Gemini_Generated_Image_hlhg07hlhg07hlh.jpeg
Tren Pasar

Duel Rights Issue Raksasa: WIFI (Hashim) vs TOWR (Djarum), Kamu Ikut Mana?

  • WIFI dengan rencana ekspansi digital yang agresif, sedangkan TOWR memilih langkah konservatif untuk memperkuat fundamental. Situasi ini tentu membuat investor dihadapkan pada pilihan sulit antara pertumbuhan dan stabilitas jangka panjang.

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARA - Pasar modal Indonesia diramaikan oleh dua aksi korporasi raksasa emiten telekomunikasi yang terjadi bersamaan. PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) yang didukung Hashim Djojohadikusumo dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dari Grup Djarum sama-sama akan menggelar rights issue untuk menghimpun dana segar senilai triliunan rupiah.

Keduanya menawarkan cerita yang sangat berbeda: WIFI dengan rencana ekspansi digital yang agresif, sedangkan TOWR memilih langkah konservatif untuk memperkuat fundamental. Situasi ini tentu membuat investor dihadapkan pada pilihan sulit antara pertumbuhan dan stabilitas jangka panjang.

Apalagi hari ini, Selasa, 8 Juli 2025, adalah hari Cum-Right atau hari penentuan untuk hak saham TOWR. Untuk membantu Anda memilih, mari kita bedah perbandingan lengkap keduanya, dari mekanisme, tujuan, hingga risiko yang ada di baliknya.

1. Memahami Risiko Dilusi dan Komitmen Modal

Sebelum memilih, penting memahami rights issue sebagai penawaran saham baru dengan harga yang telah ditentukan bagi investor lama. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan modal segar dari para pemegang saham yang sudah ada di dalam perusahaan itu sendiri.

Namun, ada risiko utama yang wajib diwaspadai, yaitu efek dilusi. Ini adalah kondisi di mana persentase kepemilikan saham Anda akan menyusut jika Anda tidak menggunakan hak untuk membeli saham baru yang ditawarkan oleh pihak perusahaan.

Analis Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, menyoroti perbedaan risiko dilusi keduanya. Menurutnya, kepemilikan di WIFI berisiko terdilusi hingga 55,56%, sementara di TOWR potensi dilusinya jauh lebih kecil, hanya sekitar 13,91%, karena rasio penerbitan sahamnya tidak seagresif WIFI.

2. Adu Strategi: Ekspansi Agresif WIFI vs Stabilitas TOWR

Perbedaan paling mendasar terletak pada tujuan penggunaan dana triliunan tersebut. WIFI datang dengan cerita pertumbuhan yang sangat ambisius, yaitu menggunakan dana Rp5,89 triliun untuk membangun jaringan internet Fiber to the Home (FTTH) untuk 4 juta rumah di Jawa.

Direktur Utama WIFI, Yune Marketatmo, menyebut proyek ini sebagai fondasi ekonomi digital yang inklusif untuk segmen UMKM dan sekolah. Ia menegaskan visi besar perusahaan dengan mengatakan, “Kami tidak hanya membangun internet, kami juga membangun harapan.”

Sebaliknya, TOWR menempuh jalan defensif dengan target dana Rp5,49 triliun. Seluruh dana akan digunakan untuk memperkuat fundamental dengan cara membayar utang anak usahanya, Protelindo, sehingga menurunkan rasio utang perusahaan dari 3,19 kali menjadi 2,75 kali.

3. Aksi 'Sultan' dan Jaminan Pembeli Siaga

Faktor penting lainnya adalah komitmen dari pemegang saham besar. Untuk WIFI, pemegang saham utama dan pengendali telah menyatakan akan melaksanakan haknya. Namun, ada satu catatan risiko penting, yaitu tidak adanya pembeli siaga pada aksi korporasi ini.

Kondisi berbeda terjadi di TOWR, yang memberikan rasa aman lebih besar bagi investor. Grup Djarum, melalui PT Dwimuria Investama Andalan, tidak hanya akan melaksanakan haknya, tetapi juga akan bertindak sebagai pembeli siaga untuk menyerap sisa saham.

Langkah Grup Djarum menjadi pembeli siaga ini merupakan bentuk mosi percaya yang sangat kuat. Hal ini memberikan jaminan bahwa seluruh dana yang ditargetkan dari rights issue TOWR dipastikan akan terserap sepenuhnya oleh pasar modal.

4. Pandangan Analis: Mana yang Lebih Menarik?

Para analis memiliki pandangan yang berbeda, tergantung dari profil risiko investor. Liza Camelia dari Kiwoom Sekuritas melihat WIFI lebih cocok untuk investor agresif yang mengincar pertumbuhan digital, sementara TOWR lebih pas untuk investor yang lebih konservatif dan mencari stabilitas.

Sementara itu, analis Pilarmas Investindo, Maximilianus Nico Demus, terus terang lebih menyukai cerita pertumbuhan dari WIFI. Ia melihat faktor ekspansi masif dan kehadiran sosok Hashim Djojohadikusumo menjadi daya tarik utama yang membuatnya berbeda dari yang lain.

Ia menegaskan pandangannya dalam sebuah pernyataan resmi. “Namun, karena ada sosok Hashim Djojohadikusumo inilah yang membuatnya jauh lebih menarik. Oleh sebab itu, kami suka dengan saham WIFI, dibandingkan dengan TOWR,” tuturnya.

5. Jadwal Penting yang Wajib Dicatat

Setelah memahami perbandingannya, mencatat jadwal adalah hal paling krusial. Untuk rights issue WIFI, periode perdagangan dan pelaksanaan haknya sedang berlangsung dari tanggal 7 Juli hingga 15 Juli 2025, namun perlu dicatat jadwal ini masih bersifat sementara.

Untuk TOWR, hari ini, Selasa, 8 Juli 2025, adalah momen yang sangat menentukan. Ini adalah hari Cum-Right di pasar reguler dan negosiasi, atau hari terakhir bagi investor untuk memiliki sahamnya agar berhak mendapatkan HMETD.

Bagi yang telah mendapatkan haknya, periode perdagangan dan pelaksanaan rights issue TOWR akan berlangsung pekan depan, yaitu dari tanggal 14 hingga 18 Juli 2025. Investor yang membeli saham TOWR mulai besok sudah tidak akan mendapat hak tersebut.

6. Pilihan Kembali ke Gaya Investasi Anda

Setelah membedah semua detailnya, pilihannya kembali kepada Anda sebagai investor. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, yang ada hanyalah pilihan yang paling sesuai dengan gaya, modal, dan profil risiko yang Anda miliki saat ini.

Jika Anda adalah tipe investor yang agresif, siap dengan risiko tinggi, dan percaya pada potensi ledakan ekonomi digital di Indonesia, maka cerita pertumbuhan yang ditawarkan oleh WIFI mungkin sangat menarik dan sejalan dengan strategi Anda.

Namun, jika Anda adalah investor yang lebih konservatif, mengutamakan stabilitas, pendapatan yang bisa diprediksi, dan rasa aman dari grup besar yang solid, maka langkah defensif yang diambil oleh TOWR adalah pilihan yang jauh lebih logis.