1715600405583.jpg
Tren Pasar

IPO Saham CDIA Bikin Analis Silang Argumen, Ini Skenario Jika ARA Berjilid-jilid

  • IPO saham CDIA, sukses membuat para analis pasar modal 'berantem'. Bukan adu fisik, tapi adu argumen sengit soal valuasi saham yang akan melantai pada 9 Juli 2025 ini: ada yang bilang mahal, ada yang bilang murah banget!

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA - Lantai Bursa Efek Indonesia kembali diramaikan oleh Initial Public Offering (IPO) emiten milik konglomerat Prajogo Pangestu. Kali ini, anak usaha TPIA, PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), akan melantai di bursa pada 9 Juli 2025 mendatang dengan harga penawaran Rp190 per saham.

Namun, IPO kali ini menciptakan perdebatan unik di kalangan analis. Sebagian menyebut valuasinya premium atau mahal, sementara kubu lain justru menganggapnya sangat murah dan sulit didapat. Perbedaan pandangan ini tentu membuat investor ritel bingung menentukan sikap.

Jadi, saham ini sebenarnya murah atau mahal? Dan apakah berpotensi ARA berjilid-jilid seperti saham 'sultan' lainnya? Untuk menjawabnya, mari kita bedah lima poin penting dari berbagai analisis yang ada, agar tidak salah langkah dalam mengambil keputusan.

1. Mengenal IPO CDIA: Jadwal dan Cara Ikut Serta

Bagi investor yang tertarik, penawaran umum perdana ini memiliki jadwal yang sangat singkat. Masa pemesanan telah dibuka sejak Rabu, 2 Juli 2025 dan akan ditutup pada hari Senin, 7 Juli 2025. Saham ini dijadwalkan resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 9 Juli 2025.

Harga IPO saham CDIA telah resmi ditetapkan di level Rp190 per saham. Dengan harga tersebut, modal minimal yang dibutuhkan untuk memesan 1 lot (100 lembar) saham menjadi sangat terjangkau, yaitu hanya Rp19.000.

Secara total, CDIA akan melepas lebih dari 12,4 miliar lembar saham ke publik. Target perolehan dana segar yang bisa diraup dari aksi korporasi ini mencapai Rp2,37 triliun, yang akan digunakan untuk pengembangan bisnis pelabuhan dan logistik.

2. Debat Valuasi: Mengapa Analis Terbelah Dua?

Inilah inti dari 'drama' IPO CDIA. Di satu sisi, analis KB Valbury Sekuritas, Michael Handisurya, menilai valuasi CDIA tergolong premium. Dengan rasio Price to Earnings (PE) 48 kali, ia menganggap harga ini, “Premium dibandingkan dengan perusahaan sejenis di industrinya.,” tulisnya dalam ulasannya dikutip pada Jumat, 4 Juli 2025. 

Sebaliknya, UOB Kay Hian Sekuritas punya pandangan berbeda. Mereka menyebut valuasi CDIA murah jika dibandingkan dengan rata-rata industrinya yang sangat tinggi (PE industri 99,5x vs PE CDIA 48x), dan memprediksi saham ini akan sulit didapat di pasar perdana.

Ini menjadi pelajaran penting bagi investor. Sebuah valuasi bisa dianggap mahal atau murah tergantung dari data pembanding yang digunakan. Oleh karena itu, penting untuk melihat argumen dari kedua belah pihak sebelum mengambil kesimpulan.

3. Faktor 'Non-Teknis': Kekuatan di Balik Antusiasme Pasar

Terlepas dari perdebatan valuasi, ada tiga 'jimat' atau faktor non-teknis yang membuat IPO ini sangat menarik. Pertama adalah Efek Prajogo Pangestu, di mana nama besar sang pemilik menjadi magnet luar biasa mengingat rekam jejak kesuksesan IPO BREN sebelumnya.

Kedua adalah Efek Underwriter. Penjamin emisinya adalah Henan Putihrai Sekuritas, yang merupakan underwriteryang sama di balik kesuksesan fenomenal saham RATU pada awal tahun ini. Rekam jejak mereka yang berhasil mengawal RATU hingga ARA 10 kali tentu menciptakan ekspektasi tinggi.

Ketiga, Efek Grup Konglomerasi. UOB Kay Hian menyoroti pola keberhasilan IPO dari grup besar lain untuk meyakinkan investor, dengan menyatakan, "Dalam lima hari pertama perdagangan, saham CBDK dan RATU masing-masing naik sebesar 157% dan 202%," paparnya. 

4. Potensi vs. Risiko: Prediksi ARA dan Hal yang Perlu Diwaspadai

Sementara itu, analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, memberikan pandangan sangat optimis, menyoroti market cap CDIA yang 'hanya' sekitar Rp21-23 triliun. Angka ini terbilang kecil untuk ukuran perusahaan dalam ekosistem bisnis Prajogo Pangestu yang rata-rata di atas Rp100 triliun.

Karena faktor tersebut, ia memberikan estimasi berani terkait potensi kenaikan saham CDIA di hari-hari awal perdagangannya, “Estimasinya minimal bisa ARA sebanyak 3-5 kali,” jelas tambah Ekky.

Namun, di balik potensi keuntungan besar, ada risiko yang perlu diwaspadai. Antusiasme yang sangat tinggi seringkali membuat penjatahan saham yang didapat investor ritel menjadi sangat kecil. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa histori ARA akan selalu terulang di setiap IPO.

5. Simulasi Keuntungan dan Strategi Bagi Investor

Melihat rekam jejak underwriter pada saham RATU yang bisa ARA 10 kali, banyak investor berspekulasi mengenai keuntungannya. Mari kita lihat simulasi perhitungan yang benar jika Anda berhasil mendapatkan penjatahan 10 lotdengan modal Rp190.000.

Penting untuk diketahui, aturan ARA di BEI bertingkat. Untuk saham seharga Rp190, batas atasnya adalah +35% pada hari pertama. Namun, jika harganya sudah di atas Rp200, batas ARA untuk hari-hari berikutnya berubah menjadi +25%.

Jika saham CDIA berhasil ARA di hari pertama (+35%) dan dilanjutkan ARA 9 hari berikutnya (+25%), maka harga sahamnya berpotensi meroket dari Rp190 menjadi sekitar Rp1.906 per lembar. Dengan begitu, modal Rp190.000 Anda bisa bertumbuh menjadi Rp1,9 juta.

Ini berarti ada potensi keuntungan bersih sekitar Rp1,71 juta atau imbal hasil fantastis +903% hanya dalam dua minggu! Tentu saja, ini adalah skenario paling optimistis dan bukan merupakan jaminan, mengingat risiko pasar selalu ada.