
Habis Raja Ampat, Terbit Mentawai
- Gaduh tambang nikel di Kepulauan Raja Ampat belum lagi reda, kini muncul perkara serupa di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar). PT Sumber Permata Sipora telah mengantungi izin penebangan pohon untuk disulap menjadi lahan kelapa sawit. Ini mengancam kelestarian alam setempat dan bisa merusak industri pariwisata yang sedang naik daun.
Kolom & Foto
Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam. Hutan, gunung, lautannya menyimpan harta karun yang tak ternilai. Tak heran jika orang pun berlomba-lomba untuk mengeruk kekayaan itu. Dan belakangan kisah penguasaan wilayah yang menyimpan khazanah itu kian mencelat ke permukaan.
Setelah Kepulauan Raja Ampat yang dikeruk nikelnya, kemudian empat pulau di Aceh (Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil) diambilalih oleh Sumatera Utara, kini giliran Kepulauan Mentawai di Sumbar diincar pusakanya.
Kepulauan Mentawai terdiri dari empat pulau utama, yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan. Kepulauan ini terletak di Samudra Hindia, sekitar 150 km sebelah barat Padang, Sumatera Barat.
Kepulauan yang merupakan bagian dari Provinsi Sumbar itu diincar hutannya. Sejak dua tahun silam PT Sumber Permata Sipora (SPS) telah mengantungi izin PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). PBPH diberikan untuk lahan seluas 20.706 hektare, nyaris setengah dari luas pulau Sipora.
Seperti dikutip Kata Sumbar, SPS diketahui merupakan unit usaha dari perusahaan yang bernama Padang Mulia Grup. Berkantor di Rasuna Said, Jakarta Selatan, entitas bisnis yang berdiri sejak tahun 2016 bergerak di bisnis pertambangan batubara, perkayuan, serta sektor jasa di bidang minyak dan gas.
Dalam profilnya, SPS memiliki target produksi mencapai 50.000 m3/tahun yang terdiri dari kayu-kayu berjenis meranti, mersawa dan rimba campuran. Saat ini proses pengajuan persetujuan lingkungan hidup sudah mencapai tahap penilaian dokumen Amdal di Dinas Lingkungan Hidup Sumbar.
Izin yang dimiliki SPS berada dalam enam wilayah adat yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kepulauan Mentawai No. 11 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Uma sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Kepulauan Mentawai.

Enam wilayah adat yang ditetapkan melalui Perda tersebut meliputi: Uma Saurenu di Desa Saurenu, Uma Usut Ngaik dan uma Rokot di Desa Matobe, Uma Goiso Oiman de desa Goiso oinan, Uma Sakarebau Maileppet di Desa Betumonga dan Uma Sibagah di Desa Mara. Total luas enam wilayah adat itu 23.563,9 hektare.
Selain itu, Kementerian LHK juga telah menetapkan empat hutan adat di Pulau Sipora seluas 6.907 hektare. Rencananya di atas wilayah adat dan hutan adat itu SPS akan menanam kelapa sawit. Sama halnya izin pertambangan di Raja Ampat, penerbitan PBPH ini juga menelikung UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Menurut UU itu aktivitas yang diperkenankan di kawasan itu hanya konservasi, pendidikan, penelitian, budidaya laut, peternakan dan kepentingan pertahanan dan keamanan. Sebelum datang SPS, Pulau Sipora telah menghadapi ancaman penebangan kayu. Hal itu menjadi masalah karena pembalakan acap mendatangkan banjir bandang yang berulang.
Sejak banjir kerap mengintai, masyarakat setempat mendaftarkan hak atas hutan adat seluas 7.937 hektare ke Badan Registrasi Wilayah Adat atau BRWA pada 2018. Setahun berikutnya, pemerintah kabupaten dan Kementerian Kehutanan menetapkan wilayah itu sebagai Hutan Adat Uma Saureinu seluas 5.739 hektare yang dimiliki oleh 13 suku.
Toh pengakuan sebagai hutan adat tak ampuh mencegah banjir. Rupanya hutan di hulu daerah aliran Sungai Saureinu telah digunduli oleh perusahaan pemegang konsesi yang bekerja di masa lalu. Rasa khawatir mereka bertambah lantaran rencana pembabatan hutan bakal merusak sedikitnya 18 daerah aliran sungai di Pulau Sipora.
Masyarakat setempat sangat menggantungkan hidup pada sungai. Secara turun-temurun mereka membangun perkampungan di tepi aliran air Sungai Saureinu yang bermuara di Selat Mentawai. Kampung mereka rusak saat banjir datang dalam lima tahun belakangan. Warga akhirnya harus bedol desa mencari ketinggian—berjarak 500 meter dari sempadan sungai.
