<p>Gedung Krakatau Steel di kawasan Gatot Subroto Kuningan. Foto: Panji Asmoro/TrenAsia</p>
Tren Pasar

Duit THR Meledak jadi 15 Juta di Saham KRAS, Pesta Masih Lanjut?

  • Saham KRAS terbang tinggi berkat berita kerja sama BRICS. Tapi, benarkah fundamentalnya kuat? Pahami prospek cerah vs. risiko utang tingginya di sini.

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA - Saham emiten baja terkemuka dan anggota Danantara, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), mengalami pergerakan luar biasa selama dua bulan terakhir. Tak ayal, investor yang jeli menanamkan modalnya sejak awal berhasil memanen keuntungan atau 'cuan' yang sangat tebal.

Sebagai gambaran seberapa besar keuntungannya, bayangkan seorang karyawan dengan UMR Jakarta memakai uang Tunjangan Hari Raya (THR) miliknya sebesar  Rp5.396.761 yang dibulatkan menjadi Rp5,4 juta. Nah, uang tersebut digunakan seluruhnya untuk membeli saham KRAS saat harganya masih di level Rp113 per saham pada awal April 2025 lalu.

Adapun pada perdagangan sesi pertama, Jumat, 4 Juli 2025, saat harga KRAS melesat 16,14% level Rp314 per saham, uang THR tersebut kini telah 'meledak' menjadi hampir Rp15 juta. Ini artinya, ada potensi keuntungan lebih dari Rp9,5 juta atau meroket +177% hanya dalam dua bulan!

Kenaikan eksponensial saham ini tentu membuat banyak orang bertanya: Apa sebenarnya yang terjadi dengan saham KRAS, dan apakah 'pesta' ini masih akan berlanjut? Salah satu jawabannya mungkin datang dari manuver global yang baru saja dilakukan perusahaan. Mari kita bedah lebih dalam.

1. Manuver Global KRAS: Gandeng Raksasa China di Forum BRICS

Di tengah kenaikan harganya, KRAS ternyata diam-diam melakukan manuver bisnis di level internasional. Pada 28 Juni 2025, perusahaan menandatangani nota kesepahaman (MoU) penting bersama Xiamen ITG Group Co Ltd (raksasa dagang asal China) dan PT Dexin Steel Indonesia.

Penandatanganan ini bukan acara sembarangan. Momen ini terjadi dalam acara prestisius BRICS Innovation Base Industry Project Matchmaking Meeting di Beijing, China, yang bertujuan memperdalam kerja sama industri di antara negara-gara anggota BRICS.

Langkah ini menunjukkan bahwa KRAS tidak hanya bermain di pasar domestik, tetapi juga aktif mencari peluang di panggung ekonomi global, memanfaatkan aliansi-aliansi strategis yang dimiliki Indonesia.

2. Indonesia Anggota Baru BRICS, KRAS Langsung Tancap Gas

Keterlibatan emiten bersandikan KRAS di forum ini menjadi sangat relevan jika melihat status terbaru Indonesia. Sejak 6 Januari 2025, Indonesia secara resmi telah menjadi anggota penuh blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).

Sebagai bagian dari delegasi Indonesia, KRAS menjadi salah satu perusahaan swasta terkemuka yang langsung "tancap gas" memanfaatkan keanggotaan baru ini. Mereka secara proaktif menjalin kemitraan di dalam ekosistem BRICS yang memiliki kekuatan ekonomi sangat besar.

Ini adalah sinyal positif bagi investor, menunjukkan bahwa perusahaan mampu menerjemahkan peluang geopolitik menjadi aksi korporasi yang konkret dan berpotensi menghasilkan keuntungan di masa depan.

3. Apa Isi Kerjasamanya? Jualan 'Slab' dan 'Hot Rolled Coil'

Lalu, apa sebenarnya isi dari nota kesepahaman ini? Direktur Utama Krakatau Steel, Akbar Djohan, dalam keterangannya menjelaskan bahwa kerja sama KRAS ini berfokus pada produk-produk baja dan potensi lainnya.

