
Diprotes AS, Sistem QRIS Justru Lebih Maju Dibanding Amerika dan Eropa
- Sistem pembayaran digital Indonesia melalui QRIS justru lebih maju dibanding Amerika dan Eropa yang masih sangat bergantung pada kartu kredit dan debit seperti Visa dan Mastercard.
Nasional
JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat, melalui United States Trade Representative (USTR), menyampaikan protes terhadap sistem pembayaran digital di Indonesia, khususnya terkait penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional). AS menilai sistem ini membatasi ruang gerak perusahaan fintech asing seperti Visa dan Mastercard.
Namun Bank Indonesia (BI) menanggapi protes tersebut dengan tenang. BI menyatakan bahwa hal itu bukanlah masalah besar, dan menegaskan bahwa QRIS serta GPN dirancang demi kepentingan nasional—seperti memperkuat kemandirian sistem pembayaran, meningkatkan efisiensi biaya, serta melindungi konsumen.
Meski mendapat sorotan dari AS, BI menegaskan bahwa kebijakan sistem pembayaran nasional tetap mengacu pada prinsip keterbukaan dan kerja sama internasional. QRIS dan GPN tidak bersifat diskriminatif, melainkan bertujuan menciptakan efisiensi dan keadilan dalam ekosistem pembayaran domestik.
Menariknya, di tengah kritik tersebut, sistem pembayaran digital Indonesia melalui QRIS justru dinilai lebih maju dibanding sistem di Amerika dan Eropa yang masih sangat bergantung pada kartu kredit dan debit seperti Visa dan Mastercard.
QRIS, Inovasi Pembayaran Digital yang Melonjak Pesat
QRIS merupakan standar kode QR nasional yang dikembangkan oleh Bank Indonesia (BI) bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). QRIS diluncurkan secara resmi pada 17 Agustus 2019 dengan tujuan menyatukan berbagai sistem pembayaran digital yang sebelumnya terfragmentasi.
Dalam waktu singkat, QRIS mencatat pertumbuhan yang luar biasa. Hingga tahun 2022, tercatat lebih dari 20 juta merchant di Indonesia telah mengadopsi sistem ini.
QRIS memfasilitasi transaksi non-tunai melalui pemindaian kode QR dan digunakan di berbagai sektor, mulai dari transportasi, pariwisata, UMKM, hingga e-commerce. Sistem ini terus dikembangkan, di antaranya menjadi QRIS Tuntas yang memungkinkan transfer dana dan tarik tunai, serta QRIS Cross-Border untuk transaksi lintas negara.
Beberapa negara ASEAN bahkan telah mendukung penggunaan QRIS lintas batas, menjadikannya salah satu sistem pembayaran digital paling progresif di kawasan.
QRIS telah menjadi simbol transformasi ekonomi digital Indonesia. Pandemi COVID-19 mempercepat adopsi pembayaran non-tunai, sekaligus memperluas inklusi keuangan—khususnya di kalangan UMKM dan masyarakat kecil. Ke depan, penguatan infrastruktur dan literasi digital akan menjadi kunci untuk memperluas manfaat dari sistem ini.
AS dan Eropa Masih Andalkan Kartu
Di sisi lain, sistem pembayaran di Amerika dan Eropa masih didominasi oleh kartu kredit dan debit seperti Visa dan Mastercard. Meski kini tersedia opsi pembayaran digital seperti Apple Pay, Google Pay, dan Samsung Pay, sistem berbasis QR code belum mencapai tingkat adopsi yang sama seperti di Asia, khususnya Indonesia.
Visa dan Mastercard tetap menjadi pilihan utama karena jaringannya yang luas secara global, diterima hampir di seluruh merchant, dan didukung oleh infrastruktur yang telah matang.
Namun demikian, perkembangan inovasi dalam sistem pembayaran di kawasan tersebut tergolong lebih lambat dalam mengadopsi teknologi berbasis QR code seperti QRIS.
Beberapa negara Eropa mulai memperkenalkan alternatif pembayaran digital, seperti Wero Payments yang dikembangkan oleh European Payments Initiative (EPI), sebagai upaya memperkuat kedaulatan sistem pembayaran Eropa dan mengurangi ketergantungan pada sistem Amerika.
Meski begitu, adopsinya masih terbatas dan belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat maupun skala UMKM, sebagaimana yang terjadi di Indonesia.
Salah satu faktor lambatnya penetrasi sistem berbasis QR code di negara-negara Barat adalah kebiasaan konsumen yang sudah terbiasa dengan kartu fisik, serta infrastruktur point-of-sale (POS) yang sudah tertanam kuat dalam sistem ritel. Selain itu, isu keamanan data, regulasi yang ketat, serta fragmentasi sistem antarnegara menjadi tantangan tersendiri dalam mendorong adopsi sistem pembayaran yang lebih inklusif.
Sementara itu, Indonesia justru menunjukkan percepatan signifikan dalam transformasi digital sektor keuangan melalui implementasi QRIS. Sistem ini memungkinkan interkoneksi antarpenyedia jasa keuangan hanya dengan satu kode QR, serta menjangkau pelaku usaha mikro dan kecil hingga ke pelosok daerah.
Dengan semua keunggulan tersebut, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Indonesia berhasil melampaui sejumlah negara maju dalam hal adopsi sistem pembayaran digital berbasis QR code.