Ilustrasi PHK
Tren Ekbis

Fenomena Hiring Freeze, Kabar Buruk Dunia Kerja

  • PHK naik, lowongan makin sedikit. Tapi bukan berarti kamu harus menyerah. Yuk, pelajari strategi kerja cerdas di era serba tidak pasti ini.

Tren Ekbis

Debrinata Rizky

JAKARTA – Hiring freeze atau penghentian sementara rekrutmen karyawan kini menjadi strategi yang makin lazim diterapkan perusahaan, terutama saat menghadapi ketidakpastian ekonomi, proses restrukturisasi, hingga tekanan biaya operasional. Ini bukan sekadar jeda sejenak, melainkan langkah taktis untuk menjaga arus kas dan menunda ekspansi bisnis.

Fenomena ini tak hanya terjadi di luar negeri. Perusahaan teknologi besar seperti Amazon, misalnya, telah menghentikan perekrutan di divisi ritel mereka sampai proses evaluasi anggaran selesai. Di sisi lain, generasi muda, terutama Gen Z, mengalami dampak nyata. Peluang kerja entry-level di sektor teknologi disebut turun lebih dari 50% dibandingkan era sebelum pandemi.

Dampak Nyata di Indonesia

Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, hiring freeze juga mulai terasa, bahkan berujung pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlah kasus PHK hingga 20 Mei 2025 telah mencapai 26.455 kasus. Provinsi dengan jumlah PHK tertinggi adalah Jawa Tengah, disusul Jakarta dan Riau.

“Jumlah PHK sebanyak 26.455 per 20 Mei tadi pagi. Jawa Tengah masih yang tertinggi, nomor dua Jakarta, nomor tiga Riau. Untuk sektornya, ada sektor pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta jasa,” ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI-JSK) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, di Jakarta seperti dikutip dari Antara, Kamis 26 Juni 2025.

Indah merinci, kasus PHK di Jawa Tengah tercatat sebanyak 10.695, Jakarta 6.279, dan Riau 3.570 kasus. Ia juga menyoroti bahwa angka ini cenderung meningkat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan masuknya Riau ke daftar tiga besar menjadi perhatian tersendiri bagi Kemnaker.

Di tengah kondisi ini, banyak perusahaan beralih ke strategi alternatif seperti outsourcing dan pengembangan internal untuk menekan beban kerja tanpa menambah karyawan tetap.

Cerita dari Lapangan

Edo (30), warga Jakarta Barat, adalah salah satu korban PHK. Setelah diberhentikan dari perusahaan sebelumnya, ia mengaku kesulitan mendapatkan pekerjaan tetap. Ketika akhirnya mendapat tawaran kerja, posisinya bersifat outsourcing dan bukan hasil dari proses rekrutmen resmi.

“Gimana lagi, butuh kerjaan. Jadi mau nggak mau diambil dulu meskipun outsourcing,” ujar Edo. Ia mendapat pekerjaan tersebut dari kenalan, bukan dari lowongan umum, yang menurutnya mencerminkan betapa sulitnya akses ke pekerjaan tetap saat ini.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Hiring freeze bukan hanya pertanda ancaman, tetapi juga sinyal untuk bersiap menghadapi realitas baru dunia kerja. Beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan, terutama oleh generasi muda:

Kembangkan keterampilan digital, AI, dan soft skills yang semakin dibutuhkan perusahaan.

Perluas jaringan (networking) karena banyak peluang kini datang dari koneksi, bukan hanya dari iklan lowongan.

Ambil pekerjaan freelance atau berbasis sharable skills sebagai alternatif sementara sambil menunggu pasar kembali pulih.

Di tengah situasi serba tidak pasti ini, ketangguhan, kreativitas, dan kesiapan untuk beradaptasi adalah kunci untuk tetap bertahan dan berkembang.