<p>Karyawan memberikan salam sambut peserta BP Jamsostek yang datang untuk melakukan klaim melalui Layanan Tanpa Kontak Fisik (Lapak Asik) di kantor Cabang Jakarta Menara Jamsostek, Jakarta, Jum&#8217;at, 10 Juli 2020. Seiring dengan meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja di tengah pandemi Covid-19, klaim BPJS Ketenagakerjaan turut melonjak. Pencairan tabungan di BP Jamsostek menjadi alternatif untuk mendukung daya beli pekerja yang tergerus. Sementara dalam rangka adaptasi kebiasaan baru dan untuk memutus penyebaran virus corona, BP Jamsostek telah menerapkan protokol pelayanan secara daring dan tanpa pertemuan secara fisik. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Didorong BPK, BPJS Ketenagakerjaan Ancang-Ancang Cut Loss Portofolio Saham

  • Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengambil ancang-ancang tinggalkan bursa setelah meninjau rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pasar Modal

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengambil ancang-ancang tinggalkan bursa setelah meninjau rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, BPK mendorong BPJS Ketenagakerjaan melakukan cut loss (CL) terhadap sejumlah saham-saham yang dikoleksi lembaga tersebut. Dengan demikian, BPJS Ketenagakerjaan berpotensi menelan kerugian karena menjual portfolio dengan harga di bawah saat pembelian.

Saham tersebut antara lain PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) dengan kepemilikan 46,5 juta lembar saham PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) 34 juta lembar, dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) 25 juta lembar.

Sementara yang tidak diungkapkan jumlah kepemilikannya antara lain di PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).

Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja menyebut perseroan tengah mempertimbangkan usulan BPK tersebut. Usulan BPK itu kemudian tengah ditindaklanjuti agar mendapat kepastian payung hukum dari pemerintah.

“Rekomendasi BPK untuk melakukan take profit atau cut loss saham-saham tertentu telah dikaji secara internal dan kebijakan terkait cut loss telah diusulkan untuk masuk dalam regulasi pemerintah yang mengatur tata kelola investasi BPJS Ketenagakerjaan,” kata Irvan saat dihubungi Trenasia.com, Kamis, 24 Juni 2021.

Gerak Saham Portofolio BPJS Ketenagakerjaan

Sejumlah portofolio yang diminta BPK agar dilepas itu sebagian  tengah mengalami penurunan kinerja. Kerugian ini diasumsikan bila BPJS Ketenagakerjaan mengoleksi saham-saham tersebut sejak tiga tahun silam.

Menurut pantauan Trenasia.com, saham GIAA telah terperosok 11,2% selama tiga tahun terakhir.  Saham AALI nasibnya sama seperti GIAA. Nilai saham AALII sudah ambles hingga 33% selama tiga tahun terakhir.  

Nilai Saham LSIP tercat ambles 4,8%. Sementara itu, saham lainnya juga ikut turun, yakni ITMG (40,3%) dan SIMP (14,5).

Di sisi lain, saham KRAS tercatat justru tengah tancap gas di tengah rencana hengkang BPJS Ketenagakerjaan tersebut. Saham emiten pelat merah ini naik 13,2% dalam tiga tahun terakhir.  Bahkan, secara tahunan (year on year/yoy), kenaikan saham KRAS mencapai 94,9%.

“BPJS JAMSOSTEK senantiasa menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait investasi dan operasional,” ungkap Irvan memberi penjelasan soal cutloss portofolio BPJS Ketenagakerjaan.

Timbulkan Gejolak di Bursa

Pengamat Pasar Modal Satrio Utomo menilai penarikan investasi BP Jamsostek dari pasar modal membuat bursa kurang kondusif. Pasalnya, BP Jamsostek sendiri merupakan salah satu pemain utama penggerak pasar modal Indonesia.

Sebagai catatan, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan saat ini mencapai Rp486,38 triliun dan menjadikannya investor institusional dengan dana kelolaan terbesar di Indonesia. Adapun porsi penempatan investasi sekitar 17% atau setara Rp82,68 triliun pada pasar saham dan sekitar 8% atau setara Rp38,9 triliun di reksa dana.

Kebijakan yang diambil BP Jamsostek ini membuatnya berada posisi sideline alias tidak melakukan transaksi apapun di pasar modal. Padahal, sebagai institusi yang memiliki dana besar, kehadiran BP Jamsostek selama ini dianggap penting.

“Harga saham itu bisa naik kalau ada yang mau beli. Nah, yang bisa melakukan pembelian secara kontinyu di bursa kita itu ya BP Jamsostek. Selama dia tidak ada di pasar, biasanya kondisi pasar jadi lesu,” kata pria yang akrab disapa Tommy kepada Trenasia.com belum lama ini.

Mayoritas portofolio investasi saham milik BP Jamsostek ditempatkan pada saham-saham emiten big caps dan blue chips. Setidaknya, 25 dari 34 portofolio investasi saham BP Jamsostek merupakan emiten yang tergabung dalam konstituen Indeks LQ45.

Artinya, saham-saham yang dikoleksi oleh BP Jamsostek merupakan saham-saham emiten yang memiliki fundamental baik dengan kapitalisasi jumbo di atas Rp100 triliun.

Untuk itu, kebijakan untuk mengurangi porsi investasi saham akan menjadi tantangan baru bagi pelaku pasar modal di tengah kondisi pemulihan ekonomi.

Menurut Tommy, saham-saham emiten big caps dan blue chip telah menjadi penopang utama pergerakan IHSG selama ini. Sedangkan, mayoritas investor yang tertarik membeli saham emiten big caps dan blue chip merupakan investor asing dan investor institusi dengan dana kelolaan jumbo seperti BPJS Ketenagakerjaan.

“Sikap wait and see BP Jamsostek ini sangat berdampak karena institusi ini merupakan salah satu pelaku utama (pasar modal), terutama dalam saham-saham big caps dan blue chip yang merupakan penggerak IHSG,” kata Tommy.