batu bara ukraina.jpg
Tren Pasar

Gejolak Harga Batu Bara (Bagian 1): Ancaman dari Anjloknya Permintaan China

  • Saham batu bara INDY, KKGI, & BYAN terancam? Impor China anjlok 30% & ekspor seret. Simak analisis lengkap dampak ke kinerja kuartal II di sini.

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA – Sebuah sinyal bahaya jangka panjang datang bagi para investor di sektor batu bara. Data terbaru dari bea cukai China menunjukkan adanya penurunan drastis pada impor batu bara dari Indonesia. Kabar ini sontak menjadi sentimen negatif yang membayangi prospek kinerja emiten tambang.

Pada Juni 2025, impor batu bara China dari Indonesia tercatat anjlok -30% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini bahkan lebih dalam dibandingkan impor China dari negara lain seperti Rusia dan Australia, menandakan adanya pergeseran preferensi.

Penurunan permintaan dari salah satu pasar terbesar di dunia ini tentu memicu pertanyaan besar: kenapa China mulai mengurangi impornya, dan emiten mana saja yang paling berisiko terdampak? Mari kita bedah empat poin penting dari analisis fundamental ini.

1. Kenapa China Mulai 'Ogah' Sama Batu Bara RI?

Menurut laporan Reuters, ada dua alasan utama di balik penurunan permintaan ini. Pertama, China sedang gencar-gencarnya meningkatkan produksi batu bara domestik mereka sendiri, sehingga kebutuhan untuk mengimpor dari negara lain secara alami ikut berkurang.

Kedua, penurunan harga batu bara global telah mengubah peta persaingan. Batu bara dengan kualitas dan kalori yang lebih tinggi dari negara lain kini menjadi lebih kompetitif dari segi harga, menekan permintaan terhadap pasokan batu bara Indonesia yang umumnya memiliki kalori lebih rendah.

2. Data Pemerintah: Ekspor Seret, Target Terancam Meleset

Kondisi ini sejalan dengan data yang dirilis oleh Kementerian ESDM per 22 Juli 2025. Hingga saat ini, realisasi ekspor batu bara Indonesia baru mencapai 199,2 juta ton atau setara dengan 40% dari target tahun 2025.

Angka ekspor ini jelas tertinggal jika dibandingkan dengan realisasi produksi yang sudah mencapai 390,2 juta ton (53% dari target). Hal ini menunjukkan adanya hambatan: batu bara berhasil ditambang, namun kesulitan untuk dijual ke pasar ekspor.

3. Sinyal Waspada: Kinerja Kuartal II Diprediksi Bakal Lesu

Bagi investor, data impor yang lemah ini adalah sinyal peringatan dini. Menurut tim riset Stockbit Sekuritas, hal ini dapat menjadi indikasi kuat bahwa kinerja volume penjualan para emiten batu bara pada laporan keuangan kuartal II-2025 nanti akan cenderung lemah.

Lebih jauh lagi, lemahnya permintaan dari dua pasar utama, yaitu China dan India, berpotensi membuat target produksi tahunan para emiten tidak tercapai. Risiko ini perlu diwaspadai karena dapat berdampak negatif pada proyeksi pendapatan dan laba perusahaan.

4. Siapa yang Paling Berisiko Terdampak?

Stockbit Sekuritas secara spesifik menyoroti beberapa emiten yang memiliki eksposur ekspor cukup besar ke China. Di antaranya adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (INDY) dengan porsi ekspor ke China mencapai 35,8% dari total volume.

Emiten lain yang juga berisiko tinggi adalah PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI) dengan porsi 32% dan PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dengan porsi 20%. Selain itu, pelemahan ini juga berisiko berdampak negatif pada emiten jasa pertambangan.

Nah, tekanan dari sentiment tersebut sejatinya sudah tergambar dalam harga saham ketiganya yang mengalami penurunan secara year to date, di mana saham BYAN tercatat melemah 6,53%, INDY melemah 6,35%, dan KKGI mengalami koreksi terdalam dengan penurunan sebesar 29,44%.