macron-netanyahu.jpg
Tren Global

Jadi Inisiator Berdirinya Israel, Prancis Akan Akui Palestina di PBB

  • Presiden Prancis Emmanuel Macron dipastikan akan mengumumkan pengakuan resmi terhadap Negara Palestina dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September 2025.

Tren Global

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Presiden Prancis Emmanuel Macron dipastikan akan mengumumkan pengakuan resmi terhadap Negara Palestina dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September 2025. Langkah ini menjadikan Prancis sebagai negara Barat besar pertama yang secara terbuka mendukung status kenegaraan Palestina.

Dalam pernyataannya, Macron menyebut langkah ini menjadi bagian dari komitmen jangka panjang Prancis terhadap perdamaian yang adil dan menyeluruh di Timur Tengah. Rencana ini sebelumnya sempat tertunda akibat tekanan dari Amerika Serikat dan eskalasi konflik antara Israel dan Iran, namun kini dijadwalkan ulang dalam forum diplomatik pada akhir Juli.

Keputusan Prancis langsung memicu reaksi keras dari Israel. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut langkah Macron sebagai “hadiah bagi terorisme”, sementara Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyebutnya “memalukan dan tidak dapat diterima”. Israel juga mengancam akan mengurangi kerja sama intelijen, memperumit inisiatif regional Prancis, hingga mencaplok wilayah Tepi Barat.

Dari sisi Barat, Amerika Serikat dan Kanada menyatakan ketidaksetujuan. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut keputusan Macron “sembrono” dan berpotensi memperkuat propaganda Hamas. Meski demikian, Kanada mengecam keras Israel atas krisis kemanusiaan di Gaza dan mendukung solusi dua negara.

Sebaliknya, Spanyol dan Arab Saudi mendukung langkah Prancis. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez menyatakan pentingnya pengakuan Palestina untuk mendorong solusi dua negara. Arab Saudi bahkan menyebut keputusan Prancis sebagai “langkah bersejarah” dan mendorong negara-negara lain untuk mengikutinya.

Sementara itu, Otoritas Palestina menyambut positif keputusan ini. Wakil Presiden Hussein Al Sheikh menyebutnya sebagai “komitmen nyata terhadap hukum internasional dan keadilan bagi rakyat Palestina”.

Sejarah Panjang Hubungan Prancis-Israel

Langkah Prancis mengakui Palestina menandai babak baru dalam hubungan rumitnya dengan Israel, hubungan yang berakar sejak awal berdirinya negara Yahudi tersebut. Dilansir TrenAsia dari berbagai sumber, Jumat, 25 Juli 2025, berikut sejarah hubungan prancis-israel selama 7 dekade terakhir

1948 -1950-an: Prancis Pengaku Awal Kemerdekaan Israel

Prancis adalah salah satu negara Eropa pertama yang mengakui berdirinya Negara Israel pada 1949. Pada 1950-an, kedua negara menjalin hubungan sangat erat, terutama dalam konteks melawan pengaruh Mesir dan blok Arab.

1956: Aliansi di Krisis Suez

Puncak kedekatan terjadi pada Krisis Suez tahun 1956, ketika Prancis, Inggris, dan Israel berkoalisi melawan Mesir setelah nasionalisasi Terusan Suez oleh Gamal Abdel Nasser. Prancis menjadi pemasok utama senjata dan teknologi militer bagi Israel saat itu.

Baca juga : Kenapa Rafale? Ini Alasan Jet Tempur Prancis Jadi Pilihan Rasional RI

1957-1960-an: Bantuan Nuklir

Prancis juga berperan penting dalam membantu Israel mengembangkan program nuklir rahasia, termasuk pembangunan reaktor nuklir Dimona di Negev. Namun, hubungan ini mulai merenggang di awal 1960-an.

1967: Balik Arah Setelah Perang Enam Hari

Presiden Charles de Gaulle mengambil sikap berbeda menjelang Perang Enam Hari (1967). Ia melarang penjualan senjata ke Israel setelah agresi terhadap negara-negara Arab. Sejak saat itu, kebijakan luar negeri Prancis lebih condong ke negara-negara Arab.

1970 -1980-an: Mendekat ke Dunia Arab

Hubungan tetap tegang, khususnya pasca Perang Yom Kippur (1973). Prancis aktif menjalin kerja sama dengan negara-negara Teluk dan mulai vokal mendukung hak-hak rakyat Palestina, meski kerja sama ekonomi dengan Israel tetap berlangsung.

1990-an: Normalisasi Pascasoslo

Setelah Proses Perdamaian Oslo (1993), hubungan Prancis-Israel membaik. Prancis tetap mendorong solusi dua negara, dan aktif dalam inisiatif diplomatik untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

2000-2020-an: Kritik Terhadap Ekspansi Permukiman

Pada era modern, hubungan kedua negara bersifat pragmatis namun sering tegang. Prancis mengkritik ekspansi permukiman Israel di Tepi Barat dan penanganan Gaza, namun tetap menjaga hubungan ekonomi, teknologi, dan pertahanan.

2025: Ketegangan Memuncak

Keputusan Macron untuk mengakui Palestina secara resmi merupakan titik balik dramatis. Bagi Israel, langkah ini mencederai aliansi lama. Namun bagi Prancis, ini adalah bentuk nyata komitmen terhadap perdamaian jangka panjang, meski harus menghadapi risiko politik dan diplomatik yang besar.