Kawasan PT Chandra Asri - Panji 2.jpg
Tren Pasar

Jejak Fenomenal RATU dan Peluang Deja vu pada CDIA

  • Pola kenaikan liar saham CDIA yang disusul dengan peringatan UMA ini seolah menjadi sebuah deja vu. Situasi ini langsung mengingatkan fenomena serupa yang terjadi pada saham PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) di awal tahun 2025.

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA – Euforia saham baru milik Prajogo Pangestu, PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), akhirnya menemui 'lampu kuning'. Setelah melesat dengan Auto Reject Atas (ARA) beruntun sejak debutnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, Rabu 16 Juli 2025, secara resmi memberikan stempel Unusual Market Activity (UMA).

Pola kenaikan liar yang disusul dengan peringatan UMA ini seolah menjadi sebuah deja vu. Situasi ini langsung mengingatkan fenomena serupa yang terjadi pada saham PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) di awal tahun 2025, yang juga mengalami perjalanan fenomenal dan penuh drama.

Hal ini tentu memicu pertanyaan besar di benak para trader dan investor: akankah jejak saham RATU terulang kembali pada CDIA? Apakah setelah fase ARA dan UMA ini, langkah selanjutnya adalah suspensi dari bursa untuk mendinginkan harga?

Untuk menjawabnya, kita perlu membedah kembali apa yang terjadi pada RATU dan melihat persamaan serta perbedaannya dengan CDIA. Mari kita telusuri jejaknya untuk mencoba mengantisipasi langkah ke depan.

1. Apa Sih Sebenarnya UMA Itu?

Pertama, jangan langsung panik. UMA adalah 'bendera kuning' atau peringatan resmi dari BEI yang menandakan adanya pergerakan harga atau volume transaksi sebuah saham yang dianggap tidak wajar dan berada di luar kebiasaan pasar.

Ini adalah cara BEI untuk memberitahu para investor agar lebih berhati-hati dan mencermati saham tersebut. Namun, penting untuk dicatat bahwa status UMA tidak selalu berarti telah terjadi adanya pelanggaran peraturan di pasar modal.

Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI, Yulianto Aji Sadono, menegaskan hal ini dalam pengumuman resminya. “Pengumuman UMA tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal,” tulisnya dalam keterangan resmi pada Rabu, 16 Juli 2025. 

2. Pemicunya Reli Gila Saham CDIA 

Alasan BEI mengeluarkan status UMA untuk CDIA sangatlah jelas: kenaikan harganya yang luar biasa liar sejak IPO pada 9 Juli 2025. Dari harga penawaran awal Rp190 per saham, harganya kini sudah bertengger di Rp780.

Ini berarti hanya dalam enam hari perdagangan, saham CDIA telah memberikan potensi keuntungan lebih dari 310%. Lonjakan setajam ini dalam waktu sesingkat itu tentu dianggap sebagai pergerakan yang tidak biasa oleh sistem pengawasan bursa.

Sebagai gambaran, jika seorang investor ritel beruntung mendapatkan penjatahan 11 lot saat IPO dengan modal Rp209.000, maka nilai investasinya kini telah meroket menjadi Rp858.000. Ini berarti ada potensi keuntungan bersih Rp649.000 di atas kertas.

Antusiasme pasar ini sebenarnya sudah terlihat sejak masa penawaran, di mana saham CDIA mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga ratusan kali lipat, yang menunjukkan besarnya minat investor terhadap saham ini dari awal.

3. Jadi, Apa yang Disuruh BEI? 

Dalam pengumuman UMA tersebut, BEI juga memberikan 'wejangan' atau nasihat kepada para investor. Langkah pertama yang paling penting adalah memperhatikan jawaban resmi dari manajemen CDIA atas permintaan konfirmasi yang diajukan oleh pihak bursa.

Selain itu, investor juga diimbau untuk kembali mencermati kinerja perusahaan dan semua keterbukaan informasinya secara mendalam. Jangan hanya ikut-ikutan hype tanpa memahami fundamental dan rencana bisnis dari perusahaan yang bersangkutan.

