
Eks Marinir Gabung Militer Rusia, Ini Konsekuensi Hukumnya
- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa tindakan tersebut berpotensi membuat Satria kehilangan status sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Nasional
JAKARTA - Pemerintah Indonesia tengah menyoroti kasus Satria Arta Kumbara, mantan prajurit TNI Angkatan Laut, yang diketahui bergabung dengan militer Rusia dan terlibat dalam operasi di Ukraina.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa tindakan tersebut berpotensi membuat Satria kehilangan status sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
"Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, status kewarganegaraannya dapat hilang," ujar Supratman dalam keterangan resminya di Jakarta, dikutip Kamis, 15 Mei 2025.
Menurut Supratman, keikutsertaan dalam militer asing tanpa izin Presiden RI melanggar ketentuan hukum kewarganegaraan. Mengacu pada Pasal 23 huruf d dan e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, serta Pasal 31 huruf c dan d Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007, Satria berpotensi kehilangan status WNI karena menjadi bagian dari dinas militer asing.
Namun, hingga saat ini pemerintah belum menerima permohonan resmi atau laporan yang menetapkan hilangnya kewarganegaraan Satria.
- Saham MTEL, ARTO, dan ISAT Paling Naik Banyak di LQ45
- IHSG Dibuka Menguat, Kembali Sentuh Level 7.000
- Microsoft hingga Panasonic PHK, Apindo Desak Percepatan Reformasi Ketenagakerjaan
Prosedurnya, jelas Supratman, harus diawali dengan laporan dari instansi terkait atau masyarakat kepada Kementerian Hukum dan HAM. Setelah itu, Menkumham akan melakukan verifikasi dan menyusun keputusan berdasarkan bukti dan hasil koordinasi.
Kemenkumham kini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Moskow untuk menelusuri lebih lanjut keberadaan dan status hukum Satria. Informasi dari berbagai pihak akan dijadikan dasar pertimbangan dalam proses hukum administratif keimigrasian dan kewarganegaraan.
Satria sendiri telah dinyatakan bersalah atas pelanggaran disiplin militer. Pengadilan Militer II-08 Jakarta memutuskan pemecatannya secara in absentia pada 6 April 2023 setelah dia meninggalkan tugas tanpa izin (desersi) sejak 13 Juni 2022. Selain diberhentikan dari dinas militer, ia dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun.
"Dalam putusan itu, yang bersangkutan telah dipidana penjara selama 1 tahun dan terdapat pula tambahan pidana berupa pemecatan," jelas Laksma TNI Wira kepada awak media kala menjelaskan status Satria, di Jakarta, Sabtu, 10 Mei 2025.
Publik pertama kali mengetahui keterlibatannya dalam militer Rusia melalui video TikTok yang viral. Dalam video tersebut, Satria tampak mengenakan seragam TNI AL dan seragam militer Rusia, serta mengaku bertugas di Ukraina. Hal ini menimbulkan kecaman di masyarakat dan menjadi sorotan media.
- Saham MTEL, ARTO, dan ISAT Paling Naik Banyak di LQ45
- IHSG Dibuka Menguat, Kembali Sentuh Level 7.000
- Microsoft hingga Panasonic PHK, Apindo Desak Percepatan Reformasi Ketenagakerjaan
Nasib Hukum WNI Eks TNI yang Gabung Pasukan Asing
Dari sisi hukum, WNI yang bergabung dengan pasukan asing tanpa izin berpotensi dikenai sanksi administratif hingga pidana. Dalam konteks keimigrasian, seseorang yang kehilangan status WNI secara otomatis menjadi warga negara asing (WNA), dan keberadaannya di wilayah RI akan tunduk pada aturan orang asing. Jika masih berada di luar negeri, ia dapat dikenai pembatasan perlindungan konsuler.
Dalam kasus seperti ini, eks prajurit TNI bisa dianggap melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, dan jika bergabung dengan militer negara lain, bahkan bisa dijerat dengan pasal makar atau pidana lainnya bila tindakannya merugikan kepentingan nasional.
Jika terbukti Satria secara sadar mengabdi pada negara asing, terutama dalam konflik bersenjata, maka pemerintah Indonesia tidak hanya akan mencabut kewarganegaraannya, tetapi juga akan menghentikan seluruh hak-hak sipilnya sebagai WNI, termasuk hak memperoleh perlindungan hukum dari negara.