<p>Menteri BUMN Erick Thohir dan Sandiaga Uno / Facebook @SandiSUno</p>
Korporasi

Keok Karena Pandemi, Pemerintah Keluarkan Jurus Untuk Selamatkan BUMN dari Ancaman Pertumbuhan Utang

  • Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jadi salah satu entitas penyumbang penerimaan negara yang terdampak akibat pandemi COVID-19. Menurut data Bank Indonesia (BI), utang BUMN tumbuh hingga 10% sepanjang 2020.

Korporasi

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jadi salah satu entitas penyumbang penerimaan negara yang terdampak akibat pandemi COVID-19.

Namun disayangkan, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), utang BUMN tumbuh hingga 10% sepanjang 2020.

Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng menyebut kondisi perusahaan pelat merah ini bisa menekan jantung seluruh industri, yakni perbankan. Pasalnya, utang BUMN biasanya bersumber dari bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

“Kalau bank BUMN tertekan, ini hampir sama dengan krisis 1998 di mana bank BUMN kita utang terus dalam bentuk dolar. Sekarang Bank BUMN kita lebih solid memang, tapi perlu kehati-hatian agar utang ini dibenahi, jangan sampai membebani ekonomi Indonesia,” kata Tanri dalam diskusi virtual, Senin 19 April 2021.

Utang BUMN sektor keuangan diketahui terus merangkak naik dari Rp839,5 triliun pada kuartal I 2020 menjadi Rp855,1 triliun pada kuartal berikutnya.

Pergerakan utangnya semakin cepat setelah Indonesia memasuki periode pandemi COVID-19 menjadi Rp 997,5 triliun pada kuartal III dan Rp1.090 triliun pada akhir tahun 2020.

Sementara itu, utang BUMN sektor non keuangan bergerak lebih stabil pada tahun lalu. Utang BUMN sektor ini sempat mencapai Rp1.141,1 triliun pada kuartal III, namun perlahan menurun tipis menjadi Rp1.053,2 triliun pada kuartal IV 2020.

Tanri mendorong Menteri BUMN Erick Thohir untuk membuat kebijakan soal rasio utang dan modal BUMN. Hal ini, kata Tanri, dapat menjadi acuan bersama dalam meminimalisir BUMN punya utang yang terlampau menggunung.

“Tidak ada safety ratio antara utang dan modal BUMN yang ditetapkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN itu sendiri,” terang Tanri.

Jurus Baru Erick

Menurut Tanri, utang tidak selamanya buruk bila BUMN mampu meningkatkan kinerja serta menempatkan investasi yang optimal. 

Gebrakan investasi BUMN pun dilakukan Erick Thohir dengan mengizinkan perusahaan pelat merah mengalihkan aset-asetnya ke Indonesia Investment Authority.

Ketentuan ini termaktub dalam Peraturan Menteri BUMN nomor 03/MBU/03/2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-2/MBU/2010 Tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara.

“Penjualan dilakukan kepada Lembaga Pengelola Investasi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Perusahaan Patungan yang dibentuk Lembaga Pengelola Investasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi,” tulis pasal 9H Peraturan Menteri BUMN nomor 03/MBU/03/2021.

Selain menjadi tumpuan bagi BUMN yang kinerjanya tidak dapat terselamatkan, INA juga jadi solusi investasi terbaru perusahaan pelat merah. Hal ini ditempuh oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang telah mengumumkan rencana investasinya kepada INA.

Dana investasi untuk INA bakal berasal dari program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Suntikan dana BPJS Ketenagakerjaan untuk INA dapat mencapai Rp64,6 triliun.

Pasalnya, berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada 2019, besaran penerimaan BP Jamsostek dari dua program ini mencapai Rp64,6 triliun.

Adapun penerimaan program JHT pada 2019 mencapai Rp47,42 triliun, turun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp42,69 triliun. Sementara itu program JP mengalami kenaikan dari Rp14,86 triliun pada 2018 menjadi Rp17,18 triliun pada tahun 2019.

Menurut Head of Research Creative Trading System Argha Jonathan Karo Karo, langkah BPJS Ketenagakerjaan mengurangi investasi saham dan reksa dana ke investasi langsung secara prinsip memang tepat. Hal ini, kata Jonathan, didorong oleh kondisi pasar modal yang masih terdampak pandemi COVID-19.

Kendati demikian, Jonathan menyayangkan sikap Direktur Utama (Dirut) BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo yang mengumumkan rencana itu ke publik. Pengumuman tersebut punya dampak terhadap anjloknya bursa tanah air.

“Bagaimana pun jualan saham harus ada yang beli, cuman kenapa disampaikan duluan bukan after. Eksekusinya salah, secara prinsip memang sudah tepat,” kata Jonathan. (RCS)