
Ironi, Harga Beras Tinggi Kala Surplus Nasional
- Data Badan Pangan Nasional (Bapanas) per 23 April 2025 mencatat rata-rata harga beras medium di pasar mencapai Rp13.685/kg, padahal HET yang ditetapkan pemerintah adalah Rp12.500/kg.
Nasional
JAKARTA - Pemerintah mengklaim bahwa stok beras nasional dalam kondisi aman dan melimpah. Bahkan, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan restu untuk mengekspor beras ke sejumlah negara.
"Dengan perhitungan bahwa kita sudah sangat, cukup produksi kita, ada beberapa negara yang sudah mendekati kita agar kita kirim beras ke mereka. Saya izinkan, dan saya perintahkan kirim beras ke mereka," ujar Prabowo, dalam acara peluncuran Gerakan Indonesia Menanam (Gerina) di Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu, 23 April 2025.
Namun di sisi lain, harga beras medium di pasar domestik masih jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), menimbulkan pertanyaan besar, mengapa harga tidak juga turun?
Data Badan Pangan Nasional (Bapanas) per 23 April 2025 mencatat rata-rata harga beras medium di pasar mencapai Rp13.685/kg, padahal HET yang ditetapkan pemerintah adalah Rp12.500/kg.
Harga terendah tercatat di Sumatra Selatan sebesar Rp12.249/kg, sedangkan harga tertinggi menyentuh Rp17.200/kg di Papua Barat. Padahal, stok beras disebut mencukupi. Bahkan data pemerintah menunjukan stok Bulog akan mencapai 4 juta ton pada Mei 2025.
- Profil Huayou, Investor Pengganti LG di Proyek Baterai Mobil Listrik RI
- Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Tertekan, Tapi Masih Bertahan
- Rebound Saham ANTM Makin Solid, Ini 2 Penyokongnya
Penyebab Harga Beras Mahal
Sementara Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso menyebut bahwa stok pemerintah masih besar dan akan bertambah dalam waktu dekat. Pemerintah pun memastikan tidak akan melakukan impor tambahan tahun ini.
Meski begitu, harga tetap tinggi. Menurut Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), hal ini disebabkan oleh kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) dari Rp6.000 menjadi Rp6.500/kg, yang turut mendorong naiknya biaya produksi dan harga jual di tingkat konsumen.
Perpadi memperkirakan harga ideal beras medium di konsumen berada di kisaran Rp13.500–Rp13.750/kg, jauh di atas HET. Pemerintah sendiri tengah mencari harga keseimbangan baru yang bisa melindungi petani namun juga tidak memberatkan konsumen.
Sebelumnya, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, juga menyatakan bahwa penyesuaian harga perlu dilakukan untuk menjaga ekosistem pangan dari hulu ke hilir, termasuk petani, penggiling, pedagang, hingga konsumen akhir.
Kondisi ini menimbulkan iron, di saat Indonesia dinyatakan mampu mengekspor beras, masyarakat dalam negeri masih harus membayar mahal untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Pemerintah pun dihadapkan pada tantangan besar untuk menyeimbangkan antara kepentingan menjaga kesejahteraan petani dan menjaga daya beli masyarakat, terutama dari kelompok berpenghasilan rendah.
- Profil Huayou, Investor Pengganti LG di Proyek Baterai Mobil Listrik RI
- Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Tertekan, Tapi Masih Bertahan
- Rebound Saham ANTM Makin Solid, Ini 2 Penyokongnya
Surplus Beras Nasional
Produksi beras nasional pada bulan April 2025 mengalami surplus sekitar 2,8 hingga 3 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Capaian ini menjadi indikator positif terhadap peningkatan produksi dan kemandirian pangan nasional. Surplus mencerminkan hasil dari peningkatan produktivitas pertanian, terutama dalam sektor perberasan, yang dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah.
Berbagai dukungan terhadap petani, mulai dari akses pupuk, benih unggul, hingga inovasi teknologi pertanian, turut mendorong lonjakan produksi.
Surplus berasjuga menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat menuju swasembada pangan, sekaligus memperkuat posisi nasional dalam menghadapi ketidakpastian pangan global.