tahun 2024 dengan ekspor gas alam cair (LNG) mencapai rekor tertinggi. Saat ini, setengah dari ekspor LNG Rusia ditujukan ke Uni Eropa.
Sanksi Terberat
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mengatakan aliansi tersebut belum mengenakan sanksi terberat terhadap minyak dan gas Rusia. “Ini karena beberapa negara anggota khawatir akan meningkatnya konflik dan karena membelinya lebih murah dalam jangka pendek,” katanya dikutip BBC Senin 2 Juni 2025.
Impor LNG belum dimasukkan dalam paket sanksi ke-17 terbaru terhadap Rusia yang disetujui oleh Uni Eropa.Tetapi telah mengadopsi peta jalan untuk mengakhiri semua impor gas Rusia pada akhir tahun 2027.
Data menunjukkan bahwa uang yang diperoleh Rusia dari penjualan bahan bakar fosil secara konsisten melampaui jumlah bantuan yang diterima Ukraina dari sekutunya. Hasrat akan bahan bakar dapat menghalangi upaya Barat untuk membatasi kemampuan Rusia dalam mendanai perangnya.
Mai Rosner, juru kampanye senior dari kelompok tekanan Global Witness mengatakan banyak pembuat kebijakan Barat khawatir bahwa pemotongan impor bahan bakar Rusia akan menyebabkan harga energi yang lebih tinggi.
“Tidak ada keinginan nyata di banyak pemerintahan untuk benar-benar membatasi kemampuan Rusia dalam memproduksi dan menjual minyak. Ada terlalu banyak ketakutan tentang apa artinya hal itu bagi pasar energi global. Ada garis yang ditarik di mana pasar energi akan terlalu terpuruk atau terlalu terguncang,” katanya.
- Daftar 9 Drakor Terbaru Tayang Juni 2025, Ada Squid Game 3
- Strategi Dua Mesin BRPT Lambungkan Target Harga Saham ke Level Ini
- Tren Dividen Telkom (TLKM) dalam Satu Dekade, Stabil dan Cenderung Meningkat
Selain penjualan langsung, sebagian minyak yang diekspor Rusia berakhir di Barat setelah diolah menjadi produk bahan bakar di negara ketiga. Ini melalui apa yang dikenal sebagai "celah penyulingan". Terkadang minyak tersebut juga dicampur dengan minyak mentah dari negara lain.
CREA mengatakan telah mengidentifikasi tiga kilang semacam di Turki dan tiga di India. Mereka memproses minyak mentah Rusia dan menjual bahan bakar yang dihasilkan ke negara-negara yang terkena sanksi. Dikatakan bahwa mereka telah menggunakan minyak mentah Rusia senilai €6,1 miliar untuk membuat produk bagi negara-negara yang terkena sanksi. Tetapi Kementerian perminyakan India mengkritik laporan CREA sebagai upaya penipuan untuk mencoreng citra India.
“Negara-negara Barat, termasuk Inggris, mengimpor bahan bakar fosil Rusia dari kilang tersebut. Negara-negara ini tahu bahwa negara-negara yang memberikan sanksi bersedia menerima ini,” kata Vaibhav Raghunandan, seorang analis di CREA.
Dia menambahkan ini adalah celah hukum dan sepenuhnya legal. “Semua orang mengetahuinya. Tetapi tidak ada yang melakukan banyak hal untuk benar-benar mengatasinya secara besar-besaran,” lanjutnya.
Para pegiat dan pakar berpendapat bahwa pemerintah Barat memiliki alat dan sarana yang tersedia untuk membendung aliran pendapatan minyak dan gas ke kas Kremlin.
Menurut mantan wakil menteri energi Rusia Vladimir Milov sanksi yang dijatuhkan pada perdagangan hidrokarbon Rusia seharusnya ditegakkan dengan lebih baik. Khususnya batasan harga minyak yang diadopsi oleh kelompok negara-negara G7 yang menurut Milov tidak berfungsi . Milov sendiri saat ini menjadi penentang keras Vladimir Putin.
Namun, ia khawatir perombakan pemerintahan AS yang diluncurkan oleh Presiden Donald Trump akan menghambat lembaga-lembaga seperti Departemen Keuangan AS atau Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC), yang berperan penting dalam penegakan sanksi.
Jalan lain adalah dengan terus memberikan tekanan pada armada bayangan kapal tanker Rusia yang terlibat dalam upaya menghindari sanksi. “Ini adalah operasi yang rumit. Anda perlu merilis sejumlah kapal baru yang dikenai sanksi, perusahaan cangkang, pedagang, perusahaan asuransi, dll. secara berkala setiap beberapa minggu," kata Milov.
Menurutnya, ini adalah area di mana pemerintah Barat jauh lebih efektif. Terutama dengan diperkenalkannya sanksi baru oleh pemerintahan Joe Biden yang akan berakhir pada Januari 2025.
Menurut Raghunandan dari CREA, akan relatif mudah bagi UE untuk menghentikan impor LNG Rusia. Dia mengatakan 50 persen ekspor LNG Rusia diarahkan ke Uni Eropa. Tetapi hanya 5% dari total konsumsi gas [LNG] Uni Eropa pada tahun 2024 berasal dari Rusia. Menurutnya jika Uni Eropa memutuskan untuk menghentikan pasokan gas Rusia sepenuhnya, Rusia akan lebih dirugikan daripada konsumen di Uni Eropa.
Para ahli yang diwawancarai BBC menepis gagasan Donald Trump bahwa perang dengan Ukraina akan berakhir jika OPEC menurunkan harga minyak. Milov menyebut orang-orang di Moskow menertawakan gagasan ini. Karena pihak yang akan paling menderita adalah industri minyak serpih Amerika, industri minyak dengan biaya paling rendah di dunia.
Raghunandan mengatakan bahwa biaya produksi minyak mentah Rusia juga lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara OPEC seperti Arab Saudi. Ini menjadikan mereka akan dirugikan oleh harga minyak yang lebih rendah sebelum Rusia. Dan menurut Milov tidak mungkin Arab Saudi akan menyetujui hal itu. Hal ini telah dicoba sebelumnya dan telah menyebabkan konflik antara Arab Saudi dan Amerika.