
Emas Lagi Loyo, Kok Platinum Malah Pesta Pora ke Rekor Tertinggi Satu Dekade?
- Fenomena dua arah ini tentu membuat kita bertanya-tanya: apa yang sebenarnya menekan harga emas, dan mengapa platinum justru terbang tinggi?
Tren Pasar
JAKARTA – Harga emas dunia terlihat lesu dan kembali tersandung pada perdagangan Jumat, 18 Juli 2025 pagi. Logam mulia ini bahkan berada di jalur yang tepat untuk mencatatkan kerugian mingguan pertamanya setelah beberapa waktu terus menguat.
Namun, di tengah kondisi emas yang sedang 'loyo', ada pemandangan yang kontras di pasar logam mulia lainnya. Harga platinum justru 'pesta pora' dan berhasil melesat ke level tertinggi dalam lebih dari satu dekade terakhir, menciptakan sebuah anomali yang menarik.
Fenomena dua arah ini tentu membuat kita bertanya-tanya: apa yang sebenarnya menekan harga emas, dan mengapa platinum justru terbang tinggi? Mari kita bedah lima faktor kunci yang sedang memengaruhi pasar saat ini.
- Hidup di Alam Liar, Kisah Ibu Asal Rusia dan Anak-anaknya di Gua India
- BRImo Padel League 2025: Gaya Hidup Urban Makin Aktif!
- Mitsubishi Destinator Resmi Meluncur, Cek Spesifikasi Lengkapnya
1. 'Godzilla' Dolar AS Bikin Emas Jadi Mahal
Tekanan utama bagi emas datang dari penguatan Dolar AS. Mata uang Paman Sam ini berada di jalur penguatan untuk pekan kedua berturut-turut. Ini menjadi berita buruk bagi emas yang harganya dibanderol dalam Dolar AS.
Logikanya sederhana: ketika Dolar menguat, harga emas secara otomatis menjadi lebih mahal bagi para pembeli yang menggunakan mata uang lain. Hal ini cenderung menekan permintaan global terhadap emas dan membuat harganya sulit untuk naik lebih lanjut.
2. Ekonomi AS Masih 'Sakti', The Fed Jadi Gak Buru-buru
Penyebab kedua adalah data ekonomi Amerika Serikat yang ternyata masih solid. Data penjualan ritel AS pada bulan Juni berhasil pulih, dan angka klaim pengangguran mingguan juga tercatat lebih rendah dari perkiraan para ekonom.
Kondisi ini memperkuat pandangan bahwa The Fed belum perlu terburu-buru melonggarkan kebijakannya. Menurut analis pasar senior OANDA, Kelvin Wong, data ini menjadi sinyal penting. “Data ekonomi AS masih menunjukkan kekuatan yang mendukung ketahanan ekonomi, sehingga pasar belum melihat sinyal bahwa The Fed akan terlalu dovish dalam waktu dekat,” ujarnya.
3. Tapi, Masih Ada Harapan Suku Bunga Turun
Meskipun begitu, bukan berarti harapan pupus sama sekali. Gubernur The Fed, Christopher Waller, dalam pernyataannya tetap membuka kemungkinan adanya pemangkasan suku bunga pada akhir bulan ini. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya risiko terhadap prospek perekonomian ke depan.
Sinyal yang masih simpang siur dari The Fed inilah yang membuat penurunan harga emas tidak terlalu dalam. Emas, sebagai aset safe haven, cenderung diuntungkan oleh suku bunga rendah karena biaya untuk menyimpannya menjadi lebih murah.
4. Platinum & Paladium Justru 'Terbang' Tinggi
Di tengah tekanan yang dialami emas, harga platinum justru melonjak 1% ke level US$1.472,20 per ons, sebuah rekor tertinggi sejak Agustus 2014. Cerita serupa juga dialami palladium yang ikut menguat 1,4% ke level US$1.297,78.
Fenomena ini menunjukkan adanya dinamika yang berbeda di antara masing-masing logam mulia, yang kemungkinan dipengaruhi oleh faktor permintaan dan pasokan industrinya masing-masing. Sementara itu, harga perak terpantau cukup stabil di level US$38,12 per ons.
5. Lalu, Investor Ritel Harus Bagaimana?
Bagi investor ritel, pesan utama dari pasar saat ini adalah jangan menyamaratakan semua logam mulia. Kondisi ini menunjukkan bahwa emas yang sensitif terhadap Dolar AS bisa bergerak berbeda dari platinum yang juga dipengaruhi oleh permintaan dari sektor industri.
Untuk emas, di tengah tekanan saat ini, strategi yang lebih bijak adalah 'wait and see'. Jika Anda percaya fundamental jangka panjangnya, momen pelemahan ini bisa dimanfaatkan untuk akumulasi bertahap (dollar cost averaging), sambil menanti kejelasan kebijakan dari The Fed.
Sementara untuk platinum yang harganya sudah 'terbang' tinggi, kehati-hatian adalah kunci utama. Hindari terjebak FOMO atau mengejar harga di puncak, karena risiko aksi ambil untung dan koreksi harga menjadi sangat besar setelah reli yang kuat.