MIND-ID.-1.jpg
Korporasi

Emiten BUMN Tambang Terbelah di Kuartal I-2025: ANTM Melesat, Lainnya Goyang

  • Empat emiten MIND ID mencatat kinerja beragam di kuartal I-2025. Antam cuan dari emas, PTBA dan TINS tertekan, INCO bertahan lewat efisiensi.

Korporasi

Alvin Bagaskara

JAKARTA – Empat emiten anggota Holding BUMN Tambang MIND ID yang melantai di Bursa Efek Indonesia telah melaporkan kinerja keuangan kuartal I-2025, dengan hasil saling bertolak belakang. Perbedaan ini dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas dan tekanan biaya di masing-masing lini bisnis.

PT Aneka Tambang Tbk (Antam), misalnya, sukses mencatat lonjakan laba dan pendapatan signifikan, didorong reli harga emas serta peningkatan volume penjualan. Sebaliknya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Timah Tbk (TINS) mengalami penurunan margin akibat naiknya beban pokok pendapatan dan melemahnya produksi.

Sementara itu, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencatat pertumbuhan laba, namun masih di bawah ekspektasi konsensus pasar. Kondisi ini menunjukkan tantangan yang tidak merata di antara entitas MIND ID, yang kini harus mengandalkan efisiensi dan hilirisasi untuk menjaga daya saing sepanjang sisa tahun 2025.

ANTM: Lonjakan Laba Didukung Emas

Antam menjadi emiten dengan kinerja paling impresif dalam portofolio MIND ID. Laba bersih Antam pada kuartal I-2025 tercatat Rp2,32 triliun, melonjak 1.003 persen dibandingkan Rp210,59 miliar pada kuartal I-2024. Pendapatan juga tumbuh tajam menjadi Rp26,15 triliun, dari sebelumnya Rp8,62 triliun.

Penjualan emas mendominasi pendapatan, menyumbang sekitar Rp21,6 triliun atau 83 persen dari total. Di tengah tren kenaikan harga emas global, Antam mampu menjaga efisiensi operasional, dengan margin laba kotor mencapai Rp3,64 triliun. Laba per saham (earnings per share/EPS) turut naik dari Rp9,92 menjadi Rp88,69 per saham.

Likuiditas perusahaan juga membaik signifikan. Arus kas dari aktivitas operasi tercatat sebesar Rp660,23 miliar, naik dari Rp143,18 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Ini menunjukkan penguatan arus kas di tengah ekspansi hilirisasi dan diversifikasi produk.

CLSA menilai kinerja Antam sangat solid, dan telah menaikkan estimasi laba bersih 2025 sebesar 20 persen dua bulan lalu. Saham Antam kini diperdagangkan pada rasio harga terhadap laba (price to earnings ratio/PER) tahun 2025 sebesar 12,7 kali, dengan rekomendasi outperform dan target harga Rp2.200. RHB Sekuritas juga menyerukan rekomendasi beli dengan target harga Rp2.160, seiring potensi revisi naik proyeksi laba karena dukungan harga emas.

PTBA: Laba Tertekan, Saham Direkomendasi Jual

PTBA mencatatkan pendapatan sebesar Rp9,96 triliun pada kuartal I-2025, sedikit naik dari Rp9,41 triliun setahun sebelumnya. Namun, laba bersihnya anjlok hampir 50 persen menjadi Rp391,48 miliar, dari sebelumnya Rp790,94 miliar. Margin laba menyempit akibat kenaikan beban pokok pendapatan yang mencapai Rp8,91 triliun.

Laba usaha merosot dari Rp948,19 miliar menjadi Rp442,81 miliar, dan pendapatan lain-lain turun drastis menjadi Rp97,94 miliar. Laba per saham (earnings per share/EPS) ikut terkoreksi dari Rp67,89 menjadi Rp33,61. Kondisi ini menandakan tekanan signifikan terhadap profitabilitas meskipun pendapatan relatif stabil.

Di sisi lain, arus kas dari aktivitas operasi justru melonjak menjadi Rp1,21 triliun, dari hanya Rp274,79 miliar pada kuartal I tahun lalu. Peningkatan ini menunjukkan perbaikan dalam pengelolaan piutang dan efektivitas modal kerja, meski tak cukup menahan koreksi pada kinerja laba.

Indo Premier Sekuritas menilai laba PTBA kuartal ini berada di bawah ekspektasi mereka maupun konsensus. Mereka mempertahankan rekomendasi jual dengan target harga Rp2.000 per saham, menilai valuasi saat ini cukup tinggi di kisaran 10 kali rasio harga terhadap laba (price to earnings ratio/PER) tahun 2025, meski ekspektasi dividen tetap menopang minat investor.

TINS: Laba Naik, Produksi Turun

PT Timah Tbk (TINS) membukukan laba bersih Rp116,86 miliar pada kuartal I-2025, naik 295,59 persen dibandingkan Rp29,54 miliar pada kuartal I-2024. Pendapatan tumbuh tipis menjadi Rp2,09 triliun, dan laba kotor meningkat menjadi Rp382,43 miliar. Namun, reli ini tidak mencerminkan kekuatan produksi.

Produksi logam timah anjlok 31 persen menjadi 3.095 ton, dan volume penjualan turun menjadi 2.874 ton. Lonjakan laba terutama didorong oleh kenaikan harga jual rata-rata (average selling price/ASP) yang mencapai US$32.495 per ton, bukan dari ekspansi operasional.

BRI Danareksa Sekuritas menilai reli laba TINS lebih bersifat jangka pendek. Mereka memangkas target harga saham dari Rp2.300 menjadi Rp1.300, dengan proyeksi laba tahunan yang dikoreksi turun menjadi Rp903 miliar dan margin laba bersih hanya 8,8 persen.

Di sisi likuiditas, TINS mencatatkan arus kas operasi positif Rp261,4 miliar, berbalik dari arus kas negatif Rp260,6 miliar setahun sebelumnya. Meski ini sinyal perbaikan, investor tetap mencermati kendala produksi dan tekanan harga ekspor di tengah ketidakpastian cuaca.

INCO: Bertahan Lewat Efisiensi

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencatatkan laba bersih US$21,79 juta pada kuartal I-2025, naik dari US$6,19 juta pada kuartal I-2024. Namun, pendapatan justru turun 10,2 persen menjadi US$206,52 juta, akibat turunnya volume penjualan nikel matte dan melemahnya harga jual.

Perusahaan masih mencatat keuntungan derivatif sebesar US$16,57 juta dan pendapatan bunga US$7,55 juta, yang menopang laba bersih. Namun, arus kas dari aktivitas operasi melemah menjadi US$55,68 juta, dari US$92,76 juta pada periode sama tahun lalu.

Mandiri Sekuritas menilai laba inti INCO hanya US$7,6 juta, berada di bawah estimasi internal dan pasar. Lemahnya harga jual rata-rata (average selling price/ASP) dan volume menjadi penyebab utama. Mereka memperkirakan sebagian besar penjualan bijih nikel baru akan terealisasi pada semester kedua 2025.

Kendati begitu, Mandiri Sekuritas tetap merekomendasikan beli saham INCO, dengan target harga disesuaikan menjadi Rp3.500 per saham. Prospek jangka menengah INCO tetap menarik, terutama jika proyek hilirisasi dan smelter baru dapat selesai tepat waktu.