garis polisi.jfif
Nasional

Deretan Jenderal Polisi di Pusaran Megakorupsi

  • Fenomena korupsi di kepolisian tidak hanya memicu kritik keras terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia, tetapi juga menggoyahkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Dalam kurun waktu lebih dari satu dekade terakhir, publik dikejutkan oleh serangkaian kasus korupsi yang menyeret nama-nama jenderal polisi aktif maupun purnawirawan. 

Fenomena ini tidak hanya memicu kritik keras terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia, tetapi juga menggoyahkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Satu per satu kasus terbongkar ke permukaan, menampilkan wajah gelap kekuasaan yang digunakan untuk memperkaya diri. Dirangkum TrenAsia dari berbagai sumber, Rabu, 23 April 2025, berikut sederet adalah daftar enam kasus korupsi besar yang melibatkan perwira tinggi Polri dan menjadi sorotan tajam publik,

1. Kasus Pembobolan BNI (2006)

Skandal ini mencuat seiring dengan terbongkarnya pembobolan dana Bank BNI senilai Rp1,7 triliun. Dalam pusaran kasus, dua jenderal purnawirawan, Komjen Pol (Purn) Suyitno Landung dan Brigjen Pol (Purn) Samuel Ismoko, disebut-sebut menerima suap dari tersangka utama, Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Mereka diduga memberikan perlindungan dan memanipulasi arah penyidikan demi menyelamatkan pelaku utama. Maria Pauline sempat menjadi buronan selama 17 tahun sebelum akhirnya diekstradisi dari Serbia. Skandal ini menyiratkan bahwa aparat hukum sendiri bisa menjadi penghalang keadilan.

2. Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan (2011)

Nama Irjen Pol Raja Erizman dan Brigjen Pol Edmon Ilyas mencuat dalam pusaran skandal pajak yang melibatkan Gayus Tambunan. Keduanya diduga menjadi makelar kasus yang memuluskan jalan Gayus untuk menghindari jeratan hukum, bahkan memungkinkan Gayus bepergian ke luar negeri meskipun berstatus tahanan.

Terungkapnya kasus ini memperlihatkan bagaimana celah dalam sistem hukum dapat dimanfaatkan oleh oknum penegak hukum sendiri. Skandal Gayus menjadi simbol bobroknya integritas aparat penegak hukum kala itu.

3. Kasus Simulator SIM (2012)

Kakorlantas saat itu, Irjen Pol Djoko Susilo, bersama Brigjen Pol Didik Purnomo, terlibat dalam proyek pengadaan alat simulator SIM senilai Rp198 miliar. Proyek itu ternyata sarat dengan praktik suap dan gratifikasi dari perusahaan pelaksana.

Djoko Susilo akhirnya divonis 18 tahun penjara, sementara Didik dihukum 5 tahun. Kasus ini menegaskan keberanian KPK dalam menindak jenderal aktif, serta membuka tabir praktik korupsi dalam proyek pengadaan di tubuh kepolisian.

4. Kasus Surat Jalan Djoko Tjandra (2020)

Kasus ini memperlihatkan sisi kelam lain dari relasi antara aparat dan buronan kelas kakap. Tiga jenderal, Brigjen Prasetijo Utomo, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo, dan Irjen Napoleon Bonaparte, diduga terlibat dalam penerbitan surat jalan ilegal dan penghapusan red notice bagi buronan Djoko Tjandra.

Napoleon bahkan terbukti menerima suap dan divonis 4 tahun penjara, sedangkan Prasetijo dihukum 3,5 tahun. Skandal ini menggambarkan betapa mudahnya sistem internasional dapat dibobol dengan uang dan jabatan.

5. Kasus Gratifikasi AKBP Bambang Kayun (2022)

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan nilai gratifikasi fantastis, Rp56 miliar. AKBP Bambang Kayun Bagus PS diduga menerima suap dari dua pihak dalam sengketa warisan perusahaan pelayaran PT Aria Citra Mulia (ACM).

Bambang Kayun memanfaatkan posisinya untuk mempengaruhi proses penyidikan dan memalsukan dokumen. KPK menetapkan Bambang dan dua pemberi suap, Emylia Said serta Hermansyah, sebagai tersangka dalam kasus yang menjadi preseden baru dalam bentuk korupsi modern.

6. Polemik Komjen Budi Gunawan (2015)

Ketegangan antara KPK dan Polri mencapai puncaknya ketika Presiden Jokowi mencalonkan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Tak lama berselang, KPK menetapkannya sebagai tersangka kasus rekening gendut.

Kendati lolos uji kelayakan dan disahkan DPR, Budi menggugat KPK lewat praperadilan dan menang. Serangkaian pelaporan terhadap pimpinan KPK yang menyusul pencalonan BG memperlihatkan dinamika politik yang kompleks. Publik menilai Presiden Jokowi saat itu cenderung "lepas tangan", sebelum akhirnya membentuk Tim 9 untuk meredam konflik.

Rentetan kasus ini menunjukkan bahwa korupsi di tubuh kepolisian bukanlah isu yang bisa disapu di bawah karpet. Keterlibatan perwira tinggi mempertegas adanya persoalan sistemik yang menuntut reformasi menyeluruh dan konsisten.

Meski sebagian pelaku telah dijatuhi hukuman, kemunculan kasus baru setiap beberapa tahun menjadi pertanda bahwa upaya pemberantasan korupsi di sektor penegak hukum masih menghadapi jalan terjal.