sedang_1638760154nglanggeran_jogjaisputih.jpg
Tren Inspirasi

Dari Lereng Gunung ke Dunia Internasional: Desa Nglanggeran Buktikan Inovasi Bisa Dorong Perekonomian Lokal

  • Keberhasilan Nglanggeran juga ditopang oleh sistem tata kelola yang matang. Kelompok sadar wisata (Pokdarwis), kelembagaan petani (Gapoktan), serta koperasi menjalankan fungsi produksi, distribusi, pelatihan, hingga pemasaran. Pemerintah daerah memberi dukungan regulasi dan fasilitas, sementara akademisi dan media mendukung promosi dan inovasi.

Tren Inspirasi

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Desa Nglanggeran di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kian bersinar sebagai model desa wisata berkelanjutan di Indonesia dan bahkan di tingkat ASEAN. Desa ini sukses memadukan keindahan alam, kekayaan budaya lokal, pengelolaan berbasis komunitas, serta inovasi di bidang pertanian dan industri kreatif.

Tidak hanya menjadi destinasi wisata unggulan di kawasan selatan Yogyakarta, Desa Nglanggeran juga menjadi rujukan dalam penerapan konsep pariwisata berkelanjutan yang melibatkan masyarakat sebagai aktor utama pembangunan. Konsep ini dikenal sebagai Community Based Tourism (CBT), dan di Nglanggeran, implementasinya terbukti sukses membawa dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.

Lokasi Strategis di Kawasan Geopark Dunia

Desa Nglanggeran terletak sekitar 25 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta. Desa ini berada di dalam kawasan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, kawasan karst yang diakui dunia sebagai situs geologi penting. Dengan luas sekitar 762 hektar, Desa Nglanggeran memiliki bentang alam khas yang dihiasi oleh formasi bebatuan purba, ladang pertanian, dan hutan kecil.

Gunung Api Purba menjadi ikon utama desa ini. Gunung ini merupakan sisa aktivitas vulkanik berusia 60–70 juta tahun, yang kini menjadi objek wisata utama dengan jalur trekking menantang dan panorama alam menakjubkan. Selain itu, kawasan Embung Nglanggeran dan air terjun musiman Kedung Kandang menjadi daya tarik tambahan yang memperkuat identitas ekowisata desa.

Strategi Ekowisata Berbasis Komunitas

Pengembangan pariwisata Desa Nglanggeran didasarkan pada keterlibatan aktif masyarakat lokal. Lebih dari 80 homestay dikelola oleh warga setempat, menyediakan akomodasi bagi wisatawan yang ingin merasakan langsung kehidupan pedesaan, mulai dari bertani, memasak makanan tradisional, hingga belajar kesenian lokal.

Model live-in ini bukan hanya memberi penghasilan tambahan bagi penduduk, tetapi juga menjadi sarana pelestarian budaya dan penguatan identitas lokal. Wisatawan dapat berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari masyarakat, yang memperkaya pengalaman mereka di luar aktivitas wisata biasa.

Pengelolaan kegiatan pariwisata dilakukan oleh Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) yang bekerja sama dengan pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, media, dan komunitas. Kolaborasi lintas sektor ini dikenal dengan pendekatan penta helix, yang memastikan keberlanjutan pengelolaan dan peningkatan kapasitas SDM desa.

Gunung Api Purba: Geowisata dengan Nilai Edukasi Tinggi

Gunung Api Purba Nglanggeran berada di ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut. Kawasan ini menjadi magnet utama wisatawan yang menyukai aktivitas mendaki ringan (light trekking), fotografi lanskap, serta wisata edukasi geologi.

Sebagai bagian dari Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, kawasan ini memiliki nilai edukatif yang tinggi, khususnya dalam memahami proses geologi purba dan perubahan bentang alam. Pengelolaan kawasan dilakukan dengan prinsip konservasi, termasuk pembatasan jumlah pengunjung, pembuatan jalur khusus, serta edukasi kepada pengunjung mengenai pelestarian lingkungan.

Embung Nglanggeran dan Air Terjun Musiman

Embung Nglanggeran awalnya dibangun untuk kebutuhan irigasi pertanian, namun kemudian dikembangkan menjadi objek wisata yang menawarkan pemandangan memikat, terutama saat matahari terbenam. Lokasinya yang berada di dataran tinggi membuat embung ini menjadi tempat favorit untuk berfoto dan menikmati alam.

Air terjun musiman Kedung Kandang juga menjadi daya tarik unik. Air terjun ini hanya muncul saat musim hujan, sehingga wisatawan yang datang pada waktu tertentu bisa merasakan keindahan yang berbeda dari kunjungan biasa. Area ini juga menjadi lokasi edukasi mengenai konservasi air dan pengelolaan lahan secara berkelanjutan.

Inovasi dalam Pertanian Kakao dan Industri Cokelat

Selain sektor wisata, Desa Nglanggeran juga dikenal sebagai sentra pertanian kakao dengan varietas unggulan seperti criollo dan trinitario. Para petani dibina untuk menghasilkan biji kakao berkualitas tinggi yang diminati oleh pelaku industri cokelat dalam dan luar negeri. Kolaborasi dengan perusahaan lokal seperti Cokelat Monggo dan lembaga riset seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) membantu meningkatkan produktivitas dan inovasi.