“Krakatau Steel berkolaborasi dengan Xiamen ITG Group Co Ltd dan PT Dexin Steel Indonesia dalam kerja sama untuk produk-produk baja seperti slabhot rolled coil, maupun potensi kerja sama lainnya,” jelas Akbar Djohan,

Secara sederhana, slab dan hot rolled coil adalah produk baja setengah jadi yang menjadi bahan baku untuk berbagai industri manufaktur. Kesepakatan ini berpotensi membuka keran ekspor baru atau memperkuat rantai pasok KRAS dengan mitra strategis.

4. Bukan Proyek Kaleng-kaleng: Nilainya Tembus 30 Miliar Yuan!

Skala kerja sama dalam forum BRICS ini sama sekali bukan main-main. Menurut keterangan resmi, acara ini berhasil mengumpulkan sekitar 200 perwakilan dari negara-negara anggota BRICS dan mitranya.

Secara total, ada 12 proyek yang nota kesepahamannya ditandatangani dalam acara tersebut, dengan total nilai gabungan melebihi 30 miliar Yuan (sekitar US$4,18 miliar atau lebih dari Rp60 triliun). KRAS menjadi salah satu dari sedikit perusahaan Indonesia yang berhasil masuk dalam inisiatif raksasa ini.

Fakta bahwa KRAS terlibat dalam proyek dengan skala investasi masif ini memberikan validasi bahwa perusahaan memiliki posisi tawar dan dipandang sebagai pemain penting, tidak hanya di level nasional tetapi juga di dalam blok BRICS.

5. Apa Artinya Ini Bagi Prospek KRAS ke Depan?

Bagi investor, langkah strategis ini memberikan sentimen yang sangat positif untuk prospek jangka panjang KRAS. Penandatanganan MoU ini adalah langkah awal untuk mengamankan pasar dan mitra baru di dalam ekosistem BRICS yang kuat.

Kerja sama dengan pemain besar seperti Xiamen ITG dan Dexin Steel dapat membuka akses pasar yang lebih luas, meningkatkan volume penjualan, dan memperkuat posisi KRAS dalam rantai pasok baja regional.

Meskipun MoU baru merupakan pintu gerbang dan perlu ditindaklanjuti dengan kontrak riil, langkah ini sudah cukup untuk memberikan optimisme baru bagi pasar. Inilah yang kemungkinan besar menjadi salah satu bahan bakar utama di balik reli harga saham KRAS yang kita saksikan belakangan ini.

6. 'Red Flag' di Balik Euforia: Bongkar Fundamental Keuangan KRAS

Di tengah euforia kenaikan harga dan informasi kerja sama global, penting bagi investor untuk tetap menjejak bumi dan melihat kondisi fundamental perusahaan. Data keuangan KRAS yang dilansir dari IDX Mobile menunjukkan gambaran yang jauh lebih menantang dan penuh risiko.

Asal tahu saja, perusahaan tercatat masih mengalami kerugian besar, yang tercermin dari Earning Per Share (EPS) negatif di angka -38,88. Hal ini membuat rasio valuasi Price to Earnings (PER) juga negatif, sebuah sinyal kuat bahwa perusahaan belum profitabel.

Risiko paling signifikan datang dari sisi neraca keuangan. Rasio utang terhadap modal (Debt to Equity Ratio/DER) tercatat sangat tinggi di level 7,51x. Ditambah lagi, rasio likuiditasnya (Quick Ratio) yang sangat rendah di 0,17x menjadi sinyal adanya potensi kesulitan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.

Meskipun valuasi sahamnya terlihat 'murah' dari sisi Price to Book Value (PBV) yang hanya 1,07x, investor perlu waspada. Valuasi murah ini lebih disebabkan oleh kinerja keuangan yang tertekan, bukan karena saham ini benar-benar undervalued. Kenaikan harga saat ini lebih didorong oleh sentimen dan ekspektasi, sehingga investor disarankan untuk sangat berhati-hati.