Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim
Tren Global

Gara-Gara Kesepakatan dengan Prabowo soal Ambalat, PM Malaysia Dituntut Lengser

  • Pernyataan PM Malaysia Anwar Ibrahim soal kerja sama Ambalat dengan Indonesia picu protes besar. Dituding serahkan kedaulatan, oposisi desak Anwar lengser.

Tren Global

Muhammad Imam Hatami

KUALA LUMPUR, TRENASIA.ID - Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menghadapi tekanan politik serius setelah pernyataannya tentang kerja sama pengelolaan wilayah Ambalat bersama Presiden Indonesia Prabowo Subianto memicu gelombang protes besar-besaran di dalam negeri. Kontroversi ini mencuat setelah Anwar mengusulkan pendekatan “pengembangan bersama” untuk wilayah yang sejak lama menjadi sengketa antara kedua negara.

Dalam pertemuan bilateral pada Juni 2025, Anwar menyatakan, “Whatever we find in the sea, we will exploit it together,” yang langsung direspons keras oleh oposisi dan sebagian publik sebagai bentuk "penyerahan kedaulatan". Meski Anwar menegaskan bahwa prinsip kedaulatan tetap menjadi prioritas utama, pernyataan tersebut membuka celah bagi lawan politik untuk menggalang tekanan.

"Indonesia adalah sahabat, dan saya ingin ini menjalin hubungan yang baik," jelas Anwar dalam keterangan resminya, dikutip Rabu, 6 Agustus 2025.

Puncak kemarahan publik terjadi pada 26 Juli 2025, saat sekitar 18.000 demonstran turun ke jalan di Kuala Lumpur, menyerukan pengunduran diri Anwar. Mereka membawa spanduk bertuliskan "Turun Anwar" dan menyuarakan kekecewaan atas kondisi ekonomi yang memburuk, ditambah kekhawatiran bahwa Anwar mengabaikan kepentingan nasional demi hubungan luar negeri.

Mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad, yang kini berusia 100 tahun, turut hadir dalam aksi dan menuduh Anwar melakukan “penganiayaan politik” serta membahayakan kedaulatan negara. Dari Sabah negara bagian terdekat dengan Ambalat, anggota parlemen turut mempertanyakan posisi Anwar dan menuntut jaminan pembagian hasil eksploitasi minyak jika kesepakatan benar terjadi.

Tegaskan Kedaulatan Malaysia

Dalam pernyataan terbarunya pada awal Agustus 2025, Anwar Ibrahim kembali menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan berkompromi terhadap kedaulatan nasional, khususnya terkait wilayah Sabah, yang menjadi titik krusial dalam sengketa maritim dengan Indonesia di kawasan Laut Sulawesi atau yang dikenal sebagai Blok Ambalat. 

Anwar menyampaikan bahwa setiap langkah diplomasi yang diambil, termasuk pembahasan skema kerja sama eksploitasi sumber daya alam di wilayah perairan tersebut, tetap berada dalam koridor kepentingan nasional dan konstitusi Malaysia.

Ia juga menekankan bahwa Malaysia akan memastikan seluruh proses negosiasi dilakukan secara transparan, inklusif, dan melibatkan pemangku kepentingan lokal, terutama dari Sabah, yang selama ini menjadi pihak paling terdampak dalam isu ini. 

Pernyataan ini sekaligus merespons kekhawatiran sebagian pihak di dalam negeri yang menilai bahwa skema joint development dengan Indonesia bisa membuka celah pengikisan kedaulatan wilayah.  

"Negosiasi ini akan dilakukan secara terbuka dan tidak di bawah meja. Kami akan melindungi Sabah dan berpegang pada prinsip kedaulatan," ujar Anwar saat berkunjung ke Kota Kinabalu.

Strategi Bertahan Anwar

Merespons tekanan, Anwar menegaskan bahwa belum ada kesepakatan final dengan Indonesia, proses tersebut masih berada dalam tahap diplomasi bertahap. Untuk meredam gejolak, ia mengikutsertakan Kepala Menteri Sabah, Hajiji Noor, dalam delegasi diplomatik, serta mengumumkan bantuan tunai RM100 dan subsidi bahan bakar sebagai respons atas tuntutan ekonomi rakyat.

Survei lembaga survey asal Malaysia, Merdeka Center for Opinion Research menunjukkan meskipun tekanan meningkat, 55% masyarakat Malaysia masih menyetujui kepemimpinan Anwar, berkat keberhasilan menjaga stabilitas politik dan perannya sebagai Ketua ASEAN, termasuk keberhasilannya memediasi konflik Thailand-Kamboja.

Blok Ambalat, atau dikenal sebagai ND6/ND7 oleh Malaysia, merupakan wilayah laut kaya minyak yang telah diperebutkan sejak 1979. Meskipun Mahkamah Internasional pada 2002 memberi Sipadan-Ligitan kepada Malaysia, batas maritim di sekitar wilayah itu tidak diputuskan, meninggalkan ruang klaim tumpang tindih dengan Indonesia.

Proposal "joint development" bukan hal baru dalam diplomasi kawasan. Malaysia pernah melakukan pendekatan serupa dengan Thailand. Namun, sensitivitas kedaulatan membuat isu Ambalat menjadi sangat politis. Segala bentuk kerja sama akan membutuhkan persetujuan parlemen di kedua negara, proses yang bisa menjadi hambatan jika oposisi menggalang penolakan.

Meskipun protes besar terjadi, posisi Anwar masih relatif aman secara politik. Koalisinya masih menguasai mayoritas di parlemen. Upaya pelengseran hanya mungkin jika UMNO, salah satu sekutu utama dalam koalisi, memutuskan untuk menarik dukungan yang hingga saat ini belum terjadi.