
Harganya Kembali Pulih setelah Anjlok, Bitcoin Makin Kuat Guncangan Geopolitik
- Bagi investor yang lebih berpengalaman, strategi rotasi aset bisa jadi cara cerdik untuk mengoptimalkan momentum. Ini berarti secara berkala memindahkan alokasi investasi ke aset yang punya potensi naik, sesuai dengan pergerakan pasar.
Tren Pasar
JAKARTA - Pasar keuangan global kembali mengalami guncangan setelah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan ke tiga fasilitas nuklir utama Iran. Presiden AS, Donald Trump, mengklaim bahwa serangan tersebut menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur bawah tanah Iran. Namun hingga saat ini, klaim tersebut belum didukung bukti dari analisis independen maupun citra satelit.
Situasi panas ini langsung memicu lonjakan volatilitas di pasar saham Amerika Serikat. Indeks S&P 500 futures serta indeks-indeks utama lainnya mengalami tekanan tajam. Kekhawatiran investor meningkat karena potensi eskalasi konflik yang bisa memicu gangguan terhadap pasokan minyak global. Harga minyak pun melonjak, sementara dolar AS menguat—tanda klasik bahwa investor sedang berburu aset safe haven.
Saham Energi dan Pertahanan Melesat
Di tengah ketidakpastian, saham sektor pertahanan dan energi justru mendapatkan momentum positif. Perusahaan raksasa seperti Chevron dan Exxon Mobil di sektor energi, serta Lockheed Martin dan Northrop Grumman di sektor pertahanan, menunjukkan performa mengesankan. Namun, analis memperingatkan bahwa sektor energi bisa saja terkoreksi jika ternyata suplai minyak global tidak terganggu secara signifikan.
Tak hanya saham, pasar kripto juga ikut terkena imbas. Bitcoin sempat merosot tajam, turun di bawah US$100.000 karena kekhawatiran pasar terhadap kemungkinan perang terbuka antara AS dan Iran. Namun, setelah tekanan awal mereda, Bitcoin mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Hari ini, Selasa, 24 Juni 2025 pukul 12.00 WIB, Bitcoin diperdagangkan di kisaran US$105.000, dengan altcoin seperti Ethereum (ETH), Ripple (XRP), dan Solana (SOL) juga mulai bangkit dari koreksi akhir pekan.
Menurut Fahmi Almuttaqin, analis dari platform investasi kripto Reku, baik pasar saham AS maupun kripto menunjukkan sikap defensif.
“Investor saat ini sangat sensitif terhadap perkembangan situasi di Timur Tengah. Mereka cenderung wait and see sambil memantau potensi eskalasi lebih lanjut,” ujarnya.
- Baca Juga: Harga Bitcoin Jatuh Lagi di Tengah Meredanya Konflik AS-China, Saatnya Beli di Harga Murah?
Harga Minyak dan Emas Naik, Pasar Ambil Sikap Wait and See
Lonjakan harga minyak mentah hingga mendekati US$76 per barel, naik hampir 4% dalam waktu singkat, menunjukkan betapa besarnya kekhawatiran pasar.
Potensi Iran memblokir Selat Hormuz—jalur vital pengiriman minyak global—menjadi salah satu pemicu utama. Sementara itu, harga emas naik tipis dan indeks saham AS bergerak datar, menandakan bahwa pelaku pasar belum mengambil posisi tegas.
Fahmi juga menyoroti bahwa ketegangan antara AS dan Iran bisa berdampak lebih luas, terutama jika memperhitungkan relasi geopolitik Iran dengan Rusia dan Korea Utara. “Salah satu kekhawatiran terbesar adalah potensi lonjakan inflasi, yang bisa menggagalkan tren penurunan inflasi dalam beberapa bulan terakhir,” tambahnya.
Potensi Sinyal Positif dari Suku Bunga
Meski ketegangan geopolitik mengintai, pasar juga tengah menantikan sinyal dari The Fed terkait suku bunga. Menurut Fahmi, jika tren inflasi tetap terkendali dan The Fed benar-benar menurunkan suku bunga pada bulan September, ini bisa menjadi pendorong kuat untuk reli pasar kripto, terutama Bitcoin.
“Saat ini, pasar kripto menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Bitcoin tetap bertahan di atas level psikologis meski dihantam berbagai sentimen negatif. Jika suku bunga benar-benar turun lagi di November atau Desember, altcoin—yang sejauh ini masih underperformed—bisa menyusul kenaikan,” jelasnya.
Strategi Investasi: Dari DCA hingga Rotasi Aset
Lalu, bagaimana sebaiknya anak muda menyikapi kondisi ini jika tertarik berinvestasi di kripto?
Fahmi menyarankan pendekatan yang disesuaikan dengan profil masing-masing investor. Untuk pemula, strategi DCA (Dollar Cost Averaging) bisa jadi pilihan cerdas. Ini adalah teknik investasi dengan cara menabung rutin—misalnya mingguan atau bulanan—ke aset tertentu, agar harga belinya merata di tengah fluktuasi pasar. “Strategi ini cocok banget buat yang baru mulai, supaya gak terlalu panik ketika pasar naik turun,” ujar Fahmi.
Bagi investor yang lebih berpengalaman, strategi rotasi aset bisa jadi cara cerdik untuk mengoptimalkan momentum. Ini berarti secara berkala memindahkan alokasi investasi ke aset yang punya potensi naik, sesuai dengan pergerakan pasar.
“Misalnya, ketika BTC mulai stagnan, bisa alihkan ke altcoin yang mulai naik. Atau sebaliknya,” tambahnya.
Fitur Packs Bantu Diversifikasi Otomatis
Untuk mempermudah investor dalam menjalankan strategi tersebut, Reku menawarkan fitur Packs, yang memungkinkan investor berinvestasi ke dalam kumpulan aset terkurasi dalam satu kali transaksi. Mulai dari kripto blue chip, proyek berbasis AI, memecoin, hingga ETF saham AS yang punya performa cemerlang, semua tersedia dalam satu platform.
Yang lebih menarik, fitur Packs juga dilengkapi dengan fitur Rebalancing otomatis. Artinya, alokasi investasi kamu akan disesuaikan secara berkala mengikuti kondisi pasar, tanpa perlu repot atur ulang manual. “Dengan begitu, strategi DCA kamu jadi lebih praktis dan optimal,” pungkas Fahmi.