
Harga Paket Internet Standar Jadi Rp35.000 , Bagaimana Nasib Saham TLKM, ISAT, dan EXCL?
- Kebijakan ini merupakan upaya untuk memulihkan profitabilitas industri telekomunikasi yang selama ini tertekan, termasuk oleh kontraksi pendapatan sebesar 3,0% pada kuartal I-2025.
Tren Pasar
JAKARTA – Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk berganti kartu SIM demi mendapatkan paket internet murah kemungkinan akan segera berakhir. Tiga raksasa telekomunikasi PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) dikabarkan sepakat menghentikan "perang harga" dan memasuki fase baru yang disebut analis sebagai perbaikan harga.
Perubahan tersebut mulai berlaku efektif pada paruh kedua 2025. Menurut riset terbaru BRI Danareksa Sekuritas, dampak awal yang dirasakan konsumen adalah penerapan harga standar baru untuk paket perdana seharga Rp35.000 untuk kuota internet sebesar 3GB.
Standar harga baru ini diterapkan secara merata di seluruh operator utama, mulai dari TLKM (Simpati dan by.U), ISAT (IM3 dan Tri), hingga EXCL (XL dan Axis), dengan spesifikasi serupa, yakni kuota data 3GB untuk masa aktif 30 hari. Beberapa operator, seperti Indosat, bahkan menambahkan bonus berupa 5.000 menit telepon ke sesama pengguna untuk meningkatkan daya tarik.
- Belajar dari Co-Payment di Thailand: Solusi Adil Hadapi Inflasi Medis
- Tegas! Serikat Pekerja Desak Prabowo Tolak Agenda Asing dalam PP 28/2024
- Dirjen Bea Cukai Djaka Diharapkan Terapkan Moratorium Kenaikan Cukai Rokok 3 Tahun Demi Optimalkan Penerimaan Negara
Secara strategis, kebijakan ini bertujuan mengubah perilaku konsumen dari pola konsumtif berbasis kartu perdana menuju loyalitas terhadap nomor tetap. BRI Danareksa Sekuritas mencatat bahwa imbal hasil data (data yield) dari paket perdana baru ini mencapai sekitar Rp11.600 per GB,jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata paket isi ulang yang hanya sekitar Rp2.800 per GB.
Dengan membuat pembelian kartu baru menjadi kurang ekonomis, operator berharap dapat menekan tingkat churn dan mendorong pengguna untuk tetap mengisi ulang nomor yang sudah dimiliki. Fase perbaikan harga ini juga menjadi langkah konsolidasi menuju industri telekomunikasi yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Kafi Ananta dan Erindra Krisnawan, menilai bahwa kebijakan ini merupakan upaya untuk memulihkan profitabilitas industri telekomunikasi yang selama ini tertekan, termasuk oleh kontraksi pendapatan sebesar 3,0% pada kuartal I-2025.
Meski begitu, perusahaan sekuritas dengan kode broker OD ini belum sepenuhnya mengapresiasi prospek pemulihan tersebut. Oleh karena itu, sektor telekomunikasi masih diberi peringkat Overweight, mencerminkan pandangan hati-hati namun tetap positif. Lalu pertanyaannya: bagaimana posisi dan strategi masing-masing emiten dalam babak baru industri telekomunikasi ini?
Indosat (ISAT): Diunggulkan sebagai Pemimpin Pertumbuhan
BRI Danareksa Sekuritas masih menempatkan ISAT sebagai pilihan utama (top pick), dengan rekomendasi Buy dan target harga Rp2.600 per saham. ISAT dianggap memiliki ruang terbesar untuk meningkatkan pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU) dibanding pesaing lainnya.
Saat ini, imbal hasil data ISAT masih 20% lebih rendah dari Telkomsel, memberikan ruang optimalisasi tarif. Selain itu, perusahaan menerapkan strategi penyederhanaan produk, memangkas jumlah varian dari lebih 300 menjadi hanya 70 untuk mencegah kanibalisasi harga.
Dengan demikian, laba bersih ISAT tahun penuh 2025, diperkirakan melonjak 17,8% menjadi hampir Rp5,8 triliun. Sementara itu, pendapatannya diproyeksikan tumbuh 6,0% hingga mencapai sekitar Rp59 triliun, mencerminkan potensi pertumbuhan yang solid di tengah penataan industri.
Telkom (TLKM): Raksasa yang Berbenah Strategis
Telkom tetap mendapat rekomendasi Buy dari BRI Danareksa Sekuritas, dengan target harga Rp3.500 per saham. Valuasi menarik dan posisi dominan perusahaan dalam perbaikan harga industri menjadi alasan utama di balik pandangan positif tersebut.
Salah satu langkah kunci Telkom adalah menghentikan layanan internet murah “Telkomsel Lite”. Layanan ini sebelumnya menekan ARPU dan mengganggu struktur tarif industri secara keseluruhan, sehingga penghapusannya dinilai sebagai sinyal pemulihan yang serius.
Namun, pertumbuhan Telkom diperkirakan akan lebih moderat. Bisnis warisan (legacy) terus mengalami penurunan, yang menahan ekspansi. Laba bersih TLKM diproyeksikan hanya tumbuh 0,9% menjadi hampir Rp24 triliun, dan pendapatan naik tipis 1,2%.
Penting untuk dicatat, di segmen fixed broadband, Telkom menargetkan penambahan 800 ribu hingga 1 juta pelanggan baru sepanjang 2025. Meski demikian, ARPU IndiHome diperkirakan akan sedikit tertekan akibat penyesuaian harga dan dinamika pasar yang semakin kompetitif.
XL Axiata (EXCL): Fokus pada Efisiensi dan Sinergi
Tidak ketinggalan, XL Axiata juga mendapat rekomendasi Buy, dengan target harga Rp2.800 per saham. Analis memperkirakan tekanan terhadap ARPU EXCL telah mencapai titik nadir pada kuartal I-2025, membuka jalan bagi stabilisasi dan pemulihan kinerja.
Fokus utama EXCL kini beralih ke sinergi biaya pasca-merger. Perusahaan menargetkan penghematan operasional sebesar US$100 juta sepanjang tahun ini, sebagai hasil dari integrasi dan optimalisasi infrastruktur jaringan yang sebelumnya tumpang tindih.
EXCL berencana merasionalisasi sekitar 15–20% dari total menara yang tumpang tindih untuk meningkatkan efisiensi. Langkah ini menjadi strategi penting dalam menjaga margin keuntungan di tengah kompetisi tarif yang mulai terkendali.
Pendapatan EXCL diproyeksikan tumbuh paling tinggi di antara operator lain, yakni sebesar 7,7% menjadi lebih dari Rp37 triliun. Namun, pertumbuhan ini sebagian besar berasal dari konsolidasi pelanggan Linknet yang baru saja bergabung.
Oleh karena itu, laba bersih EXCL diperkirakan meningkat 1,9% menjadi sekitar Rp1,85 triliun. Meski tidak terlalu besar, pertumbuhan ini menunjukkan arah pemulihan yang stabil, didukung oleh fokus pada efisiensi dan ekspansi layanan berbasis fiber.