
Ekonomi RI Naik di Tengah Fenomena Rojali-Rohana, Apa Rahasianya?
- Meski masyarakat makin irit belanja dan ritel lesu, ekonomi Indonesia tumbuh di atas ekspektasi pada kuartal II 2025. Apa rahasia di balik lonjakan ini? Simak penjelasan analis Apindo.
Tren Ekbis
JAKARTA, TRENESIA.ID – Di tengah suasana pusat perbelanjaan yang sepi, toko-toko yang lebih sering didatangi hanya untuk "lihat-lihat", hingga masyarakat yang makin selektif dalam membelanjakan uangnya, perekonomian Indonesia justru mencatat pertumbuhan di luar ekspektasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2025 mencapai 5,12% secara tahunan (year-on-year/yoy). Capaian ini bukan hanya lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,05%, tetapi juga melampaui proyeksi para ekonom yang memperkirakan pertumbuhan berada di kisaran 4,69%–4,81%.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, menilai capaian ini cukup mengejutkan. Pasalnya, secara historis, kuartal kedua biasanya lebih lemah dibanding kuartal pertama yang didorong oleh aktivitas belanja saat Lebaran. Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 hanya mencapai 4,87%.
Masih Rojali-Rohana, Kok Ekonomi Bisa Tumbuh?
Fenomena Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya-nanya) masih terasa kuat, terutama di sektor ritel dan konsumsi rumah tangga. Hal ini juga tercermin dari data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang mengalami kontraksi sepanjang kuartal kedua.
PMI manufaktur Indonesia pada April 2025 tercatat turun ke level 46,7, posisi terendah dalam empat tahun terakhir. Meski sempat naik ke 47,4 pada Mei, indeks kembali turun menjadi 46,9 di Juni 2025.
"Dengan data ini, banyak pelaku usaha dan analis cenderung pesimistis. Tapi kenyataannya, ada dua mesin utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi tetap tancap gas," ujar Ajib kepada TrenAsia.id, Rabu, 6 Agustus 2025.
Ajib menyebutkan bahwa ada dua faktor utama yang menjadi penggerak pertumbuhan pada kuartal II 2025. Pertama, investasi. Realisasi investasi selama kuartal kedua mencapai Rp477,7 triliun, tertinggi dalam empat tahun terakhir. Dari jumlah tersebut, 57,7% berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan 42,3% dari Penanaman Modal Asing (PMA). Menurut Ajib, lonjakan ini tak lepas dari kembali bergeliatnya proyek-proyek infrastruktur pemerintah.
Kedua, pelonggaran suku bunga dan stimulus likuiditas. Pada Mei 2025, Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%, dan kembali memangkasnya ke 5,25% pada awal Juli. “Kebijakan ini membuat sistem keuangan kebanjiran likuiditas hingga Rp375 triliun, memberi ruang lebih luas bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam mengakses pembiayaan,” jelasnya.
Bisakah Pertumbuhan Ini Berlanjut?
Meski mencatat hasil positif, Ajib mengingatkan bahwa capaian ini harus dijaga agar bisa menjadi fondasi pertumbuhan jangka menengah. Ia memberikan sejumlah catatan strategis. Pertama, memperkuat daya beli masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan penyerapan tenaga kerja secara nyata.
Kedua, kebijakan fiskal dan moneter yang pro-rakyat perlu terus ditingkatkan. Program seperti percepatan restitusi, insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), serta relaksasi pajak UMKM harus diperluas. Selain itu, suku bunga kredit murah sangat penting, terutama untuk sektor padat karya. Ketiga, penyederhanaan regulasi dan perizinan usaha perlu dipercepat. Ajib menekankan pentingnya deregulasi melalui regulatory streamlining dan pembentukan Pokja Deregulasi di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Terakhir, mendorong masuknya lebih banyak investasi asing. Targetnya adalah menaikkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia dari posisi 73 ke posisi 40 dunia. Indonesia juga harus memaksimalkan peluang dari ratifikasi perjanjian dagang IEU-CEPA untuk menarik investor dari Eropa.
“Pertumbuhan ekonomi jangan hanya dikejar angkanya, tapi juga harus bisa dirasakan manfaatnya. Terutama oleh masyarakat yang masih berjibaku dengan harga-harga mahal dan penghasilan yang stagnan,” tandas Ajib.