Salah Satu Destinasi Surfing Terbaik di Dunia
Selama ini Kepulauan Mentawai dikenal sebagai surga tersembunyi di lepas pantai barat Sumatera, yang menawarkan pengalaman liburan yang tak terlupakan bagi para petualang dan pecinta alam. Dengan pantainya yang menakjubkan, ombak spektakuler, dan kehidupan bawah laut yang kaya, Pulau Mentawai adalah destinasi impian bagi mereka yang mencari petualangan di antara keindahan alam tropis.
Pulau Mentawai terkenal di seluruh dunia karena ombaknya yang besar dan konsisten, menjadikannya salah satu destinasi surfing terbaik di dunia. Pantai-pantai seperti Katiet dan Siberut menawarkan ombak yang menakjubkan bagi para peselancar dari berbagai tingkat keahlian.
Baik Anda seorang pemula yang ingin belajar surfing atau peselancar berpengalaman yang mencari tantangan baru, Pulau Mentawai memiliki ombak yang cocok untuk semua orang. Bagi para penggemar snorkeling dan diving, Pulau Mentawai menawarkan kehidupan bawah laut yang memukau.
Dengan terumbu karang yang indah dan beragam spesies ikan dan hewan laut, mereka yang menyelaminya akan terpesona oleh keanekaragaman bawah laut yang ada di sini. Pulau Sipora dan Pulau Siberut adalah dua lokasi terbaik untuk menjelajahi keindahan bawah laut Pulau Mentawai.
Pantai-pantai di Kepulauan Mentawai pun sangat indah. Dari pasir putih yang lembut hingga air laut yang jernih, pantai-pantai seperti Siberut, Katiet, dan Pagai menawarkan tempat yang sempurna untuk bersantai, berjemur, atau sekadar menikmati keindahan alam tropis.
Liburan di Pulau Mentawai juga merupakan kesempatan untuk berinteraksi dengan budaya dan masyarakat lokal. Pelancong dapat mengunjungi desa-desa tradisional Mentawai dan belajar tentang kehidupan sehari-hari serta tradisi mereka yang unik. Wisatawan dapat menjelajahi rumah-rumah adat tradisional dan mengikuti upacara adat yang diselenggarakan penduduk setempat.
Bagi pelancong yang gemar berpetualang, hutan lindung Siberut yang lebat siap memberi pengalaman tak terlupakan. Di sana terhampar pemandangan yang spektakuler, air terjun yang menakjubkan serta berbagai spesies flora dan fauna yang langka.
Jangan Terlena Cuan Sesaat
Sesungguhnya pemerintah setempat tidak tutup mata dengan potensi pariwisata di Kepulauan Mentawai. Sektor pariwisata memang cukup menjanjikan dan sangat menggiurkan untuk menambah pendapatan daerah. Dari tahun ke tahun turis mancanegara selalu bertambah untuk datang berwisata ke Pulau Mentawai
Selain dapat dijangkau dengan kapal feri dari Padang dengan waktu tempuh 10 jam, Kepulauan Mentawai juga dapat dicapai dengan pesawat. Sejak Oktober 2023 Bandara Mentawai dapat dilandasi pesawat jenis ATR 72-600 berkapasitas 78 penumpang.
Tak heran satu tahun berselang jumlah wisatawan ke sana meningkat signifikan, mencapai 29.000 orang. Angka ini meningkat sekitar 5.000 orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pendapatan dari sektor pariwisata tahun ini pun dipatok Rp15 miliar. Angka ini melonjak lebih dari 100 persen dari PAD (pendapatan asli daerah) dari sektor pariwisata tahun 2019 yang mencapai Rp6,6 miliar
Selain promosi yang gencar, pemerintah setempat mengadakan berbagai pelatihan bagi masyarakat di bidang perhotelan, kuliner, serta pengelolaan homestay agar mereka dapat berperan aktif dalam industri pariwisata.
Dengan daya tarik alam yang luar biasa serta ombak kelas dunia, Mentawai kini menjadi ikon pariwisata Sumbar yang semakin diminati wisatawan mancanegara. Nah, sudah jelas Mentawai bisa hidup dari pariwisata. Bahkan jika Jakarta mau lebih aktif membantu Mentawai mendongkrak pariwisatanya, PAD niscaya lebih banyak lagi.
Jangan terlena dengan cuan dari sawit yang pasti jauh lebih besar. Tapi ingat, itu hanya untuk jangka pendek. Deforestasi untuk hutan sawit hanya akan mewariskan bencana bagi generasi mendatang.