pos-credit-card-settlement-instead-cash-settlement-shopping.jpg
Perbankan

Hasil Survei OJK Soal Dampak Kenaikan PPN Barang Mewah ke Industri Perbankan

  • Dalam Survei Orientasi Bisnis Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk Triwulan I-2025, terdapat beberapa aspek yang menjadi perhatian utama. Itu termasuk peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah serta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan ekonomi yang berdampak langsung pada sektor perbankan di Indonesia. Dalam Survei Orientasi Bisnis Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk Triwulan I-2025, terdapat beberapa aspek yang menjadi perhatian utama.

Itu termasuk peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah serta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025. Berikut rangkuman hasil survei dan analisis dampaknya bagi industri perbankan.

Dampak Peningkatan PPN 12% terhadap Perbankan

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024, pemerintah telah menaikkan PPN atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. 

Beberapa sektor yang terdampak oleh kebijakan ini antara lain otomotif, properti mewah, serta industri pariwisata dan perhotelan kelas atas.

Dari hasil survei OJK, sebagian besar responden menyatakan bahwa kenaikan PPN ini tidak akan berdampak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. 

Hal ini disebabkan karena debitur yang mungkin terdampak memiliki arus kas yang cukup baik. Namun, tetap ada potensi perlambatan pertumbuhan kredit pada sektor tertentu yang lebih sensitif terhadap kebijakan ini.

Sebagai langkah mitigasi, perbankan akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit. Selain itu, diversifikasi portofolio kredit menjadi strategi utama untuk mengurangi potensi risiko dari sektor-sektor yang terkena dampak kenaikan PPN.

Pengaruh Kenaikan UMP 2025 terhadap Industri Perbankan

Pemerintah juga telah menaikkan UMP 2025 sebesar 6,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Dampak dari kebijakan ini terhadap industri perbankan memiliki dua sisi, yaitu positif dan negatif.

Dampak Positif:

  • Peningkatan daya beli masyarakat yang dapat mendorong konsumsi dan pada akhirnya meningkatkan permintaan kredit konsumsi.
  • Kenaikan gaji pekerja dapat meningkatkan simpanan masyarakat di perbankan, sehingga Dana Pihak Ketiga (DPK) berpotensi meningkat.

Dampak Negatif:

  • Beban operasional industri yang berbasis tenaga kerja tinggi akan meningkat, yang bisa mengurangi kemampuan mereka dalam membayar pinjaman bank.
  • Risiko kredit bermasalah (Non-Performing Loans/NPL) dapat meningkat akibat tekanan keuangan pada sektor usaha tertentu.
  • Peningkatan biaya operasional bank akibat penyesuaian gaji karyawan, yang bisa berdampak pada efisiensi dan profitabilitas bank.
  • Potensi inflasi yang lebih tinggi akibat peningkatan upah, yang dapat menyebabkan penyesuaian suku bunga dan meningkatkan biaya dana bagi bank.

Untuk mengatasi tantangan ini, perbankan diharapkan melakukan efisiensi operasional dan menyesuaikan strategi bisnis mereka agar tetap kompetitif di tengah perubahan kebijakan ekonomi.

Faktor Global dan Domestik yang Berpengaruh pada Perbankan di 2025

Selain kebijakan fiskal domestik, kondisi global juga berperan dalam menentukan arah industri perbankan di tahun 2025. Berikut beberapa faktor utama yang diprediksi akan mempengaruhi perbankan:

Faktor Global:

  1. Ketidakpastian Suku Bunga AS
    Perubahan Federal Funds Rate (FFR) di AS dapat mempengaruhi kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI-Rate), yang berdampak pada suku bunga kredit dan DPK di perbankan domestik.
  2. Perubahan Perilaku Investor Asing
    Jika suku bunga AS naik, investor asing mungkin akan menarik modal dari Indonesia, menyebabkan volatilitas di pasar keuangan.
  3. Konflik Geopolitik
    Ketidakstabilan global dapat memengaruhi nilai tukar rupiah dan menyebabkan ketidakpastian di sektor perbankan.

Baca Juga: Mirae Asset dan Bank DBS Indonesia Hadirkan Investasi Obligasi Pemerintah di M-STOCK

Faktor Domestik:

  1. Pertumbuhan Ekonomi Nasional
    Jika ekonomi tumbuh secara moderat, permintaan kredit dan likuiditas perbankan akan terpengaruh.
  2. Kebijakan Fiskal dan Moneter
    Regulasi dari pemerintah dan Bank Indonesia mengenai suku bunga serta kebijakan kredit akan sangat menentukan kinerja sektor perbankan.
  3. Stabilitas Sistem Keuangan
    Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sangat bergantung pada stabilitas sistem keuangan nasional.
  4. Digitalisasi dan Teknologi Finansial
    Tren digitalisasi memaksa bank untuk terus berinovasi, baik dalam layanan maupun dalam pengelolaan risiko siber yang semakin kompleks.

Tantangan dan Risiko Perbankan di Tahun 2025

Berdasarkan hasil survei OJK, terdapat beberapa tantangan utama yang perlu diwaspadai oleh industri perbankan di tahun 2025, di antaranya:

  1. Pengetatan Likuiditas
    Bank perlu mengelola likuiditas dengan lebih baik untuk menghadapi ketidakpastian pasar.
  2. Penurunan Kualitas Kredit
    Sektor tertentu mungkin menghadapi kesulitan dalam membayar pinjaman, sehingga risiko NPL meningkat.
  3. Ancaman Keamanan Digital (Cyber Risk)
    Semakin banyaknya layanan perbankan digital membuat keamanan siber menjadi aspek krusial yang harus diperkuat.

Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, perbankan telah menyiapkan berbagai strategi mitigasi, di antaranya:

  • Selektif dalam ekspansi kredit untuk menjaga kualitas portofolio kredit.
  • Manajemen likuiditas yang optimal dengan mencari sumber pendanaan yang stabil dan murah.
  • Diversifikasi portofolio kredit untuk mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu.
  • Penguatan manajemen risiko dengan mengembangkan framework yang komprehensif.
  • Meningkatkan keamanan digital untuk memitigasi risiko siber yang semakin meningkat.