Terakhir, BEI menyarankan untuk mengkaji ulang rencana aksi korporasi perusahaan jika ada, serta mempertimbangkan segala kemungkinan risiko yang dapat timbul di kemudian hari sebelum mengambil keputusan investasi lebih lanjut pada saham ini.

4. Suspensi Jadi Langkah Berikutnya?

Status UMA seringkali menjadi 'rem' dari bursa untuk mendinginkan saham panas. Untuk melihat apa yang mungkin terjadi selanjutnya, dapat berkaca pada saham fenomenal milik konglomerat Happy Hapsoro, PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) yang melantai di awal tahun ini.

Sejak melantai pada 8 Januari 2025, saham RATU yang dibuka dengan harga IPO Rp1.150 juga langsung mencetak ARA berjilid-jilid. Fenomena ini mendorong BEI mengeluarkan peringatan UMA pada 14 Januari saat kenaikannya sudah mencapai 201,74%.

Namun, peringatan UMA itu gagal meredam euforia. Harga RATU terus meroket hingga puncaknya di Rp5.400 pada 17 Januari, atau naik 369,57% dari harga IPO. Akibatnya, BEI terpaksa melakukan suspensi perdagangan sebanyak dua kali untuk mendinginkan pasar.

Kendati demikian saham RATU baru-baru terbuka kunci ARA-nya pada perdagangan hari ke-11 tatkal emiten menyentuh level Rp9.000-an. Menariknya, ada hubungan langsung antara kedua saham yang dimiliki dua konglomerat ini.  

Berdasarkan prospektus penawaran umum CDIA, anak usaha PT Chandra Asri Pacifik Tbk (TPIA) ini tercatat memiliki investasi atau aset lancar sebesar 4,99% saham RATU. Yang lebih menarik lagi, ternyata IPO CDIA dan RATU sama-sama dikawal oleh underwriter dengan kode broker HP. 

5. Pasar Nego Vs Reguler

Meskipun telah berstatus Unusual Market Activity (UMA), antusiasme investor terhadap saham CDIA tampaknya belum surut. Hingga sesi pertama perdagangan hari ini, antrean beli atau bid di harga ARA-nya, yakni Rp780 per saham, masih terlihat sangat besar.

Tercatat, total antrean beli tersebut mencapai 21,81 juta lot. Jika dirupiahkan, nilai permintaan ini setara dengan angka fantastis, yaitu sekitar Rp1,7 triliun. Angka ini sangat kontras dengan nilai transaksi riil yang terjadi, yang hingga kini hanya di level Rp5,55 miliar.

Pola ini sejalan dengan data perdagangan kemarin, Selasa, 15 Juli 2025, di mana sebagian besar transaksi saham CDIA terjadi di pasar negosiasi. Perusahaan sekuritas dengan kode broker HP (Henan Putihrai Sekuritas), yang juga merupakan underwriter IPO ini, menjadi yang paling aktif.

Berdasarkan data Stockbit Sekuritas, HP tercatat membukukan nilai transaksi mencapai Rp236,6 miliar. Di sisi jual, sekuritas dengan kode broker LG menjadi penjual terbesar dengan nilai transaksi yang hampir seimbang, yaitu sebesar Rp229,2 miliar.

6. Cermati Polanya 

Kondisi ini kontras dengan pasar reguler yang jauh lebih sepi, karena sejak melantai. Hanya segelintir broker yang terlihat aktif melakukan pembelian dalam jumlah kecil, seperti XL (Rp1,5 miliar), RB (Rp306,8 juta), dan CO (Rp11,4 juta).

Pola transaksi ini mengindikasikan bahwa sementara harga saham CDIA terkunci di batas atas (ARA) pada pasar reguler akibat euforia investor ritel, distribusi saham dalam skala besar justru sedang terjadi secara aktif di pasar negosiasi. 

Aksi jual dan beli yang hampir seimbang antara broker LG dan HP menunjukkan kemungkinan adanya perpindahan kepemilikan jumbo dari penampung awal ke investor institusional atau private lain di "belakang layar", yang tidak bisa dilakukan di pasar reguler yang 'beku'. Yang perlu diketahui, CDIA IPO di kawal enam sekuritas termasuk HP dan LG.