Salah satu pusat inovasi yang muncul dari sektor ini adalah Griya Cokelat Nglanggeran, sebuah fasilitas pengolahan kakao hulu-hilir yang dikelola oleh kelompok tani, Pokdarwis, pemuda, dan didukung oleh institusi seperti BPTBA LIPI, Dishutbun, dan Bank Indonesia. Griya ini tidak hanya menjadi tempat produksi cokelat, tetapi juga destinasi wisata edukasi.

Pengunjung Griya Cokelat dapat melihat proses fermentasi, pengeringan, pengolahan hingga pembuatan produk cokelat seperti dodol, minuman Chocomix, hingga inovasi seperti Chocomix-ffee (campuran cokelat dan kopi) dan Chocomix-Tawa (cokelat dan susu kambing etawa).

Wisata Edukasi dan Diversifikasi Produk

Selain menjadi produsen, Griya Cokelat juga aktif sebagai pusat wisata edukasi. Wisatawan dapat belajar membuat produk cokelat secara langsung, mulai dari mengolah dodol hingga minuman instan. Edukasi yang diberikan meliputi teknik budidaya kakao, peremajaan tanaman, hingga manajemen kelembagaan petani.

Salah satu strategi inovatif yang diterapkan adalah sistem tumpang sari, di mana tanaman kakao ditanam berdampingan dengan pisang untuk memastikan arus kas tetap stabil. Pendekatan ini menjadi contoh integrasi pertanian yang efektif dan ramah lingkungan.

Banyak tanaman kakao di Nglanggeran berusia di atas 30 tahun, sehingga peremajaan menjadi tantangan besar. Melalui dukungan program pemerintah, lembaga riset, dan kemitraan bisnis, petani dibekali bibit unggul, pelatihan teknik tanam baru, serta sistem pemasaran yang lebih modern. Pola kemitraan closed loop juga diterapkan agar rantai pasok tetap terjaga dan petani mendapatkan nilai tambah yang adil.

Tak hanya kakao, Desa Nglanggeran juga aktif mengembangkan sektor pertanian dan peternakan lainnya. Hortikultura dan peternakan kambing perah jenis Sapera dan PE (Peranakan Etawa) menjadi tambahan mata pencaharian warga. Susu yang dihasilkan diolah menjadi berbagai produk turunan yang dijual sebagai oleh-oleh khas desa.

Tempat Teknologi Pertanian (TTP) menjadi lokasi integrasi teknologi pertanian dan pelatihan masyarakat dalam budidaya modern. Kolaborasi dengan Badan Litbang Pertanian memungkinkan produksi olahan susu dan kakao dengan standar mutu tinggi.

Industri Kreatif dan Digitalisasi UMKM

Warga Desa Nglanggeran juga aktif dalam pengembangan industri kreatif. Produk kuliner tradisional, minuman herbal, kerajinan tangan dari batu vulkanik, dan seni pertunjukan lokal dipasarkan dengan pendekatan modern melalui media sosial dan digital marketing. Akun Instagram @griya.cokelat.nglanggeran menjadi kanal utama untuk promosi dan edukasi publik.

Pemuda desa berperan penting dalam transformasi digital, mengelola e-commerce produk lokal, platform reservasi homestay, dan membuat konten kreatif yang memperkuat citra Desa Nglanggeran sebagai destinasi wisata modern yang tetap berakar budaya.

Penghargaan dan Pengakuan ASEAN

Desa Nglanggeran telah meraih berbagai penghargaan prestisius, antara lain:

  • Desa Wisata Terbaik ASEAN 2017 di ajang ASEAN Tourism Forum di Singapura.
  • ASEAN Sustainable Tourism Award (ASTA) 2018 di Chiang Mai, Thailand, karena penerapan pariwisata berkelanjutan.
  • Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) 2017 oleh Kementerian Pariwisata RI.

Pengakuan ini menunjukkan bahwa model pengembangan desa wisata di Nglanggeran layak ditiru secara nasional dan internasional. Kolaborasi intensif antar elemen penta helix menjadi kunci utama keberhasilan.

Keberhasilan Nglanggeran juga ditopang oleh sistem tata kelola yang matang. Kelompok sadar wisata (Pokdarwis), kelembagaan petani (Gapoktan), serta koperasi menjalankan fungsi produksi, distribusi, pelatihan, hingga pemasaran. Pemerintah daerah memberi dukungan regulasi dan fasilitas, sementara akademisi dan media mendukung promosi dan inovasi.

Konservasi alam dijalankan secara sistematis, termasuk pembatasan jumlah pengunjung, reboisasi vegetasi, serta edukasi pengelolaan sampah homestay dan limbah industri kecil.

Desa Nglanggeran adalah contoh nyata bagaimana desa bisa tumbuh dan berkembang dengan mengedepankan nilai-nilai lokal, pelibatan komunitas, serta kolaborasi multipihak. Melalui inovasi berkelanjutan dan pengelolaan yang adaptif, Nglanggeran bukan hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga pusat pembelajaran pengembangan desa berkelanjutan.