Peluncuran BMW Hybrid - Panji 3.jpg
Tren Inspirasi

Jejak Bambang Trisulo: Memimpin Gaikindo Keluar dari Titik Nol Krisis 1998

  • Tokoh otomotif Bambang Trisulo meninggal dunia. Ketahui peran krusialnya saat memimpin Gaikindo untuk menyelamatkan industri dari kehancuran pasca-krisis 1998.

Tren Inspirasi

Alvin Bagaskara

JAKARTA - Kabar duka menyelimuti industri otomotif nasional. Bambang Trisulo, salah satu tokoh paling berpengaruh yang juga menjabat sebagai Komisaris Independen PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), telah berpulang pada Sabtu, 5 Juli 2025. Kepergiannya menjadi momentum untuk mengenang kembali warisan kepemimpinannya yang krusial.

Terutama saat ia menahkodai Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) selama periode 1999-2011. Ia terpilih memimpin asosiasi di saat paling genting, yakni ketika industri nyaris lumpuh akibat hantaman krisis moneter 1998, sebuah tugas yang menuntut lebih dari sekadar keahlian manajerial.

Sebelum menjadi figur sentral di Gaikindo, ia adalah seorang teknokrat yang telah mengakar kuat di Grup Astra. Memulai karir sejak 1973, ia mendedikasikan hampir lima dekade hidupnya pada raksasa otomotif tersebut, yang memberinya pemahaman komprehensif dari sisi manufaktur hingga industri komponen.

Kombinasi pengalaman inilah yang membentuk warisannya. Ia dikenang sebagai arsitek industri yang tak hanya mampu memulihkan industri dari krisis, tetapi juga merancang ulang struktur otomotif modern melalui berbagai kebijakan dan penguatan sumber daya manusia.

Titik Nadir Industri dan Panggilan Kepemimpinan

Industri otomotif nasional, yang sebelumnya menikmati euforia, secara efektif bertekuk lutut akibat krisis. Dampaknya tercermin jelas pada data penjualan industri yang menunjukkan pasar mobil baru di Indonesia anjlok sebesar -84,1%dalam satu tahun.

Penjualan merosot tajam dari 336.968 unit pada 1997 menjadi hanya 53.412 unit pada 1998. Volume tahunan tersebut merupakan yang terendah dalam 23 tahun terakhir, menggambarkan betapa dalamnya krisis yang terjadi pada saat itu.

Enam merek teratas semuanya kehilangan lebih dari 80% volume penjualan. Merek seperti Suzuki anjlok hingga -88,1%, Daihatsu -86,6%, dan Mitsubishi -87,7%, yang menunjukkan betapa kacaunya peta persaingan dan beratnya tugas yang menanti.

Di tengah situasi inilah, Rapat Umum Anggota Gaikindo pada 1999 memilih Bambang Trisulo sebagai Ketua Umum. Mandat yang ia terima bukan lagi untuk mengejar pertumbuhan, melainkan untuk memastikan industri dapat bertahan hidup dan memulai kembali.

Strategi Dua Pilar: Pasar Domestik dan Panggung Global

Strategi Bambang Trisulo di Gaikindo bertumpu pada dua pilar utama. Pilar pertama adalah membangkitkan kembali pasar domestik yang daya belinya hancur. Dari sinilah muncul gagasan strategis mengenai kendaraan dengan harga yang lebih terjangkau.

Tujuannya tak hanya untuk memulihkan pasar, tapi juga membendung potensi serbuan mobil impor utuh (CBU) dari India dan China. Gagasan ini secara konsisten diperjuangkan Gaikindo hingga menjadi fondasi utama bagi kebijakan mobil hemat energi.

Gagasan tersebut akhirnya diwujudkan secara resmi oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2013 mengenai Kendaraan Hemat Energi dan Harga Terjangkau, atau yang kita kenal luas sebagai program fenomenal LCGC.

Pilar kedua adalah memulihkan kepercayaan dunia internasional. Ia mendorong transformasi pameran Gaikindo, memimpin evolusinya menjadi Indonesia International Motor Show (IIMS) yang lebih profesional, hingga mendukung lahirnya GIIAS yang diakui OICA.

Penguatan Fondasi: SDM dan Dokumentasi Sejarah

Kontribusi Bambang Trisulo tidak terbatas pada kebijakan produk dan pameran. Ia juga fokus pada penguatan fondasi kelembagaan industri, sadar bahwa ekosistem sehat membutuhkan SDM yang kompeten, terutama di sektor layanan purna jual.

Kesadaran ini diwujudkan melalui perannya dalam pendirian Lembaga Sertifikasi Profesi Teknisi Otomotif (LSP-TO). Lembaga ini bertujuan untuk menstandarisasi kompetensi para mekanik di seluruh Indonesia, memastikan kualitas pelayanan bagi konsumen.

Di sisi lain, sebagai seorang penulis, ia juga berperan penting sebagai dokumentator sejarah. Hal ini ia buktikan melalui bukunya, “Arsip Mobil Kita”, sebuah langkah krusial untuk menjaga memori kolektif perjalanan industri otomotif di tanah air.