
Era Baru Energi Terbarukan: Kenapa Saham Komoditas Ramai-Ramai Bikin PLTS?
- Kenapa saham batu bara & semen seperti ABMM dan SMGR ramai-ramai bikin PLTS? Pahami alasan strategis di balik tren baru investasi energi terbarukan ini.
Tren Pasar
JAKARTA – Sebuah tren besar sedang melanda dunia bisnis di Indonesia: 'demam' Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Sejumlah perusahaan raksasa, termasuk yang selama ini identik dengan energi fosil, kini berlomba-lomba masuk ke sektor energi bersih ini.
Gerakan massal ini bukan tanpa alasan. Pemerintah, melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, telah memberikan 'lampu hijau' super terang. Dari total target penambahan listrik baru dalam 10 tahun ke depan, 76% di antaranya wajib berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT).
Energi surya menjadi primadona utama dengan target penambahan kapasitas mencapai 17,1 Gigawatt (GW). Jadi, siapa saja emiten yang sudah 'mencuri start' dalam tren besar ini dan apa saja proyek mereka? Mari kita bedah lima poin pentingnya.
- Kontroversi Wilmar Group: dari Korupsi Sawit hingga Beras Oplosan
- DPR Soroti Dugaan Intervensi Asing dalam PP 28/2024
- Efek Sihir MSCI Bikin Saham Prajogo Terbang, Tapi Ada Risikonya Loh!
1. Manuver Hijau ABM Investama (ABMM)
Hal yang paling menarik adalah ketika perusahaan batu bara mulai 'go green'. Emiten PT ABM Investama Tbk (ABMM), melalui anak usahanya, telah mengoperasikan PLTS di lokasi tambang mereka di Jambi sejak Februari 2025.
Proyek ini tidak main-main. Dengan kapasitas 643,8 kilowatt peak (kWp) dan dilengkapi sistem penyimpanan baterai, PLTS ini secara mandiri (off-grid) menyuplai listrik untuk berbagai fasilitas operasional, mulai dari mess karyawan hingga klinik 24 jam.
Presiden Direktur Cipta Kridatama (anak usaha ABMM), Meidi Wibowo, menyebut langkah ini sebagai kontribusi untuk operasional tambang yang lebih hijau. "Diperkirakan dapat menghasilkan lebih dari 849.000 kilowatt hour energi bersih setiap tahunnya dan mengurangi jejak karbon sebanyak 660 ton CO₂," ujarnya dalam keterangannya belum lama ini.
2. PLTS Terapung Milik TBS Energi (TOBA)
Emiten lain yang terafiliasi dengan bisnis batu bara, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), juga tak mau ketinggalan dalam diversifikasi ke energi terbarukan. Mereka mengambil langkah yang lebih inovatif lagi.
TOBA saat ini sedang dalam tahap konstruksi untuk proyek pembangkit listrik PLTS terapung di Tembesi, Batam. Proyek yang dikembangkan bersama PLN Nusantara Power ini akan menjadi salah satu pembangkit surya terapung terbesar di Indonesia.
Presiden Direktur TBS Energi, Dicky Yordan, menyatakan proyek ini adalah bukti diversifikasi perusahaan ke bisnis yang lebih berkelanjutan. "Dengan kapasitas terpasang sebesar 46 MWp, pembangkit listrik ini akan menjadi salah satu inovasi energi terbarukan yang signifikan di Batam,” kata Dicky.
3. Langkah Efisiensi Semen Indonesia (SMGR)
Industri semen dikenal sebagai salah satu industri dengan jejak karbon tertinggi. Menyadari hal ini, raksasa semen PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) atau SIG, terus melanjutkan adopsi PLTS sebagai sumber energi alternatif untuk operasional pabriknya.
Langkah signifikan mereka adalah pemasangan panel surya berkapasitas 6,4 MWp di sepuluh atap bangunan pabrik mereka di Tuban. Hal ini mendongkrak total kapasitas panel surya di seluruh grup SIG hingga 6 kali lipat dari sebelumnya.
Inisiatif ini tidak hanya soal citra 'hijau', tetapi juga soal efisiensi. Pada tahun 2024 saja, energi surya yang dihasilkan dari PLTS mereka berhasil mengurangi emisi hingga lebih dari 1.450 ton setara CO₂, sebuah langkah nyata menuju operasional yang lebih berkelanjutan.
4. Proyek Skala Besar Medco Energi (MEDC) di Bali
Perusahaan energi yang identik dengan minyak dan gas, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), juga semakin serius menggarap potensi energi surya. Melalui anak usahanya, Medco Power, mereka telah mengoperasikan PLTS skala besar di Bali Timur.
PLTS ini menjadi pembangkit listrik tenaga surya berskala utilitas terbesar di Bali. Artinya, listrik yang dihasilkan langsung disalurkan untuk mendukung jaringan listrik nasional, bukan hanya untuk kebutuhan internal perusahaan.
Dengan kapasitas 25 MWp, pembangkit ini diperkirakan dapat menghasilkan listrik yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 42.000 rumah dan mengurangi emisi karbon lebih dari 44.000 ton CO₂ per tahunnya.
5. Apa Artinya Tren Ini Bagi Investor?
'Demam' PLTS di kalangan emiten-emiten besar ini memberikan sinyal yang sangat jelas bagi para investor. Rencana pemerintah dalam RUPTL telah menciptakan sebuah peta jalan (roadmap) yang pasti untuk pertumbuhan sektor energi terbarukan di dekade mendatang.
Perusahaan-perusahaan dari sektor 'ekonomi lama' (tambang, semen, migas) yang secara proaktif melakukan diversifikasi ke energi terbarukan menunjukkan kemampuan adaptasi dan visi jangka panjang. Mereka tidak hanya mengurangi risiko bisnis di masa depan, tetapi juga membuka sumber pendapatan baru.
Bagi investor, ini berarti telah muncul sebuah kategori saham baru yang menarik untuk dicermati: saham-saham transisi energi. Yaitu, perusahaan-perusahaan konvensional yang memiliki portofolio energi hijau yang terus bertumbuh dan berpotensi menjadi pemimpin di era ekonomi rendah karbon.